"Bukan saya tidak tahu balas Budi, tapi mohon maaf untuk saat ini saya tidak bisa bicara masalah pribadi," papar Berlian. Bu Shafira mengerti, ia tak bisa memaksa seseorang untuk bicara. Walau dirinya sangat menyukai Berlian dan ingin sekali menjadikannya menantu. Usianya mungkin sama dengan anak kandung yang entah di mana keberadaannya."Maafkan saya, Berliana. Mungkin saya terlalu antusias," ujar Bu Shafira. "Tidak apa-apa, Bu. Saya paham dan mengerti." Berlian masih duduk di kursi ruangan Shafira, ia melirik ke sekelilingnya ruangan itu. Suasana adem juga sangat nyaman pastinya berada di tempat itu berlama-lama pikirnya."Boleh saya kembali ke ruangan, Bu?" tanya Berlian. "Oh, silakan."Berlian bangkit dan pamit pada Bu Shafira. Ia melangkah meninggalkan ruangan itu. Sementara,, Bu Shafira terus memperhatikan Berlian sampai menghilang di balik pintu."Kenapa dengan anak itu, ya? Rasanya ingin selalu dekat dengan dia. Andai saja Anita anakku ada di sini, mungkin usianya akan sama
"Aku tidak peduli dengan skandal apa pun," ujar Jonathan."Kamu kenapa sih, sekali saja mendengarkan aku. Ini bukan hal mudah, apa Berlian memiliki akta kelahiran Cinta?" Pertanyaan Rara membuat Jonatan kembali berpikir jika Cinta sudah pasti tidak memiliki akta kelahiran karena dia lahir di luar nikah. Namun, jika Berlian sempat menikah mungkin akta kelahiran itu akan ada. Jonathan pun mundur dan menemui Nenek Lastri. "Nek, maaf sebelumnya. Apa Cinta memiliki akta kelahiran?" tanya Jonatan langsung."Akta kelahiran?" "Iya, Nek. Punya enggak?" "Nenek kurang tahu. Sebab baru bertemu Berlian lagi. Lebih baik Pak Jo tanya langsung saja," ujar sang nenek."Baik, Nek. Sepertinya kita tidak jadi mendaftar hari ini karena aku harus memastikan dulu apa Cinta memiliki Akta kelahiran atau tidak." Jonathan merasa tidak enak dengan Nenek Lastri, tapi wanita itu memahaminya. Jonatan kembali menemui Cinta dan menjelaskan akan kembali mendaftar setelah berkasnya sudah selesai. "Ka, aku pulang
"Kenapa sih, Pak. Kadang baik, ngeselin, kadang juga kaya orang yang memilki kepribadian ganda tahu enggak?" Jonathan kembali tertawa, lalu ia pun meminta Berlian masuk mobil untuk lebih leluasa mereka berbicara. Ia takut ada paparazi yang memotretnya dan membuat berita tak layak di publik."Aku ke sini hanya mau menjemput kamu, tadi kan aku mau mendaftar sekolah untuk Cinta. Tapi, aku lupa tanya sama kamu tentang akta lahir Cinta. Apa ada?" Jonathan langsung pada poin yang sebenarnya."Akta lahir Cinta?" "Iya akta lahir Cinta, masa akta lahir kamu," ujar Jonathan santai.Berlian terdiam sesaat, bagaimana bisa ia memiliki akta lahir kalau dirinya saja belum menikah. Cinta pun bisa bersekolah karena di tempat lama ia sudah meminta keringanan tentang Akta lahir. "Oh, iya. Akta itu hilang dulu," ujar Berlian berdusta. "Hilang?" tanya Jonathan dengan mengangkat satu alisnya.Berlian mencoba mengalihkan pembicaraan, tapi tetap saja Jonathan membahas akta lahir itu. "Pak Jo, kita pulan
"Mau." Senyum polos terpancar di bibir anak semata wayang Jonathan. Perbincangan itu berhasil membuat Berlian tambah geram. Saat ini Jonathan sedang memanfaatkan Cinta untuk membujuknya menikah. Nenek Lastri pun tersenyum melihat ayah dan anak itu berbincang. Apalagi dia senang saat Jonathan ingin menikah dengan cucunya."Pak, pulang saja. Jangan ngaco deh, nanti Cinta menganggap omongan Pak Jo benar. Lagi pula, aduh saya tidak senang ingin membahas pernikahan." Berlian menarik tangan Jonatan untuk ke luar kontrakannya.Namun, Cinta menahannya. "Ma, jangan kasar. Om Jo ke sini kan buat aku, bukan buat Mama." Sontak Berlian terkesiap mendengar pintarnya sang putri bicara. "Nah, iya. Om Jo ke sini kan buat ketemu Cinta." Jonathan kembali merasa senang membuat wajah Berlian masam sejak tadi."Tapi Cinta, sama ibu RT tidak boleh ada tamu laki-laki lama datang ke rumah," ujar Berlian menjelaskan."Kamu bisa bilang kalau aku ini tunangan atau calon suami. Enggak masalah kan nanti jadinya
"Ma, ayo jawab," tuntut Cinta.Putri kecilnya yang terbangun saat itu kini berada di hadapannya meminta jawaban pasti. Kerinduannya pada sosok ayah tidak akan bisa terbendung saat itu. Melihat beberapa teman sekolah dulu bercerita tentang ayah mereka, membuat Cinta iri dan ingin memiliki sosok pria seperri yang di ceritakan temannya."Cinta Sayang, sudah malam. Kamu tidur ya, nanti sakit." Berlian mencoba mengalihkan pembicaraan, hanya saja sang anak tetap kekeh menunggu jawabannya.Berlian merasa sifat keras kepalanya Cinta sangat menurun dari Jonathan. Pria itu sejak tadi pun kekeh memintanya untuk menikah hanya dengan alasan akta lahir. Harusnya hal mudah tidak menjadi sulit apalagi ia memiliki banyak uang dan bisa membayar untuk membuat akta lahir Cinta tanpa harus menikah dengannya."Ma, janji dulu." "Sayang, mama enggak bisa menjanjikan apa pun. Lagi pula kamu belum mengerti apa itu pernikahan. Lebih baik, kamu tidur dulu." Berlian mengajak Cinta ke kamar. Putri kecilnya masam
Arnold ke luar dari kamar Jika, tapi sang adik sama sekali tak menampakkan batang hidungnya. Pak Ibnu, ayah Alea pun merasa gelisah. Pria tua itu menghampiri Alea yang berada tidak jauh berdiri darinya."Lea, apa kamu tidak bisa memaksa Jonatan untuk menikahi kami atau pakai cara lain?" bisik sang ayah."Aku sudah melakukan berbagai hal, hanya saja semua gagal." Alea menarik napas panjang lalu membuang kasar.Pak Ibnu pun sudah mencoba menekan Ferdinand, hanya saja sahabat lamanya itu pun tidak bisa memaksa sang anak. Apalagi, dengan watak Jonathan yang keras, semua tidak bisa begitu saja memaksa dirinya."Setidaknya, kalau kamu menikah dengan Jonathan, tidak bekerja sebagai artis pun kamu bisa hidup dengan kekayaan mereka yang tidak akan habis," ujar ayah Alea."Aku sudah perhitungkan itu, Pa. Tidak usah cemas dengan hal itu," ujar Alea. Keduanya tersenyum membayangkan jika mereka tidak akan hidup susah jika menikah dengan keluarga Jonathan. Sama halnya dengan Ibunya Alea yang siap
"Nenek dan Papa kamu sering tak terduga. Apalagi Nenek, yang mood saja harus baik jika ingin menyampaikan sesuatu," ujar Bu Shafira mengingatkan.Alva menjadi cemas jika hal itu terjadi. Sang ayah pernah bicara siapa pun jodoh Alva, dirinya akan setuju saja. Namun, juga harus memenuhi beberapa syarat. "Aku tidak tahu harus seperti apa, Ma. Aku saja merasa kalah jika memang benar Berlian ada hubungan dengan CEO muda itu. Jonathan, pemilik Perusahaan megah di kota Jakarta." "Kemarin saat Mama berbincang dengan Berlian, dia bilang tidak sedang dekat dengan siapa pun. Hanya saja dia sedang tak mau memikirkan pernikahan." "Serius dia bicara hal itu?" Alva bertanya pada sang ibu."Kayanya memang sedang trauma, apalagi pernah mendapat perlakuan tidak baik." Bu Shafira jika menceritakan tentang Berlian, ia merasa iba. Hatinya seperti begitu tersiksa Karena mengingat jika anaknya seusia dengan Berlian.Alva menarik napas dalam, kenapa harus ia merasakan cinta seperti ini. Sejak dulu hingga
"Alva, sejak kapan di sini? Eh, maksud aku kenapa ada kamu pagi-pagi di restoran?" Berlian tergagap saat melihat sosok Alva yang sudah berdiri di hadapannya. Entah sudah berapa lama pun Alva tak menjawabnya. Hawa panas menjalar ke seluruh tubuh, ingin rasanya marah pada Berlian. Namun, dirinya tak memiliki hak untuk itu. "Va, aku masuk dulu," ujar Berlian."Aku baru saja datang bersama Mama. Hari ini aku dan beliau akan bertemu dengan investor untuk restoran ini. Aku sudah menjawab pertanyaan kamu, apa kamu tidak mau menjawab pertanyaan aku?" Berlian menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia berharap Alva sudah melupakan pertanyaan itu, tapi malah tidak. Berlian pun bingung harus menceritakan dari mana bahkan apa harus jujur atau tidak."Kalau kamu tidak mau menjawab tidak masalah. Mungkin ini jawaban dari pertanyaan aku waktu itu," papar Alva."Pertanyaan apa?" "Aku mengerti kamu tidak akan menjawab pertanyaan aku karena kamu sudah memiliki Pak Jo di hati kamu. Iya, kan?" Alva men