Share

Meremas Hati

Jemari tangan Jonatan terus mengetuk meja bergantian. Ia masih saja memikirkan betapa bodoh dirinya saat tahu Berlian sudah memilik anak dan membayangkan dirinya mencari dan menunggu kekasihnya itu lalu berharap bisa kembali sampai ia menolak semua wanita.

“Sialan kamu Berlian. Siapa yang berani menikahimu, akan kubuat hidup kalian menderita.”

Jonatan kembali teringat ucapan sang ibu. Lima tahun lalu sebuah fakta yang harus ia terima walau sangat berat.

“Wanita itu meminta sejumlah uang. Mungkin dia akan menikah dengan pria lain, Mama memang tidak suka dengan dia, lalu dia meminta sejumlah uang agar dia bisa pergi dari kamu.”

“Berlian tidak seperti itu.” Jonatan membantah ucapan sang ibu.

Lamunannya terhenti saat Alea tanpa mengetuk pintu datang masuk ke ruangannya.

“Kenapa tidak mengetuk pintu dulu?” tanya Jonatan.

“Ya ampun Sayang, kita akan menikah. Masa aku harus mengetuk pintu atau izin masuk sama calon suami aku. Enggak mungkin, kan?” Alea sudah duduk manis di hadapan Jonatan.

Salah satu alasan Jonatan mengulur waktu pernikahan karena dirinya belum bisa melupakan Berlian.

“Aku masih banyak kerjaan.” Jonatan kembali membuka file dan laporan keuangan.

Alea duduk menatap pria yang memesona dirinya. Entah apa yang membuat wanita sexy itu begitu terpikat dengan sikap dingin dan cueknya.

Hubungan mereka adalah sebuah perjodohan yang terjalin atas kerja sama perusahaan. Alea salah model terkenal dan juga selebgram yang terkenal.

“Apa kamu tidak lapar?” tanya Alea lagi.

“Tidak.”

Jawaban singkat itu selalu terlontar dari mulut Jonatan. Pikirannya sedang tidak baik-baik saja, Berlian pun membuat konsentrasinya buyar.

“Baik, aku akan menunggumu selesai dan lapar.”

“Terserah.”

***

“Habis di maki sama Pak Jo, ya?” tanya Nunung.

“Enggak.”

“Tuh mata kamu bengkak kaya habis nangis. Sudah bilang saja, melakukan kesalahan apa lagi sampai kamu di maki Pak Jo?”

Mulut Nunung memang tajam, ia pun tahu siapa bosnya itu. Tiada yang bisa lepas jika melakukan kesalahan.

“Aku hanya menumpahkan sedikit kopi.” Dengan sengaja Berlian mengatakannya hal itu agar Nunung tidak banyak bicara.

Mata Berlian bengkak menangisi nasibnya sebagai orang miskin dan wanita malang. Dirinya yang tersakiti, tapi seolah-olah ia yang menyakiti. Fitnah kejam itu tak henti membuat Jonathan memakinya.

Nunung menyelesaikan cucian piring, lalu mengambil tempat duduk di samping Berlian. Wanita dengan tubuh gempal itu selalu saja ingin tahu urusan siapa saja. Apalagi tentang gosip hangat.

“Dia bilang apa?” Nunung mulai bertanya.

“Memaki seperti biasa.” Berlian menjawab singkat.

“Apa?”

“Cacian orang kaya pada orang miskin. Sudahlah, aku mau makan siang. Mau nitip apa?” tanya Berlian.

“Enggak.”

Berlian pun bangkit dari tempat duduk dan melangkahkan keluar pantry. Ia tidak lapar, hanya menghindar dari pertanyaan Nunung yang ingin tahu banyak. Jam istirahat mereka bergantian, lebih baik mengambil dulu dari pada nanti tidak dapat.

Berlian berjalan melewati beberapa ruangan dari pantry lalu turun melalui lift barang. Hatinya masih sangat kacau, ia berniat mengadu pada sang maha kuasa di mushola kantor.

Lantai basemen terlewat, ia pun harus naik kembali lewat tangga. Saat melewati lobi, wajah tampan yang tak asing ke luar dari lift dengan menggandeng wanita cantik. Sebelumnya Jonathan hanya berjalan, saat melihat Berlian tangan itu menarik pinggang Alea hingga terlihat sangat romantis.

Lagi, Berlian harus menerima jika takdirnya memang bukan bersama Jonatan. Ia menunduk hormat saat keduanya lewat, begitu pun karyawan lain.

“Serasinya,” ucap wanita berbaju kuning.

“Iya, sama-sama kaya. Sama sama populer.” Wanita baju merah menambahkan.

Berlian meremas ujung baju, bibirnya terlihat tersenyum getir. Apa ia harus keluar dari kantor itu agar tidak merasa sakit luar biasa di dada pikirnya. Akhirnya ia melangkah gontai menuju musolah.

“Berlian, mau ke mana? Sini, belikan nasi bungkus di warteg depan,” ujar Bu Hera.

“Saya mau—“

“Nih uangnya, kalau sudah langsung ke ruangan marketing. Mereka yang nitip, saya ada kerjaan.” Setelah memberikan uang dan catatan pada Berlian, Bu Hera langsung meninggalkan Berlian.

Sementara, Berlian tidak bisa menolak semua perintah karena dia masih baru dan memang sedang dalam pantauan.

“Kenapa selalu aku yang di tindas.”

Berlian menarik napas panjang, lalu ia pun melangkah untuk membeli nasi di warteg seberang kantor. Seperti biasa, yang kecil yang tertindas.

Setelah selesai membeli nasi, ponselnya berdering. Nomor tidak di kenal, seperti biasa ia malah mengangkatnya. Namun, setelah panggilan masuk itu mati ada panggilan masuk lagi.

“Bu Raya?”

Gegas Berlian mengangkat ponselnya karena Bu Raya adalah orang yang dititipi Cinta sehari-hari.

“Halo, Bu Raya. Ada apa?”

“Mbak Lian, Cinta kecelakaan sekarang ada di rumah sakit Bunga.”

***

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Renata Banjarnahor
lanjut thor
goodnovel comment avatar
Itat Kasno
kasian berlian cibaan bertubi tubi...lanjut thor.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status