Alex dan Mahesa saling menatap dalam diam, keduanya sama-sama keras kepala hingga waktu lima menit terbuang dengan sia-sia tanpa ada obrolan sama sekali.
"Katakan apa yang ingin Papa bicarakan sekarang!" Akhirnya Alex yang memulai percakapan.
"Papa tidak mau mendengar alasan apa pun darimu. Kau selalu menolak ketika dijodohkan, kali ini papa sudah menyerah, kau boleh menikah dengan siapa pun yang kau mau walau bukan dari keluarga kaya sekali pun, dengan syarat waktumu hanya tiga bulan dari sekarang." Mahesa menarik napas kasar, dia sudah sangat lelah terus menjodohkan Alex dengan anak dari rekan bisnisnya karena putranya itu punya banyak cara untuk menghindari perjodohan.
"Bagus, aku akan segera menikah dan jangan ikut campur tentang kehidupanku setelah aku menikah nanti!" Alex tersenyum sinis. Satu kalimat sederhana yang diucapkan dengan penuh penekanan itu sudah menjadi jawaban jika hubungan di antara mereka tidak akan pernah hangat seperti sebelumnya.
"Baiklah! Papa setuju dengan permintaanmu itu asal kau mau meneruskan keturunan keluarga kita." Mahesa menepuk bahu Alex dengan lembut, dia menaruh harapan besar kepada putranya.
Alex menepis tangan Mahesa, dia segera berdiri dari duduknya kemudian meninggalkan Mahesa tanpa mengucapkan satu patah kata pun.
Mahesa menetap punggung putranya yang telah jauh dari pandangan. Dia mengembuskan napas panjang lalu tersenyum simpul penuh kesedihan, dia tahu Alex tidak akan mudah memaafkan dirinya karena telah membuat wanita yang sangat Alex sayang dan cintai meninggal dunia.
Hubungan mereka memang sudah lama merenggang sejak mama Alex meninggal dunia karena kesalahan yang tidak sengaja dibuat Mahesa. Alex tidak pernah menaruh rasa benci kepada Mahesa, tetapi dia sangat kecewa karena laki-laki yang selama ini dia banggakan telah menggoreskan luka yang teramat dalam di hatinya.
Setelah keluar dari rumah papanya. Alex langsung pergi ke perusahaan bersama asisten sekaligus sekretaris pribadinya yang sudah menunggunya di depan gerbang rumah Mahesa.
"Membosankan," tutur Alex seraya menyandarkan tubuhnya di kursi mobil.
"Apa Tuan Besar membahas masalah pernikahan lagi?" Kim bertanya dengan sangat penasaran, dia sudah sangat hafal jika Alex datang ke rumah utama pasti yang dibahas adalah masalah pernikahan.
"Ya. Kim, di mana aku bisa mencari istri dalam waktu tiga bulan ke depan?" Alex melipat dua tangannya di depan dada seraya menatap ke arah luar kaca mobil.
Dia terlalu mudah menyanggupi syarat dari Mahesa padahal dia sama sekali tidak memiliki seorang kekasih.
Kim tersenyum samar, ternyata masalah tentang Alex sudah semakin rumit. Kim sendiri tahu jika Alex tidak pernah berbuat untuk menikah dengan wanita pun kecuali seorang wanita yang menghilang begitu saja delapan tahun yang lalu.
"Mudah bagi Anda untuk mendapatkan seorang istri. Tidak akan ada wanita yang menolak jika dilamar Anda." Kim menjawab dengan sangat percaya diri karena dia tahu dengan ketampanan dan kekayaan Alex pasti tuannya itu tidak akan kesulitan menaklukan wanita mana pun.
..........................................................................
"Apa kau tidak punya mata?" bentak Alex pada wanita cantik dengan rambut kuncir kuda yang menumpahkan cokelat panas di bajunya.
"Kau yang tidak punya mata, sudah tahu ada orang lain di sini tetapi kau tidak berhati-hati dan malah menabrakku." Mega balas membentak Alex sampai laki-laki itu terkesiap karena tidak menyangka akan dibentak oleh karyawannya.
"Tapi ini lift khusus," hardik Alex sangat marah.
"Lift yang biasanya rusak. Jadi, semua orang boleh menggunakan lift ini," balas Mega dengan sangat santai.
"Kau tidak kenal siapa aku?" Alex semakin geram dengan Mega.
"Tentu saja aku tahu, kau seorang laki-laki yang tidak tahu malu." Mega tersenyum sinis, dia segera keluar ketika terbuka di lantai lima.
Kim terus menahan tawa karena baru kali ini dia melihat ada wanita yang berani membentak Alex.
'Sangat menarik,' batinnya dengan simpul samar.
"Kim, cari tahu informasi yang lengkap dari wanita itu!" perintah Alex yang tertarik dengan Mega.
Tiga puluh menit kemudian Kim sudah membawa sebuah map yang berisi informasi tentang Mega.
Alex membacanya dengan teliti lalu seringai licik pun terbit di bibirnya.
Bersambung ...
"Apa isi kepalamu hanya membuat bayi?" dengan sedikit kesal Mega mendorong dada Alex sehingga pria itu menjauh dan tidak lagi menindihnya. "Daripada kau hanya tidur sampai malam, lebih baik melayaniku dan mendapat pahala," balas Alex yang kini sudah pindah posisi berbaring di sebelah sang istri seraya menarik wanita itu ke dalam pelukan. Dia juga mengecup dahi istrinya lama karena merasa sangat mencintai wanita yang diperkirakan sedang mengandung anaknya itu."Lebih baik pergi ke dokter daripada melayanimu yang tidak pernah tahu waktu. Aku juga ingin beristirahat karena kamu setiap hari selalu melakukan itu," balas Mega sedikit mendongak dan menatap mata suaminya yang juga sedang menatapnya hangat. "Kalau begitu, seperti yang aku katakan tadi silakan ganti bajumu dulu kalau benar-benar memilih untuk tetap pergi!" perintah Alex lirih kemudian mencubit hidung mancung istrinya sampai sedikit memerah ujungnya. "Baiklah, aku akan mengganti pakaianku dan kita pergi ke rumah sakit karena
"Kau sudah selesai berkemas, Sayang?" Alex yang baru saja masuk ke kamar mereka langsung memeluk Mega dari belakang, menyandarkan dagunya di bahu kanan Mega yang telanjang. "Kau cantik sekali, Sayang." Alex menatap wajah cantik Mega dari pantulan cermin di depan mereka."Sudah selesai dari tadi. Kau dari mana tadi?" tanyanya lembut, walau menahan rasa kesal karena ditinggal suaminya keluar kamar tanpa diberitahu."Membicarakan masalah pekerjaan dengan papaku. Kau tahu kan kalau aku ini orang yang sibuk?" Alex mengecup leher Mega dan meninggalkan tanda merah di sana, tidak hanya satu, tetapi ada beberapa."Apa yang kau lakukan?" kesal Mega ketika melihat lehernya merah karena ulah suaminya. Dia akan sangat malu kalau sampai orang lain melihat tanda merah itu."Memberi tanda kepemilikan." Alex tersenyum manis tanpa merasa bersalah sama sekali. Dia sengaja melakukan itu dengan harapan Mega mengganti pakaiannya yang sekarang."Orang lain juga tahu kala
"Suapi aku!" pinta Mega dengan sangat manja. Dia menatap Alex dengan ekspresi wajah yang imut sehingga membuat Alex sangat gemas dengannya."Baiklah, tapi sebelum itu kau harus membasuh wajahmu dulu karena kau baru bangun tidur. Ya, walau tidurmu hanya sebentar!" perintah Alex yang dibalas anggukan oleh Mega.Alex kemudian membantu Mega berdiri dan mengantar wanita itu ke kamar mandi yang tidak jauh dari dapur. "Apa kau mencintaiku?" tanya Mega sebelum dia membasuh wajahnya."Kenapa kau bertanya tentang hal itu?" Alex menatap mata istrinya lekat, dia tidak ingin menjawabnya."Jawab saja pertanyaanku, Hubby!" desak Mega yang dibalas gelengan suaminya. "Kenapa tidak mau menjawabnya?" Mega mengerucutkan bibirnya kesal."Basuh saja wajahmu sekarang dan tidak usah banyak bertanya!" ucap Alex dengan nada datar.Dengan menahan perasaan kesal Mega langsung membasuh w
"Oh, Hubby ... kenapa kau terlihat sangat tampan jika sedang fokus seperti ini." Mega beranjak berdiri kemudian memeluk suaminya dari belakang. Rasanya dia tidak ingin melepaskan pelukannya dan ingin terus bertahan dalam posisi itu."Aku memang selalu tampan di setiap waktu, Sayang. Apa kau baru menyadarinya sekarang?" Alex terkekeh dengan rasa bangga. Entah kenapa dia merasa sangat senang dipuji istrinya sendiri."Aku rasa tidak karena dulu kau tidak setampan ini." Mega menempelkan pipinya di punggung lebar sang suami. Hangat dan nyaman rasanya."Dulu kau pasti rabun," ledek Alex seraya mencubit tangan istrinya pelan."Kau yang rabun atau mungkin kaca di rumahmu yang rusak." Mega tidak mau diejek."Yang rusak mungkin kaca yang kau pakai, Sayang. Semua barang di rumahku itu mahal dan berkualitas bagus. Jadi, tidak mungkin kalau rusak." Alex membela diri, dia sangat percaya diri dan sedikit sombong."Terserah kau saja, aku m
"Kau bilang sikapku seperti seperti wanita hamil? Apa alasannya?" Mega menatap suaminya lekat. "Coba kau pikir, selama beberapa hari ini aku selalu mual-mual padahal tidak sedang sakit-""Iya, tetapi kita kan belum tahu kau memang tidak sakit atau sakit tapi kau tidak tahu," potong Mega langsung membantah ucapan suaminya."Dengarkan dulu sampai aku selesai bicara!" pinta Alex dengan nada rendah dan lembut. Dia sebenarnya tidak suka jika seseorang memotong ucapannya dengan sengaja."Baiklah ... ayo kita keluar dari sini dan duduk!" Mega berjalan keluar dari kamar mandi kemudian duduk di tepi ranjang kamar mereka.Alex memilih untuk berlutut di depan istrinya. Dia lebih nyaman bicara dengan posisi itu karena bisa langsung menatap wajah istrinya dari depan."Dengar dan jangan potong ucapanku, oke!"Mega mengangguk, dia menatap suaminya lagi dan kali ini dia diam sesuai permintaan suaminya.
"Setiap pagi kau selalu seperti ini, apa sekarang perutmu sudah merasa baik?" tanya Mega sembari memijit tengkuk leher suaminya. Sebagai seorang istri dia sangat tidak tega dan khawatir melihat suaminya selalu mual dan muntah setiap pagi.Alex hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Wajahnya yang tampan kini terlihat sangat pucat, tetapi dia masih bersikap baik-baik saja karena tidak ingin membuat Mega khawatir."Sebaiknya kita pergi periksa ke dokter, Sayang. Aku takut lambung-mu bermasalah," usulnya penuh perhatian."Tidak perlu, aku baik-baik saja." Alex berkumur sampai mulutnya bersih. Dia terlalu malas jika harus pergi ke rumah sakit hanya karena mual biasa."Baik-baik saja itu menurutmu. Ku mohon kau menurut saja padaku karena aku sangat takut jika kau sakit." Mega menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca."Aku tidak apa-apa, ini hanya mual biasa. Lagipula nanti siang juga akan sembuh sendiri." Alex meme
'Rasakan ini, bisa-bisanya kau masih memikirkan tentang tubuhku!' gerutu Mega dalam hati. "Akh ... Sayang!" Alex berteriak karena dia mendapat hadiah cubitan kecil dari Mega. "Iya, kenapa kau memanggilku?" Mega tersenyum simpul penuh kemenangan. Baru dicubit saja sudah berteriak, bagaimana kalau digigit coba. "Alex, kau kenapa berteriak?" tanya Oma yang terkejut karenanya. Dia menatap Alex khawatir dan penasaran. "Iya, kau kenapa?" sahut Mahendra dan Mahesa bersamaan. Keduanya menghentikan makan tatapan mereka langsung tertuju ke arah Alex. "Tidak apa-apa, tadi hanya ada serangga kecil yang mencubit pinggang ku. Jadi, aku mengadu kepada Mega," jawab Alex seraya melirik Mega yang melotot padanya. Alex tahu istrinya pasti tidak diterima disamakan dengan serangga. Namun, itu tidak masalah karena wajah kesal istrinya sangat menghibur. "Oma kira ada apa, kau sudah membuat omamu ini khawatir. Lain kali jangan begini lagi, ya!"
Rasanya ... sedikit asin karena tercampur dengan air mata wanita itu. Namun, sama sekali tidak mengurangi kenikmatannya.Mega memejamkan matanya menikmati ciuman Alex yang lembut seperti tidak ada nafsu di dalamnya."Duduk di sini dan jangan turun kalau bukan aku yang menyuruhmu!" pinta Alex setelah mereka menyelesaikan ciumannya.Alex membawa Mega duduk di pangkuannya, sedangkan dirinya duduk di kursi kerjanya. Alex tidak akan keberatan mengetik file ke laptop walau di depannya terhalang Mega."Kakimu akan pegal nanti, apa itu tidak apa-apa?" tanya Mega lirih dengan suaranya yang serak."Tidak! Karena aku akan meminta ciuman setiap lima menit sekali. Rasanya lebih menyenangkan bekerja dengan istri sendiri." Alex mengedipkan sebelah matanya dengan nakal.Mega tersenyum malu, dia awalnya berpikir jika suaminya akan marah besar dan meninggalkannya seperti dulu. Namun, ternyata Alex masih mau memaafkan dirinya.Mega berjanji akan menjadi
"Alex, aku ti-" Mega ingin menjelaskan jika dirinya tidak menyamakan Alex dengan si brengsek Dimas."Diam!" bentak Alex dengan emosi bergejolak dalam dirinya.Mega tersentak hingga dia hanya bisa menundukkan kepala seraya meremas jari tangannya. Matanya pun telah memerah dan berkaca-kaca.Alex sudah marah dan dia tahu itu, akan sangat berbahaya jika dia terus memancing emosi pria itu walau tidak disengaja.Tanpa Mega sadari, butiran air bening menetes di pipinya yang halus dan sedikit berisi. Tidak ada niat sedikitpun dalam hatinya untuk mengusap air mata itu."Kenapa kau malah menangis?" Melihat air mata di pipi Mega membuat Alex merasa iba.Apa dia terlalu kasar pada istrinya tadi. Namun, dia berpikir ulang jika wajah dia marah, suami mana yang tidak akan marah ketika istrinya sendiri meragukan dirinya. Menyamakan dia dengan pria brengsek lain yang juga tidak disukainya.Mega tidak menjawab dan masih be