Tiga bulan berlalu, banyak yang berubah dari sifat dan kepribadian Mega setelah dikhianati ibu dan kekasihnya sendiri. Sampai saat ini Mega belum mengetahui siapa pemilik nomor ponsel yang memberitahu dirinya tentang perselingkuhan Sora dan Dimas.
Sambil melupakan dan mencaritahu siapa si pemilik nomor ponsel. Mega lebih memilih menyibukkan diri dengan berkerja di perusahaan milik Alex karena bosan jika terus diam di rumah, walau keadaannya belum sepenuhnya pulih.
"Kau tidak pulang, Mega?" tanya salah satu teman kantornya.
Mega melihat jam di tangan kirinya, kemudian dia menggelengkan kepala pelan. "Aku masih banyak pekerjaan, kau pulang saja duluan!" ucapnya ramah.
"Jangan terlalu sering lembur karena kau masih dalam masa pemulihan pasca kecelakaan!" ucap temannya perhatian.
Lagi-lagi Mega hanya tersenyum dan mengangguk.
Jarum jam terus berputar, tidak terasa sekarang sudah jam sembilan malam. Namun, Mega masih setia dengan komputer di depannya.
Kim yang kebetulan lewat depan ruangan Mega tidak sengaja melihatnya. Kim berniat untuk pulang karena pekerjaannya telah selesai, dia bekerja di sana tanpa Alex karena tuannya itu sedang mengurus perusahaan lain di luar negeri.
"Mega, jangan terlalu memaksakan diri untuk bekerja keras!" ucap Kim yang melihat Mega masih berada di meja kerjanya.
"Tidak apa-apa, Tuan Kim. Lagipula tidak ada pekerjaan lain di rumah." Mega tersenyum, senyuman formalitas karena dia sudah jarang tersenyum tulus setelah kejadian tiga bulan lalu.
"Besok datanglah ke pesta perayaan ulang tahun perusahaan. Kamu sudah bekerja di sini selama lebih dari satu tahun, tetapi belum pernah bertemu dengan pemilik perusahaan ini secara langsung, kan?" Kim menarik kursi di depan meja Mega, kemudian duduk dengan tenang di sana.
"Saya pernah bertemu satu kali ketika di lift tiga bulan yang lalu. Bodoh! Saya bahkan tidak tahu kalau dia pemilik perusahaan ini." Mega tersenyum tipis, masih ada perasaan kesal bercampur malu jika mengingat kejadian itu.
"Sepertinya Tuan Alex menyukaimu." Kim berkata dengan santai.
"Uhuk ... uhuk!" Mega tersedak air liurnya sendiri ketika mendengar kalimat lucu yang dikatakan atasannya itu.
Menyukai Mega? Hah! Mana mungkin laki-laki semacam Alex itu menyukainya?
"Minumlah!" Kim memberikan gelas berisi air putih yang memang sudah berada di atas meja kerja Mega.
Mega segera menerima dan meminum isinya sampai habis.
"Apa kau terlalu bahagia sampai tersedak seperti itu?" Pertanyaan yang lebih terdengar seperti sindiran keluar dari mulut Kim yang lumayan seksi.
"Haha, jangan bicara sembrono, Tuan! Nyawa Anda yang akan menjadi taruhannya." Kim melotot mendengar jawaban Mega yang mengatainya sembrono.
"Kau minta dipecat sepertinya." Kim menatap tajam Mega, tetapi yang ditatap malah tidak peduli karena matanya fokus pada layar komputer di depannya.
'Bicara saja terus karena aku akan mengabaikan, Anda.' Mega menggerutu dalam hati.
Entah kenapa dia tidak terlalu suka bicara dengan Kim karena ujung-ujungnya pasti akan membicarakan tentang sesuatu yang menjurus kepada Alex.
"Kenapa sikapmu mirip sekali dengan Tuan Alex. Mungkin kalian memang berjodoh." Kim terbahak keras, bahkan dia tidak peduli dengan tatapan tajam mata Mega yang seakan-akan menelanjanginya di depan umum.
Kim melihat Mega menundukkan badan, dia tahu apa yang akan dilakukan Mega sehingga dia buru-buru berdiri dan bergegas pergi sebelum haighells Mega mendarat di tubuhnya.
Brak! Haighells Mega mengenai tembok kaca karena gagal memukul Kim.
"Sialan! Kurang ajar sekali Anda, Tuan Kim. Aku tidak akan pernah mau dijodoh-jodohkan dengan laki-laki playboy seperti Tuan Alex." Mega berteriak dengan kesal sampai tubuhnya berkeringat menahan emosi.
"Lebih baik aku pulang sekarang." Mega menyimpan semua file ke flashdisk miliknya. Setelah selesai, dia memasukkan semua barang-barang miliknya ke dalam tas kemudian segera pulang setelah mengambil sepatu yang dia lempar tadi.
Saat keluar dari area perusahaan, persaannya mendadak tidak enak. Mega merasa ada seseorang yang mengikutinya dan memerhatikannya dari jauh.
"Sial, aku harus cepat pergi dari sini." Mega mempercepat laju mobilnya karena takut dengan perasaan cemasnya sendiri.
Bersambung ...
"Sial!" teriak Mega ketika dugaannya benar.Ada orang yang mengikutinya dan sekarang si penguntit itu mengejarnya dengan sebuah mobil berwarna hitam."Siapa dia, kenapa mengikuti aku?" Mega bergumam gelisah. Jantungnya berdetak sangat cepat karena perasaan takut yang menguasainya. Dia hanya sendiri sekarang, jalanan sudah cukup sepi, kalau yang mengikutinya adalah orang yang memiliki buat jahat, maka dia tidak bisa menjamin akan selamat atau malah sekarat."Berpikir Mega! Berpikirlah yang benar!" Mega semakin takut, tangannya menggenggam erat kemudi mobil. Bayangan kejadian tiga bulan lalu melintas begitu saja di mana karena dia mengemudi dengan kecepatan tinggi mengalami kecelakaan yang cukup parah."Lupakan rasa takutmu, lebih baik kecelakaan lagi dan mati daripada mati di tangan orang lain." Mega telah memantapkan tekatnya. Dengan gerakan pasti kaki kanannya menekan pedal gas mobil dalam-dalam sehingga melaju lebih kencang. Sesekali dia m
Brug!"Arkh!" Dimas jatuh tersungkur kala orang yang menarik bajunya mendorong dengan sangat kasar.Perih rasanya ketika kulit telapak tangan berdarah karena kerikil kecil tajam menancap di sana."Sialan!" Dimas berteriak sambil menyeka ujung bibirnya yang terasa asin karena mengeluarkan darah segar, sedangkan Mega yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa melongo karena mengenali orang yang memukul Dimas."Tuan Kim." Mega menutup mulutnya yang terbuka karena tidak menyangka jika orang yang menolongnya adalah asisten dari sang bos yang telah menyusahkan dirinya walau tanpa tatap muka."Selamat malam, Nona." Kim mengangguk dan tersenyum manis. Namun, Mega tidak menyukainya karena Kim terlihat sangat menyeramkan sekarang.Kim kembali menarik kemeja Dimas dan memberikan satu pukulan lagi di sana. Wajahnya terlihat sangat menyeramkan sampai Dimas dan Mega harus menelan ludahnya kasar."Pergi sekarang dan jangan perna
"Oma tidak mau tahu, kalian harus menikah!" Wanita paruh baya itu berjalan mendekat dengan raut wajah yang sulit dimengerti artinya.Entah marah atau bahagia, yang jelas dia ingin pernikahan antara Alex dan wanita yang tidak ia ketahui namanya itu terlaksana. Wanita paruh baya itu masih menatap Alex dan Mega yang masih saling tumpang tindih di lantai."Whaaat?" Mega dan Alex terkejut dengan kehadiran wanita paruh baya itu yang sudah seperti hantu. Terutama Alex, jantungnya mendadak berdetak dengan sangat kencang karena dia yakin akan sulit menghadapi omanya itu."Apa kau memiliki riwayat sakit jantung, Tuan?" bisik Mega dengan suara yang sedikit serak sehingga terdengar sangat seksi di telinga Alex. Apalagi ketika napas hangat dari mulut Mega mengenai telinga Alex, membuat pria itu bergairah.Mega bertanya demikian karena dia bisa mendengar suara detak jantung Alex yang sangat cepat.
"Menunggu di rumah? Apa maksudnya?" Mendadak Mega menjadi linglung. "Iya, di rumah calon mertuamu. Maksud oma, kau akan memperkenalkan diri dengan papanya Alex nanti." Mata Mega sedikit melebar ketika mendengar perkataan oma. Mega langsung mengalihkan perhatiannya dari Alex. Wanita itu berjalan perlahan menghampiri oma, meraih kedua tangannya, dan mencoba meluruskan kesalahpahaman yang dibuat Alex dengan sengaja. "Nyonya, Anda salah paham. Aku benar-benar tidak memiliki hubungan apa-apa dengannya selain sebagai atasan dan bawahan," ucap sungguh-sungguh. Oma bingung, dia memerhatikan mata Mega untuk mencari kejujuran di sana. Namun, oma malah tidak bisa menilai arti tatapan Mega sekarang. "Tapi tadi Alex bilang kalau kau calon istrinya." Oma terlihat agak sedih dan itu membuat Mega merasa sangat bersalah. "Tapi pada kenyatannya aku memang hanya karyawan biasa di sini, Nyonya." Mega tetap menjelaskan yang sebenarnya. "Ah, k
Mega sadar sebelum mereka sampai di rumah sakit. Dia terlihat bingung ketika menyadari dirinya berada di dalam sebuah mobil asing dan hanya berdua saja dengan pria yang telah melibatkan dirinya ke dalam masalah besar. "Kau sudah sadar?" Suara Alex yang lembut dan penuh dengan kekhawatiran membuat Mega merinding. "Apa dia khawatir kepadaku?" gumamnya lirih seraya menahan sedikit perasaan kesal dalam hatinya. Mega memilih diam, dia malas menjawab pertanyaan pria yang membuat kepalanya terasa hampir pecah. Alex menoleh sebentar ke belakang karena pertanyaannya di abaikan. "Kau bisu?" sindirnya dengan nada tinggi. Mega masih bungkam, dia malah dengan sengaja mengalihkan pandangan ke luar kaca mobil. "Aku bertanya pada manusia, bukan patung." Alex membanting setir kemudi dengan kasar dan berhenti di pinggir jalan. "Aduh!" Mega memegang dahinya yang terbentur jok depan karena ulah Alex yang membaha
"Huh, wanita itu membuat aku membuang waktu sia-sia." Alex memijit pelipisnya. Dia tidak sadar kalau waktunya terbuang sia-sia bukan karena Mega, tetapi karena dirinya sendiri yang membuat masalah dengan wanita itu. 'Kalau dia membuang waktumu, kenapa kau masih mau mengurusnya?' batin Harun keheranan. "Tuan, aku sungguh penasaran dengan hubungan kalian." Harun bertanya, dia berharap pria di depannya itu akan khilaf saat menjawab nanti. "Menurutmu apa ikatan yang cocok untuk hubungan kami?" Alex tersenyum smirk, dia tidak akan terjebak dalam pertanyaan dokter muda itu. "Sepertinya kau menyukai wanita itu, tetapi tidak dengannya." Harun tertawa kecil setelah mengatakan pendapatnya. "Apa maksudmu?" Alex sedikit tersinggung. Berani sekali Harun mengatakan demikian, memangnya ada wanita yang mampu menolak pesonanya? Ada, wanita itu adalah Mega. Dia tidak akan mudah terpesona dengan tampang Alex yang bagi Mega sangat p
"Oma tidak akan berpikir seperti itu, aku sangat mengenalnya dan kau sudah menjelekkan omaku padahal kalian baru bertemu satu kali." Entah kenapa Alex merasa sangat tersinggung dengan pemikiran rendah Mega. "Tapi bisa saja beliau-" "Kau sedang menjelek-jelekkan omaku?" Alex membentak dan menyela. Dia mendadak murka, bahkan mengepalkan tangan dengan sangat kuat, otot-otot wajahnya menegang, garis-garis yang bergelombang terlihat samar di dahinya. Mega terkejut, dengan perasaan takut dia melihat wajah Alex. Sungguh, auranya saat ini benar-benar berhasil membuat Mega sangat ketakutan. Wanita itu bahkan tidak lagi berani menatap wajah tampan Alex. "Bu-bu-kan begitu—" Mega menggeleng, kenapa masalahnya jadi semakin rumit sekarang? Mega hanya mengutarakan apa yang ada di dalam pikirannya. Dia sama sekali tidak memiliki maksud untuk menjelek-jelekkan wanita paruh baya itu. Alex semakin murka, senyuman sinis penuh penghinaan dia berikan
Alex menatap tajam Kim yang sedang merintih menahan sakit akibat ulahnya. "Aaargh!" Kim meringis menahan rasa sakit di lengan kanannya. Tangan kirinya ia gunakan untuk menekan tangan lain yang terluka. Bisa dipastikan dalam beberapa menit ke depan lengan itu akan memar. Kim tidak siap ketika Alex tiba-tiba mendorongnya sehingga dia tidak melakukan perlindungan diri, bahkan pria itu sangat tidak menyangka kalau tuan mudanya akan melalukan hal seperti itu. Pandangan mata Kim saat ini tertuju kepada Mega, dia bisa menyimpulkan kalau wanita itu sedang merasa bersalah kepadanya. Dari sorot mata Mega sudah terlihat kalau wanita itu juga mengkhawatirkan Kim. "Kenapa kau .... kau be-ru-bah?" tanya Mega kepada Alex dengan nada datar dengan suara yang hampir tidak terdengar karena tertutup suara isak tangis yang cukup kencang. Sungguh, baru pertama kali dia menangis seperti itu karena seseorang melukainya dengan sengaja. Alex benar-benar psikopat tidak