"Ternyata kau memang masih mencintainya ya, Mega. Kau bahkan rela menangis dan menahan diriku agar tidak membunuh pria sialan itu." Alex menyeringai, dia semakin marah dan cemburu dengan Dimas.
"Ti-tidak, aku ti ... dak men-mencintainya." Mega menggeleng, masih tetap memeluk Alex dengan erat.
"Tidak salah yang kau maksud?" sindir Alex dengan nada sinis. Pria itu melepaskan pelukan Mega dengan sedikit kasar, dia merasa sangat kecewa kepada wanita itu karena telah menahannya untuk tidak membunuh Dimas.
"Cukup Alex, aku sudah menjawab pertanyaan yang kau tanyakan dengan jujur. Kenapa kau tidak percaya padaku?" Mega bicara dalam satu tarikan napas, walau suaranya agak serak karena efek tangisannya. Dia menatap sendu mata pria itu, pria yang telah mengambil kehormatannya dan membuat hidupnya menjadi sedikit rumit.
"Kalau begitu biarkan aku membunuh pria kurang ajar itu!" Alex berjongkok, meraih kemeja yang Dimas pakai dan bersiap melampiaskan
Mahendra terlihat sibuk memeriksa dokumen-dokumen penting rumah sakit miliknya. Samar-samar dia mendengar suara ketukan pintu dan suara seorang wanita yang sangat tidak asing di telinganya. Mahendra pun menyuruh si pengetuk pintu untuk masuk."Suster Ana. Apa apa?" tanya Mahendra kepada suster rumah sakit miliknya."Selamat pagi, Tuan. Maaf menganggu waktu, Anda. Seseorang ingin bertemu dan saat ini sedang menunggu di bawah.""Siapa?" Mahendra penasaran, tidak biasanya ada orang yang mau bertemu dengannya secara langsung seperti sekarang."Tuan Mahesa." Suster itu bicara dengan kepala menunduk, tidak berani menatap Mahendra karena itu dianggap sangat tidak sopan."Mahesa?" Mahendra mengerutkan dahi karena merasa tidak asing dengan nama itu. "Suruh dia masuk ke sini!" perintahnya kepada suster tersebut."Baik, Tuan. Saya permisi undur diri." Suster itu langsung meninggalkan ruangan Mahendra, tidak lama setelah suster itu pergi. Pintu ru
"Otakku berada di kepala, Pa," jawab Mega dengan sesenggukan. Mahendra dan Mahesa yang mendengar itu malah ingin tertawa, tetapi mereka tahan."Astaga, putriku kenapa malah menjawab dengan kalimat polos begitu?" Mahendra tetap masih marah walau sedikit terganggu karena jawaban putrinya.Air mata masih keluar dari netra tua Mahendra, melihat sang papa menangis membuat hati Mega ikut sesak. Dia menakan dadanya kuat-kuat setelah menyadari jika sudah membuat kesalahan besar yang mungkin akan sulit untuk dimaafkan sanga papa.Amarah Mahendra yang semakin meluap layaknya air dari sungai yang dangkal karena tidak ada lagi tempat untuk menampung, membuat hati Mega sedih luar biasa karena ini adalah pertama kalinya sang papa sangat marah dan kecewa dengannya. Bayangkan saja, orang-tua mana yang tidak akan marah ketika tahu putrinya merusak masa depannya sendiri dengan perbuatan yang berdosa.Mega masih meringis menahan rasa sakit pada pipinya. Namun, dia tidak men
"Apa kau membenci Tuan Alex?" Kim menebak. Sedikit banyak dia tahu masalah antara Mega dan Alex. Namun, selama ini dia menjaga diri untuk tidak terlalu ikut campur."Wanita mana yang tidak akan membenci pria yang sengaja meninggalkan dirinya setelah mahkotanya diambil?" Jawaban Mega lebih tepat sebagai keluhan.Kim paham, semua wanita pasti akan membenci pria yang seperti itu. Sekarang dia bisa memaklumi kenapa Mega membenci Alex. Namun, jika salah satu di antara mereka ingin memperbaiki hubungan yang hancur, tidak ada salahnya, bukan?Kim sekarang menjadi bingung, dia tidak tahu harus melalukan apa, di satu sisi dia merasa iba, sementara di sisi lain dia takut jika gagal membawa Mega bertemu dengan Alex. Kim benar-benar gusar dengan keputusan apa yang harus dirinya ambil."Tuan Kim, kau tidak akan membawaku bertemu dengannya, 'kan?" Mega menatap Kim dengan tatapan puppy eyes-nya. Dia juga meraih kedua tangan pria itu, kemudian menggenggamnya dengan
"Apa yang membuat mereka memilih bunuh diri seperti itu? Haishhh! Dasar wanita bodoh, dia pikir mati akan menyelesaikan masalah?" Alex menggelengkan kepala, menatap sinis mayat wanita yang tidak dikenalnya itu.Ketika mayat wanita itu dievakuasi dan Alex merasa cukup puas melihat mayat wanita itu. Dia langsung masuk ke dalam hotel dan dia pun langsung bertanya kepada pegawai resepsionis di kamar berapa Mega menginap."Selamat siang, maaf saya mau tanya. Wanita bernama Mega menginap di kamar nomor berapa ya?" tanyanya dengan tidak sabar, dia tidak mau kehilangan jejak wanita itu. Pegawai hotel itu langsung melihat daftar pengunjung hotel."Maaf, Tuan. Nama yang Anda maksud sudah meninggalkan hotel kami satu jam yang lalu." Pegawai itu tersenyum ramah, tetapi berbeda dengan ekspresi Alex yang kecewa."Satu jam yang lalu?" Alex mengulang jawaban pegawai hotel untuk memastikan jika pendengarannya tidak salah."Iya, Tuan." Kembali pega
"Papa tidak perlu meminta maaf kepadaku. Semua yang terjadi adalah karena kesalahan yang aku buat sendiri. Sekali lagi maafkan aku karena telah membuat papa khawatir dan marah." Mega semakin menenggelamkan diri dalam dekapan hangat Mahendra.Mahandra hanya mengangguk, dia mengusap kepala putrinya penuh kasih sayang. Sesekali Mahendra mencium puncak kepala putrinya itu dengan penuh cinta."Apa kalian tidak mau mempersilakan aku masuk ke dalam rumah kalian?" tanya pria tampan yang mengantar Mega pulang. Pria itu menatap Mega dan Mahendra yang masih saling memeluk dan mengabaikan kehadirannya.Pertanyaan pria tampan itu membuat Mahendra langsung melepaskan Mega dari pelukannya."Kau siapa?" Mahendra menatap tajam pria tampan itu. "Kenapa putriku bisa bersama denganmu?" tanyanya tidak ramah seraya berjalan mendekati pria itu."Perkenalkan, Om. Saya William, senior Mega ketika kuliah dulu." Pria itu tersenyum dengan sangat ramah.'Apa? Jadi dia W
Di ruang keluarga, William merasa canggung karena ditinggal hanya berdua dengan Mahesa, dia beberapa kali mencuri pandang ke arah pria paruh baya itu seakan dirinya ingin bertanya kepada pria itu tentang hubungan Alex dan Mega.Mahesa yang memergoki William sedang menatapnya, dia langsung bertanya kepada pemuda itu. "Kenapa kau menatapku?" tanyanya ramah, "apa kau ingin bertanya sesuatu padaku?"'Oh shit! Ternyata dia memergoki aku.' William menggaruk leher belakangnya. Pertanyaan Mahesa membuat dia terkejut dan terpaksa tersenyum canggung seraya mengangguk malu-malu. "Memangnya saya boleh bertanya?" tanyanya lirih."Tanyakan saja! Memang kau mau bertanya apa?" Suara Mahesa yang bersahabat membuat William merasa sedikit lega, dia pikir pria tua itu tidak menyukai kehadiran dirinya."Jika saya tidak salah dengar, Anda tadi meminta maaf kepada Mega untuk mewakili putramu yang telah melukainya, 'kan?" Langsung bertanya ke inti karena William tidak ingin basa
Alex tersungkur karena tendangan Mega yang bertenaga. "Dasar pelacur!" Alex reflek berteriak, dia memegang kejantanannya yang berdenyut sangat nyeri. Plak! Kepala Alex langsung menghadap ke kanan ketika tamparan yang sangat keras itu mendarat di pipi kirinya. Dia merasakan sudut bibirnya terluka sampai mengeluarkan darah segar. Alex mengusap darah di sudut bibirnya dengan kasar, kemudian dia tatap jempol yang yang dia gunakan untuk mengusap darahnya sambil tersenyum menyeringai. "Jaga bicaramu, atau aku akan membuat semua gigimu patah!" teriak Mega penuh amarah. Hatinya seperti ditusuk ribuan jarum ketika dikatai sebagai seorang pelacur. "Kau memang pantas disebut sebagai pelacur karena sekarang kau semakin liar," ucap Alex sinis. Dia meludah darah, kemudian segera bangkit dan berdiri. "Aku bukan wanita seperti itu, jaga bicaramu!" bentak Mega dengan dada naik turun karena napas yang memburu, matanya berkilat merah penuh amarah karena tidak terima dis
"Tunggu, Mega!" Alex menahan tangan wanita itu dan memaksanya berhenti. Dia tidak akan memberikan kesempatan kepada Mega untuk meninggalkannya."Apa lagi?" Mega membalikkan tubuhnya, sehingga dia sekarang menghadap ke arah Alex yang masih duduk di kursinya. Sementara itu, pergelangan tangan kanannya masih digenggam Alex."Aku serius ingin menikah denganmu," ucap Alex yakin. Dia menatap mata indah wanita itu dengan penuh harap."Maaf, kau tidak pantas menikah denganku!" sinis Mega. Dia tidak akan mudah memberi Alex kesempatan untuk melakukannya."Kenapa tidak pantas, aku yang sudah mengambil keperawanan milikmu. Memang ada pria lain yang mau menerima bekas orang?" tanya Alex penasaran. Hatinya sedikit tidak terima dan terluka karena penolakan terang-terangan dari wanita yang sudah tiga kali dia tiduri.Andaikan saja wanita itu hamil, pasti akan mempermudah jalannya untuk menikahi wanita itu, tetapi sangat disayangkan karena cerita