April dan keluarganya beserta Andrew sedang berkumpul di ruang tamu saat Alan dan Emily datang. April dan Zac sangat terkejut begitu mengetahui bahwa Emily adalah orang yang dimaksud Andrew untuk menjaganya.
“Bukankah dia wanita dan anak kecil yang memanggil Alan dengan sebutan daddy? Kalau dia sepupu Andrew itu artinya dia juga sepupu Alan, berarti selama ini... lalu kenapa anaknya memanggil Alan dengan sebutan daddy?” gumam April bertanya tanya pada batinnya sendiri.“Jadi benar Emily sepupu Andrew adalah Lily, dan Alan... berarti juga sepupunya. Lalu siapa anak kecil ini, apa dia anakku? Atau Lily sudah punya suami?” gumam Zac pada batinnya.April dan Zac tidak berhenti menatap terkejut dengan kehadiran Emily dan Alan. Begitu pun dengan Emily, ia tidak menyangka bahwa Zac adalah kakak April. Dan ia akan bekerja di rumahnya bersama Miquel, itu artinya mereka akan bertemu setiap hari. Ingin rasanya Emily lari dan pergi dari hadapan mereka, namun ia tidak bisa melakukApril hanya bisa meneteskan air mata, ingin rasanya ia kembali pada Alan dan meminta maaf atas semua kesalah pahaman di antara mereka. Namun ia tidak bisa menyakiti keluarganya terutama papinya, batinnya seolah menjerit meminta Alan untuk membebaskannya dari semua perjodohan ini.“Hey, kamu menangis?” tanya Alan seraya mengusap air mata di pipi April, “Ada apa?” tanyanya lagi dengan lembut.April hanya menggeleng, namun air matanya tidak dapat ia bendung lagi. Ia semakin menangis sesenggukan hingga Andrew datang dan mengira Alan telah menyakiti tunangannya.“Apa yang kamu lakukan pada April? Kenapa dia menangis Alan!?” tanya Andrew setengah membentak.“Aku tidak...” Belum sempat Alan menjelaskan, April menyuruhnya pergi.“Aku tidak apa-apa. Sebaiknya kamu pergi Alan,” usir April dengan memalingkan wajahnya.“Tapi Pril, aku belum selesai bicara,” tolak Alan.“Kamu dengar kan apa kata April, segera pergi dari sini!” bentak Andrew, lalu Alan pun menga
Setelah berkonsultasi dengan dokter, terapi pun di mulai. Dengan di bantu oleh suster April mulai berdiri dari kursi rodanya. Kakinya sekarang sudah tak sesakit saat pertama kali ia terapi, perlahan ia mulai berjalan dengan berpegangan pada tangan suster. Sedangkan Alan berada di sisi kirinya, karena April tidak mau di bantu olehnya.Beberapa langkah berjalan April mulai bisa menyeimbangkan tubuhnya, ia meminta suster untuk melepas pegangannya. Perlahan suster pun menuruti untuk melepas pegangan tangan April, dan ia pun mulai berjalan sendiri.Selangkah...Dua langkah...Berjalan dengan perlahan, namun di langkah ke tiga tubuhnya oleng ke kiri dengan sigap Alan menangkapnya sehingga April tidak sampai terjatuh.April dan Alan saling bertatapan beberapa saat.Dug... dug... dug...Bunyi irama jantung keduanya seakan bersahutan, menyampaikan getaran cinta yang saling mereka tutupi. Alan merindukan saat seperti ini, begitu pun April. Namun egonya masih
Merasa tidak dibutuhkan lagi kehadirannya Alan pamit untuk pulang, “Aku pulang dulu ya, besok aku jemput lagi untuk terapi.”“Iya Alan, terima kasih ya. Kamu hati-hati di jalan,” pesan April.“Emmm..., aku rasa besok kamu tidak perlu mengantar April. Biar aku saja,” sela Andrew.“Tapi Andrew, kalau tiba-tiba klien kamu telepon lagi bagaimana?”“Sweety, aku kan sudah janji sama kamu. Besok pagi aku antar ya, kamu bisa pulang sekarang Alan,” usir Andrew sambil mencium kening April menunjukkan kepemilikannya di sana.Alan merasa tidak tahan melihat mereka dan ingin segera pergi dari kamar April, “Baiklah,” sahut Alan singkat lalu berjalan keluar kamar April.“Kamu sudah makan? Minum obat? Bagaimana tadi terapinya, lancar?” cecar Andrew tidak sabar.“Aku harus jawab yang mana dulu?” sahut April sedikit kesal.“Hehe iya maaf sweety,” ujar Andrew seraya membenarkan posisi duduknya, “Silakan kamu jawab satu persatu ya,” lanjutnya.“Iya, aku suda
Sore harinya setelah pulang dari terapi, April menemani Miquel yang sedang bermain sepeda di taman depan rumahnya. April tengah sibuk membaca buku dengan duduk di kursi taman, sambil sesekali ia melihat ke arah Miquel untuk mengawasinya dari kejauhan.Karena tidak memperhatikan ada batu di depannya akhirnya sepeda Miquel oleng dan ia pun terjatuh. BRAAAK!!April menoleh ke sumber suara tersebut dan mendapati Miquel sudah terjatuh dan menangis memegangi lututnya yang berdarah karena terbentur oleh batu. Bagai sebuah keajaiban, refleks April segera berlari menghampiri Miquel untuk segera menolongnya. Lalu ia menggendong anak itu dan membawanya dalam pelukan untuk menenangkannya.Zac, Pak Arsene dan Emily yang mendengar suara orang jatuh lalu berhamburan keluar rumah dan mendapati April yang sudah bisa berdiri dan berjalan tanpa bantuan tongkat.“April...,” panggil Zac dan Pak Arsene serempak, membuat April menoleh ke sumber suara tersebut.Lalu mereka di
“Baiklah kalau begitu, apa kamu sanggup Zac?” tanya Pak Arsene penuh harap.Zac mengangguk, “Aku akan berusaha sebisa mungkin dan terus belajar pi, aku juga sudah meninggalkan dunia keartisan untuk bisa menjalankan bisnis keluarga kita,” jawabnya penuh keyakinan membuat Pak Arsene tersenyum lalu mengangguk tanda setuju.“Kamu mau membuka bisnis apa sayang?” tanya Pak Arsene kini beralih pada putrinya.“Kalau papi izinkan, aku mau membuka butik dan memulai bisnis desain apa boleh pi?”“Apa kamu akan senang menjalaninya sayang? Kalau itu memang membuat kamu senang papi tidak mungkin akan melarang, lakukan hal yang membuat kamu bahagia ya,” ujar Pak Arsene tersenyum.April memeluk papinya, “Terima kasih ya pi, sudah selalu mengerti yang aku mau,” ujarnya, “Andai papi juga setuju dengan lelaki pilihanku, tapi nyatanya tidak seperti keinginan hatiku,” batinnya seraya melirik ke arah Andrew.Semuanya turut berbahagia dengan rencana yang akan di jalani oleh Ap
Miquel sedang berlarian di ruang tamu, lalu tanpa sengaja tubuh mungilnya menabrak Pak Arsene yang lewat di depannya.“Maaf.. maaf, Miq tidak sengaja,” lirih Miquel dengan menunduk takut dimarahi oleh Pak Arsene.Pak Arsene berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Miquel, lalu ia meraih dagu anak itu agar menatapnya, “It’s oke sayang, kamu tidak perlu takut pada kakek ya,” ujarnya lembut.“Kakek?” tanya Miquel mengernyitkan keningnya.“Iya sayang, kamu boleh panggil aku kakek. Anggap saja aku ini kakekmu ya,” sahut Pak Arsene dengan tersenyum.“Boleh Miq peluk kakek?” tanya Miquel hati-hati.“Tentu saja,” jawab Pak Arsene tersenyum ramah lalu merentangkan tangannya, kemudian Miquel memeluknya.“Terima kasih kakek,” ujar Miquel tersenyum senang dalam pelukan Pak Arsene yang memang kakek kandungnya.“Kenapa hatiku terasa nyaman saat memeluk anak ini ya, dia seperti Zac saat masih kecil. Apa mungkin... ah tidak mungkin, sepertinya ini hanya p
Luna mulai memijat dengan memutar jarinya di sekitar pelipis Andrew, ia melakukannya dengan gerakan yang sangat lembut namun bisa membuat bosnya itu memejamkan mata karena kenikmatan pijatan yang di berikan Luna.Tak terasa lima belas menit berlalu, Andrew sudah tertidur lelap dengan posisi duduk di sofa. Luna memandangi wajah lelaki yang sudah satu bulan ini ia temui hampir setiap hari yaitu bosnya, Andrew.“Kalau di perhatikan lebih dekat seperti ini, tampan juga dia. Sangat tampan malah,” batin Luna tersenyum seraya mengagumi wajah tampan pria di hadapannya.*Jam makan siang telah usai, seorang wanita berkaca mata hitam dengan rambut pendek sebahu memasuki “Aprilia’s Boutique”. Para karyawan butik menyambutnya dengan senyuman ramah dan pelayanan mereka sebaik mungkin.“Selamat siang Ibu, selamat datang di Aprilia’s Boutique. Ada yang bisa kami bantu?” tanya Bila, seorang karyawan April dengan sopan.Wanita itu melepas kaca mata hitam yang bertengger
“Apa kamu mau bertemu dengan Alan?” tawar Clara seakan paham dengan yang ada di pikiran sahabatnya.“Apa kamu bisa mengantarku?”“Tentu saja, kebetulan aku juga akan mengunjungi Dafa calon suamiku. Biasanya jam sekian mereka masih di kantor,” sahut Clara melirik jam di pergelangan tangannya.“Baiklah, tolong antarkan aku ke sana,” pinta April segera menutup laptopnya dan mengambil tasnya, lalu beranjak meninggalkan ruangannya bersama Clara.*Tak butuh waktu lama untuk sampai di tempat yang Clara maksud, yaitu kantor Alan dan Dafa yang diberi nama “AD93 CORPORATION”. Segera Clara mengantar April ke ruangan Alan yang berada di lantai 2.Tok.. tok... tok...“Ya masuk,” seru Alan dari dalam ruangannya.Clara membuka pintu ruangan Alan, “Hai Alan, sedang sibuk?” tanyanya dengan menyeringai.“Oh hai Ra, tidak juga. Silakan masuk, Dafa sedang keluar sebentar lagi juga kembali. Tunggu saja disini,” tawar Alan.Clara masih berdiri di ambang