Mereka semua berkumpul di ruang tamu, Arnold datang bersama Mischa dan Rara yang sudah hamil besar. Putrinya itu sangat merindukan anak Jonathan, sejak tadi siang terus saja merengek sampai-sampai membuat Rara tidak mampu untuk membujuknya lagi dan akhirnya mereka semua datang ke kediaman Jonathan.Arnold langsung saja duduk di sebelah adiknya, dan sang istri langsung saja menghampiri Berlian yang tengah menggendong bayinya itu."Lian, duh jadi deg degan nunggu lahiran," tukas Rara.Rara tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya, ia juga walaupun ini bukan pengalaman pertamanya melahirkan. Namun, ia merasa begitu sangat takut, karena memang setiap lahiran itu berbeda-beda kontraksinya. Dahulu saja ia benar-benar merasa begitu sangat sakit bahkan Arnold pun menolaknya beberapa kali untuk kembali lagi memiliki momongan."Iya Mbak, kamu sehat-sehat ya." Berlian terus saja memberikan motivasi serta nasehat-nasehat kepada Rara untuk tetap menjaga kesehatannya. Berlian juga merasa jika pen
Kabar baik dari Alva di sambut semringah oleh Berlian juga Jonathan. Berlian, tanpa beban dan tidak tahu jika anaknya bukanlah anaknya bisa tersenyum tanpa memikirkan apa pun. Dirinya merasa bahagia karena sekarang saudaranya itu sudah memiliki anak, pasti lengkap sudah kebahagiaan di keluarga mereka itu.Namun, berbeda dengan Jonathan yang walau tersenyum tapi hatinya tetap getir. Setiap memandang bayi itu, ia teringat sang anak. Bahkan, nama yang sudah dia persiapkan pun tak diberikan pada bayi laki-laki itu. Dirinya benar-benar berharap jika ada suatu keajaiban yang membawa putranya bisa kembali lagi, ia tidak mau kehilangan darah dagingnya. Pasti dirinya akan menyesal seumur hidup dan ia akan hidup dalam penyesalan setiap harinya. Sekarang pun ia terus saja berusaha untuk bisa menemukan di mana keberadaan sang anak tanda siang malam dirinya terus saja memikirkan tentang putranya itu.Lagi, Jonathan kembali berbicara pada bayi mungil itu. "Andai kau tahu, aku sesungguhnya belum bi
Jonathan duduk sembari memangku Al Bara. Anak laki-laki itu tadi berceloteh dan didengarkan sang ayah. Lucu, mulut kecil itu selalu mengatakan akan menjadi seperti papa Jo ketika besar. Apa yang selama ini dirinya niatkan jika lahirnya albara itu untuk membuat bahagia dirinya dan juga keluarganya, tetapi di saat ia tersenyum tiba-tiba senyuman itu lenyap seketika. Dimana dirinya kembali lagi mengingat detik-detik saat putranya hilang. Saat itu kebahagiaannya sudah tidak sempurna lagi. Walaupun ia tertawa karena kamu tetapi kebahagiaan itu bisa lenyap tiba-tiba.Jonathan memejamkan matanya, mengapa rasanya benar-benar begitu sangat sakit. Rasanya jauh lebih sakit saat dirinya dan juga berlian berpisah waktu itu. Pernyataan benar-benar merasa jika ia gagal menjadi seorang ayah karena dirinya tidak bisa menemukan dimana keberadaan putranya itu. Namun, Jonathan pun sudah melakukan berbagai macam cara untuk bisa menemukan di mana putranya berada, tapi semuanya hanya berakhir dengan sia-sia
6Hari ini adalah hari ulang tahun Al Bara, ya hari ulang tahunnya adalah hari di mana anak kandung Jonathan lahir. Tak mungkin Jonathan akan membedakan hari ulang tahun tersebut karena bagaimanapun juga anak lelaki itu adalah pengganti anak kandungnya. Pengganti kebahagiaan keluarganya, dan ia juga benar-benar menyayangi Al Bara seperti putranya sendiri.Apalagi juga dirinya benar-benar sangat menyayangi anak tersebut, kecerdasannya, serta kepiawaiannya membuat ia benar-benar merasakan kasih sayangnya. Entahlah mungkin itulah yang menjadi alasan mengapa dirinya saat itu lebih memilih albara untuk menjadi anaknya, padahal di panti asuhan sangat sekali bayi-bayi lain. Namun, ia tetap saja memilih Al Bara untuk menjadi putranyaMereka semua sibuk menata ruangan. Dengan semringah dan gembira. Terlihat Berlian juga, Cinta dan Al yang sedang ikut mendekorasi. Memang wanita itu sengaja ingin mendekorasi ruangan itu bersama-sama dengan keluarga, tanpa menggunakan jasa. Berlian hanya ingin me
“Hei, ini lift khusus karyawan! Office Girl cuma boleh lewat tangga atau lift barang. Sana jauh-jauh!” Mendengar hal itu, Berlian langsung buru-buru mundur dan menyingkir, memberikan jalan agar kedua pegawai perempuan yang menegurnya tersebut bisa lewat. Wanita dengan seragam biru dongker tersebut bisa melihat orang yang tadi menegurnya mencibir tidak suka dan bahkan menutup hidungnya ketika ia melewati Berlian. “Lagian, harusnya sadar dong kalo naik lift karyawan, yang ada situ malah bikin liftnya bau dan nggak nyaman!” Sekali lagi, Berlian tidak bisa melakukan apa pun dan hanya bisa tersenyum sopan tanpa melawan hinaan mereka. Toh dirinya juga salah. Sebelumnya, Berlian tidak pernah bekerja sebagai office girl dan ini baru hari ketiganya bekerja di gedung perusahaan megah ini. Salahnyalah kurang menyadari posisi terbarunya. Lagi pula, setelah dipecat dari pekerjaan lamanya, tidak mungkin ia melakukan kesalahan yang akan membuat dirinya kehilangan pekerjaan lagi padahal ada sang
“Kamu?”Seketika tubuh Berlian kaku saat melihat sosok pria yang begitu amat sangat ia rindukan. Seseorang yang sejak lama menghilang dan membuat ia frustasi selama ini. Tubuh tegap itu memang tidak berubah, masih sama dengan yang ia kenal dulu.Ia tidak pernah menyangka jika Jonathan adalah sosok pimpinan di perusahaan tempat ia bekerja. Pria itu menghilang dan tidak ada kabar setelah perpisahan sekolah. Namun, sepertinya tidak hanya Berlian yang terkejut, melihat dari sepasang mata pria itu yang sempat melebar melihat Berlian di hadapannya.Akan tetapi, wanita di samping Jonathan tampaknya tidak menyadari hal tersebut karena tidak bisa menahan emosi. “Kamu bisa bekerja enggak sih?” hardik Alea. “Bagaimana bisa kamu meletakkan ember ini di depan ruangan CEO?”“Ma-maaf, Nona. Saya—““Halah! Apa kata maaf saja bisa membuat bajuku kering?” potong Alea lagi. Suara Alea yang kian meninggi membuat Berlian hanya bisa menunduk. “Kamu lihat tidak kalau bajuku basah? Ini mahal! Gajimu gak aka
"Ma, kok Diam saja?" tanya Cinta lagi.Berlian terkejut mendengar pertanyaan Cinta yang mungkin begitu sulit di jawabnya. Namun, ia sadar perlahan anak itu akan bertanya ke mana ayahnya. Berlian pun harus bisa menjelaskan dengan baik agar anak seusia Cinta bisa memahami kondisi yang di alami ibunya.“Ma, kenapa Cinta enggak punya ayah?” tanya Cinta lagi.Berlian sedikit gugup, ia bingung harus memulai dari mana. Ia hanya takut Cinta tidak paham dengan apa yang akan dijelaskan olehnya. Usia Cinta masih terlalu kecil untuk paham dengan kondisi kedua orang tuanya.Wajah Cinta terlihat sedih, putrinya menunggu penjelasan darinya. Perlahan Berlian mengelus pucuk rambut Cinta dan mengajaknya duduk.“Sayang, kamu punya ayah juga kok. Hanya saja kondisi kita tidak bisa seperti teman-teman kamu,” ujar Belian pelan.“Maksud Mama apa? Cinta sama seperti mereka, punya ayah juga. Kenapa enggak bisa bersama?”Berlian bergeming sesaat, ia memutar otak untuk menemukan kalimat tepat untuk sang anak. Ti
"Astaga, Mbak!" pekik Berlian. Berlian berlari menghampiri perempuan yang terjatuh dari tangga itu. Untung saja ia bisa menahannya walau sepertinya kaki karyawati itu terkilir. "Mbak, enggak apa-apa?" tanya Berlian. "Heh, bodoh sekali kamu masih bertanya seperti itu? Aww … bantu aku bawa ke ruang kesehatan!" titah perempuan itu."Eh, iya." "Aduh, gara-gara kamu kaki saya terkilir. Apa kamu enggak masang papan peringatan hah, awas saja setelah ini saya laporkan kamu ke HRD." Keterkejutan Berlian hampir saja membuat perempuan itu jatuh kembali. Namun, ia kembali seimbang. "Ada apa ini?" Berlian menoleh dan langsung kaget melihat Jonatan dan dia asistennya berada di tangga darurat."Pak Jo, tolong saya. Dia ceroboh mengepel tidak memberikan papam peringatan." "Bantu dia ke ruang kesehatan!" titah Jonathan."Baik, Pak."Berlian bergeming melihat dua asisten Jonathan membopong wanita itu. Dalam hatinya begitu cemas jika ia kembali di keluarkan dari pekerjaannya karena secara langs