Mahendra menunggu Mega di depan ruang operasi. Pikirannya sedang menerka-nerka alasan apa yang membuat pengusaha muda yang sangat terkenal itu bisa berada di rumah sakitnya, tepatnya di depan ruangan tempat Mega di operasi.
'Mungkinkah Alex dan Mega saling mengenal, atau yang membawa Mega ke rumah sakit Alex? Tapi, kenapa bisa Alex?' Mahendra belum tahu kalau Mega bekerja di perusahaan milik Alex karena dia tidak terlalu ikut campur kehidupan pribadi putrinya.
Mahendra memijit pelipisnya saat kepalanya terasa pening memikirkan hal yang belum tentu benar. Sekarang dia memilih untuk fokus kepada Mega.
Setelah cukup lama menunggu, seorang dokter keluar dari ruang operasi. Mahendra langsung bangkit dari kursinya, kemudian menanyakan keadaan Mega.
"Dokter, bagaimana keadaan putriku?" Nadanya terdengar sangat cemas. Dokter melihat tangan Mahendra saling meremas dan sedikit bergetar, bisa dibaca dari sana kalau pemilik rumah sakit itu benar-benar sangat mengkhawatirkan putrinya.
Mahendra jelas sangat khawatir karena kecelakaan kali ini adalah kecelakaan parah pertama yang dialami Mega sejak dia masih kecil.
"Operasi berjalan dengan lancar, Tuan. Sekarang Nona Mega akan dipindahkan ke ruang rawat inap," jelas dokter tersebut dengan sangat tenang dan ramah.
"Apa lukanya parah?" Mahendra masih tetap khawatir.
"Cukup parah. Namun, tidak sampai membuat otaknya cedera." Dokter itu ikut merasakan kesedihan Mahendra karena dia tahu betapa sayangnya Mahendra kepada Mega.
"Berapa lama dia akan pulih?"
"Umumnya pemulihan pasca operasi paling cepat berkisar delapan minggu. Tapi, jika melihat dari luka Nona Mega, saya berani memperkirakan empat minggu akan pulih." Penjelasan dokter sudah cukup membuat lega Mahendra.
"Bagaimana dengan efek samping setelah operasi?" Terus bertanya karena Mahendra ingin putrinya sembuh total.
"Kita bisa melihat setelah masa pemulihan, Tuan." Mahendra mengembuskan napas pelan, dia berharap tidak akan ada efek samping yang terjadi kepada putrinya.
Mega sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP dan dengan setia Mahendra menunggu di sana.
Hatinya sangat hancur melihat Mega yang terbaring lemah dengan kepala diperban. Setiap hari dia selalu melihat senyuman kebahagiaan di wajah cantik putrinya, tetapi sekarang dia merasa kehilangan.
"Kenapa kamu bisa kecelakaan, Nak? Papa tahu kamu selalu berhati-hati." Mahendra menggenggam tangan kiri Mega yang bebas dari infus kemudian mengecupnya.
Mega bisa mendengar suara papanya, perlahan dia membuka kelopak matanya sambil menyesuaikan dengan cahaya lampu yang sedikit menyilaukan mata. Mahendra belum tahu kalau Mega sadar karena laki-laki paruh baya itu sekarang sedang menangis pelan.
Mega tersenyum simpul, air mengalir dari sudut matanya karena merasa bersalah kepada Mahendra.
Andai saja Mega dulu percaya dengan semua yang Mahendra katakan tentang Dimas, mantan kekasihnya. Pasti semua ini tidak akan pernah terjadi.
"Papa," panggilnya lirih.
Mendengar suara Mega yang memanggilnya. Mahendra langsung mendongak dan senyuman pun terbit dari bibirnya. "Sayang, kau sudah sadar." Mahendra membantu Mega bersandar pada ranjang rumah sakit.
"Maaf, Pa." Mega menangis. Dia merasakan rasa sakit di kepalanya, tetapi dia hiraukan.
"Apa yang membuatmu bisa sampai kecelakaan?" Pertanyaan Mahendra tidak langsung mendapat jawaban.
Mega tidak ingin bercerita karena takut luka lama papanya akan kembali terbuka karena mengingat Sora. Namun, jika tidak bercerita pasti papanya akan mencaritahu semuanya sendiri.
"Dimas selingkuh sama Sora, Pa. Mega melihat dengan mata kepala sendiri ketika mereka sedang berhubungan badan." Mega menunduk, dia tidak berani menatap mata Mahendra.
Deg!
Mahendra mengepalkan tangannya kuat, amarahnya memuncak mendengar pengakuan Mega yang sangat mengejutkan. Bagaimana bisa Sora dengan tega mengkhianati anak kandungnya sendiri. Mahendra berpikir jika Sora sudah benar-benar gila.
"Kau tenang saja, Nak. Papa akan membalas mereka berkali-kali lipat." Mahendra mencium kening Mega. Sejak kecil dialah yang mengurus Mega karena dia bercerai dengan Sora ketika Mega berusia lima bulan.
"Tidak perlu, Pa! Aku sendiri yang akan membalas rasa sakit ini." Mega tersenyum sinis, luka di kepalanya akan menjadi pengingat hari di mana dia kehilangan cinta dan kepercayaan.
Mega bersumpah akan mendapatkan laki-laki yang jauh lebih unggul dari Dimas dalam segi apa pun. Dengan hal itu, dia yakin rasa sakitnya akan terbalas.
"Tunggu permainanku para pengkhianat."
Bersambung ...
Tiga bulan berlalu, banyak yang berubah dari sifat dan kepribadian Mega setelah dikhianati ibu dan kekasihnya sendiri. Sampai saat ini Mega belum mengetahui siapa pemilik nomor ponsel yang memberitahu dirinya tentang perselingkuhan Sora dan Dimas.Sambil melupakan dan mencaritahu siapa si pemilik nomor ponsel. Mega lebih memilih menyibukkan diri dengan berkerja di perusahaan milik Alex karena bosan jika terus diam di rumah, walau keadaannya belum sepenuhnya pulih."Kau tidak pulang, Mega?" tanya salah satu teman kantornya.Mega melihat jam di tangan kirinya, kemudian dia menggelengkan kepala pelan. "Aku masih banyak pekerjaan, kau pulang saja duluan!" ucapnya ramah."Jangan terlalu sering lembur karena kau masih dalam masa pemulihan pasca kecelakaan!" ucap temannya perhatian.Lagi-lagi Mega hanya tersenyum dan mengangguk.Jarum jam terus berputar,
"Sial!" teriak Mega ketika dugaannya benar.Ada orang yang mengikutinya dan sekarang si penguntit itu mengejarnya dengan sebuah mobil berwarna hitam."Siapa dia, kenapa mengikuti aku?" Mega bergumam gelisah. Jantungnya berdetak sangat cepat karena perasaan takut yang menguasainya. Dia hanya sendiri sekarang, jalanan sudah cukup sepi, kalau yang mengikutinya adalah orang yang memiliki buat jahat, maka dia tidak bisa menjamin akan selamat atau malah sekarat."Berpikir Mega! Berpikirlah yang benar!" Mega semakin takut, tangannya menggenggam erat kemudi mobil. Bayangan kejadian tiga bulan lalu melintas begitu saja di mana karena dia mengemudi dengan kecepatan tinggi mengalami kecelakaan yang cukup parah."Lupakan rasa takutmu, lebih baik kecelakaan lagi dan mati daripada mati di tangan orang lain." Mega telah memantapkan tekatnya. Dengan gerakan pasti kaki kanannya menekan pedal gas mobil dalam-dalam sehingga melaju lebih kencang. Sesekali dia m
Brug!"Arkh!" Dimas jatuh tersungkur kala orang yang menarik bajunya mendorong dengan sangat kasar.Perih rasanya ketika kulit telapak tangan berdarah karena kerikil kecil tajam menancap di sana."Sialan!" Dimas berteriak sambil menyeka ujung bibirnya yang terasa asin karena mengeluarkan darah segar, sedangkan Mega yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa melongo karena mengenali orang yang memukul Dimas."Tuan Kim." Mega menutup mulutnya yang terbuka karena tidak menyangka jika orang yang menolongnya adalah asisten dari sang bos yang telah menyusahkan dirinya walau tanpa tatap muka."Selamat malam, Nona." Kim mengangguk dan tersenyum manis. Namun, Mega tidak menyukainya karena Kim terlihat sangat menyeramkan sekarang.Kim kembali menarik kemeja Dimas dan memberikan satu pukulan lagi di sana. Wajahnya terlihat sangat menyeramkan sampai Dimas dan Mega harus menelan ludahnya kasar."Pergi sekarang dan jangan perna
"Oma tidak mau tahu, kalian harus menikah!" Wanita paruh baya itu berjalan mendekat dengan raut wajah yang sulit dimengerti artinya.Entah marah atau bahagia, yang jelas dia ingin pernikahan antara Alex dan wanita yang tidak ia ketahui namanya itu terlaksana. Wanita paruh baya itu masih menatap Alex dan Mega yang masih saling tumpang tindih di lantai."Whaaat?" Mega dan Alex terkejut dengan kehadiran wanita paruh baya itu yang sudah seperti hantu. Terutama Alex, jantungnya mendadak berdetak dengan sangat kencang karena dia yakin akan sulit menghadapi omanya itu."Apa kau memiliki riwayat sakit jantung, Tuan?" bisik Mega dengan suara yang sedikit serak sehingga terdengar sangat seksi di telinga Alex. Apalagi ketika napas hangat dari mulut Mega mengenai telinga Alex, membuat pria itu bergairah.Mega bertanya demikian karena dia bisa mendengar suara detak jantung Alex yang sangat cepat.
"Menunggu di rumah? Apa maksudnya?" Mendadak Mega menjadi linglung. "Iya, di rumah calon mertuamu. Maksud oma, kau akan memperkenalkan diri dengan papanya Alex nanti." Mata Mega sedikit melebar ketika mendengar perkataan oma. Mega langsung mengalihkan perhatiannya dari Alex. Wanita itu berjalan perlahan menghampiri oma, meraih kedua tangannya, dan mencoba meluruskan kesalahpahaman yang dibuat Alex dengan sengaja. "Nyonya, Anda salah paham. Aku benar-benar tidak memiliki hubungan apa-apa dengannya selain sebagai atasan dan bawahan," ucap sungguh-sungguh. Oma bingung, dia memerhatikan mata Mega untuk mencari kejujuran di sana. Namun, oma malah tidak bisa menilai arti tatapan Mega sekarang. "Tapi tadi Alex bilang kalau kau calon istrinya." Oma terlihat agak sedih dan itu membuat Mega merasa sangat bersalah. "Tapi pada kenyatannya aku memang hanya karyawan biasa di sini, Nyonya." Mega tetap menjelaskan yang sebenarnya. "Ah, k
Mega sadar sebelum mereka sampai di rumah sakit. Dia terlihat bingung ketika menyadari dirinya berada di dalam sebuah mobil asing dan hanya berdua saja dengan pria yang telah melibatkan dirinya ke dalam masalah besar. "Kau sudah sadar?" Suara Alex yang lembut dan penuh dengan kekhawatiran membuat Mega merinding. "Apa dia khawatir kepadaku?" gumamnya lirih seraya menahan sedikit perasaan kesal dalam hatinya. Mega memilih diam, dia malas menjawab pertanyaan pria yang membuat kepalanya terasa hampir pecah. Alex menoleh sebentar ke belakang karena pertanyaannya di abaikan. "Kau bisu?" sindirnya dengan nada tinggi. Mega masih bungkam, dia malah dengan sengaja mengalihkan pandangan ke luar kaca mobil. "Aku bertanya pada manusia, bukan patung." Alex membanting setir kemudi dengan kasar dan berhenti di pinggir jalan. "Aduh!" Mega memegang dahinya yang terbentur jok depan karena ulah Alex yang membaha
"Huh, wanita itu membuat aku membuang waktu sia-sia." Alex memijit pelipisnya. Dia tidak sadar kalau waktunya terbuang sia-sia bukan karena Mega, tetapi karena dirinya sendiri yang membuat masalah dengan wanita itu. 'Kalau dia membuang waktumu, kenapa kau masih mau mengurusnya?' batin Harun keheranan. "Tuan, aku sungguh penasaran dengan hubungan kalian." Harun bertanya, dia berharap pria di depannya itu akan khilaf saat menjawab nanti. "Menurutmu apa ikatan yang cocok untuk hubungan kami?" Alex tersenyum smirk, dia tidak akan terjebak dalam pertanyaan dokter muda itu. "Sepertinya kau menyukai wanita itu, tetapi tidak dengannya." Harun tertawa kecil setelah mengatakan pendapatnya. "Apa maksudmu?" Alex sedikit tersinggung. Berani sekali Harun mengatakan demikian, memangnya ada wanita yang mampu menolak pesonanya? Ada, wanita itu adalah Mega. Dia tidak akan mudah terpesona dengan tampang Alex yang bagi Mega sangat p
"Oma tidak akan berpikir seperti itu, aku sangat mengenalnya dan kau sudah menjelekkan omaku padahal kalian baru bertemu satu kali." Entah kenapa Alex merasa sangat tersinggung dengan pemikiran rendah Mega. "Tapi bisa saja beliau-" "Kau sedang menjelek-jelekkan omaku?" Alex membentak dan menyela. Dia mendadak murka, bahkan mengepalkan tangan dengan sangat kuat, otot-otot wajahnya menegang, garis-garis yang bergelombang terlihat samar di dahinya. Mega terkejut, dengan perasaan takut dia melihat wajah Alex. Sungguh, auranya saat ini benar-benar berhasil membuat Mega sangat ketakutan. Wanita itu bahkan tidak lagi berani menatap wajah tampan Alex. "Bu-bu-kan begitu—" Mega menggeleng, kenapa masalahnya jadi semakin rumit sekarang? Mega hanya mengutarakan apa yang ada di dalam pikirannya. Dia sama sekali tidak memiliki maksud untuk menjelek-jelekkan wanita paruh baya itu. Alex semakin murka, senyuman sinis penuh penghinaan dia berikan