“Ke—kecelakaan?”
Bibir Lian bergetar, ia pun langsung mematikan ponsel dan berlari mengambil tas dan izin pada Bu Hera. Berita paling mengejutkan dan membuat cemas dirinya yang sedang bekerja.“Anak saya kecelakaan Bu Hera. Tolong, izinkan saya untuk pulang,” pintanya dengan memohon.“Belum waktu untuk pulang, bisa nanti.”“Saya mohon, anak saya sakit, Bu.” Berlian kembali memohon walau sepetinya Bu Hera tidak mengizinkannya.“Ini perusahaan bukan milik nenek moyang kamu, biar saja saudara kamu yang mengurus.”Tidak bisa diam saja, ia memohon dan meminta izin pun tidak di izinkan untuk pulang. Berlian pun keluar, ia bertekad ke rumah sakit karena tidak mau terjadi hal yang tidak diinginkan. Melihat ruangan sepi, ia pun gegas mengambil tas dan pergi tanpa izin.“Aku enggak peduli jika kembali di pecat.”Berlian melangkah menuju lift barang dan berharap tidak ada yang melihatnya. Ia takut malah nanti di tahan karena memang menunggu jam pulang. Saat sampai di lobi, Berlian langsung keluar dari gedung itu.Naik ojek salah satu alternatif di kota Jakarta. Bahi Berlian selain murah juga cepat. Jalan pun cukup ramai dan padat. Untung saja masih bisa menyelip Abang motor onlinenya. Setengah jam ia sampai di rumah sakit.“Ini uangnya.”Setelah memberikan uang ojek, Berlian pun berlari menuju UGD. Di sana tampak Bu Raya dengan beberapa tetangga.“Bagaimana keadaan Cinta Bu, bagaimana ceritanya?” Tangan dingin itu menggenggam Bu Raya.“Maaf, Mbak. Sabar dulu, tenang dan istighfar.”“Astagfirullah.”Bu Raya berhasil menenangkan Berlian lalu menceritakan jika kecelakaan itu terjadi karena Cinta tidak sabar saat melihat dirinya yang baru saja sampai, Bu Raya berada di seberang jalan sekolah dan Cinta berlari tanpa tahu ada mobil melintas.“Kami membawa Cinta ke rumah sakit ini dengan orang yang menabrak Cinta,” jelas Bu Raya.“Di mana dia?” Berlian bertanya tentang orang yang menabrak sang anak.“Sedang di administrasi. Semua urusan rumah sakit dia yang menanggung.”Berlian sedikit lega karena si penabrak mau bertanggung jawab. Setidaknya mau membiayainya di rumah sakit karena uang yang dia punya tidak mungkin cukup membayar semua pengeluaran.“Permisi, ibu korban yang mana?” tanya dokter.“Sa—saya.”“Bisa kita bicara sebentar?” tanya Dokter itu.“Bisa, Dok.”Berlian mengikuti Dokter ke ruangan, ada hal yang serius akan di bicarakan Dokter itu. Tangan Berlian kembali dingin dan bergetar.“Silakan duduk.”“Terima kasih Dok.”Sang dokter tidak menunggu lama untuk bicara, ia pun langsing mengatakan inti dari hal yang penting itu.“Anak ibu kehabisan banyak darah dan harus menjalani transfusi darah. Setelah itu kami akan melakukan operasi karena lukanya cukup parah,” ujar dokter.Berlian bergeming, transfusi darah tidak mudah. Golongan darahnya dengan Cinta setahu dia tidak sama. Lagi pula operasi pun pasti memerlukan biaya juga darah per kantung pun pasti mahal.“Bagaimana?” tanya Dokter lagi.“Lakukan yang terbaik Dok.”Walau ia tahu biaya itu mahal, dia tidak akan menyerah dan akan mencarinya demi Cinta sang putri. Berlian pun kembali ke depan ruang UGD menemui Bu Raya.“Cinta butuh transfusi darah, tapi darahku tidak cocok, Bu.”“Ya Allah, Ibu merasa sangat bersalah sama kamu. Semoga saja darah Ibu cocok Cinta.”Berlian membayangkan hal yang tidak mungkin terjadi. Golongan darahnya dengan Cinta tidak sama karena ia hafal saat melahirkan cinta ada tes darah yang terlihat memang berbeda dengannya. Satu kemungkinan lagi jika darah Cinta sama dengan golongan darah ayahnya yaitu Jonathan.“Memang golongan darahnya apa?”“Golongan darah Cinta O Bu.”“Golongan darah saya O, bisa saya donor kan?”6Hari ini adalah hari ulang tahun Al Bara, ya hari ulang tahunnya adalah hari di mana anak kandung Jonathan lahir. Tak mungkin Jonathan akan membedakan hari ulang tahun tersebut karena bagaimanapun juga anak lelaki itu adalah pengganti anak kandungnya. Pengganti kebahagiaan keluarganya, dan ia juga benar-benar menyayangi Al Bara seperti putranya sendiri.Apalagi juga dirinya benar-benar sangat menyayangi anak tersebut, kecerdasannya, serta kepiawaiannya membuat ia benar-benar merasakan kasih sayangnya. Entahlah mungkin itulah yang menjadi alasan mengapa dirinya saat itu lebih memilih albara untuk menjadi anaknya, padahal di panti asuhan sangat sekali bayi-bayi lain. Namun, ia tetap saja memilih Al Bara untuk menjadi putranyaMereka semua sibuk menata ruangan. Dengan semringah dan gembira. Terlihat Berlian juga, Cinta dan Al yang sedang ikut mendekorasi. Memang wanita itu sengaja ingin mendekorasi ruangan itu bersama-sama dengan keluarga, tanpa menggunakan jasa. Berlian hanya ingin me
Jonathan duduk sembari memangku Al Bara. Anak laki-laki itu tadi berceloteh dan didengarkan sang ayah. Lucu, mulut kecil itu selalu mengatakan akan menjadi seperti papa Jo ketika besar. Apa yang selama ini dirinya niatkan jika lahirnya albara itu untuk membuat bahagia dirinya dan juga keluarganya, tetapi di saat ia tersenyum tiba-tiba senyuman itu lenyap seketika. Dimana dirinya kembali lagi mengingat detik-detik saat putranya hilang. Saat itu kebahagiaannya sudah tidak sempurna lagi. Walaupun ia tertawa karena kamu tetapi kebahagiaan itu bisa lenyap tiba-tiba.Jonathan memejamkan matanya, mengapa rasanya benar-benar begitu sangat sakit. Rasanya jauh lebih sakit saat dirinya dan juga berlian berpisah waktu itu. Pernyataan benar-benar merasa jika ia gagal menjadi seorang ayah karena dirinya tidak bisa menemukan dimana keberadaan putranya itu. Namun, Jonathan pun sudah melakukan berbagai macam cara untuk bisa menemukan di mana putranya berada, tapi semuanya hanya berakhir dengan sia-sia
Kabar baik dari Alva di sambut semringah oleh Berlian juga Jonathan. Berlian, tanpa beban dan tidak tahu jika anaknya bukanlah anaknya bisa tersenyum tanpa memikirkan apa pun. Dirinya merasa bahagia karena sekarang saudaranya itu sudah memiliki anak, pasti lengkap sudah kebahagiaan di keluarga mereka itu.Namun, berbeda dengan Jonathan yang walau tersenyum tapi hatinya tetap getir. Setiap memandang bayi itu, ia teringat sang anak. Bahkan, nama yang sudah dia persiapkan pun tak diberikan pada bayi laki-laki itu. Dirinya benar-benar berharap jika ada suatu keajaiban yang membawa putranya bisa kembali lagi, ia tidak mau kehilangan darah dagingnya. Pasti dirinya akan menyesal seumur hidup dan ia akan hidup dalam penyesalan setiap harinya. Sekarang pun ia terus saja berusaha untuk bisa menemukan di mana keberadaan sang anak tanda siang malam dirinya terus saja memikirkan tentang putranya itu.Lagi, Jonathan kembali berbicara pada bayi mungil itu. "Andai kau tahu, aku sesungguhnya belum bi
Mereka semua berkumpul di ruang tamu, Arnold datang bersama Mischa dan Rara yang sudah hamil besar. Putrinya itu sangat merindukan anak Jonathan, sejak tadi siang terus saja merengek sampai-sampai membuat Rara tidak mampu untuk membujuknya lagi dan akhirnya mereka semua datang ke kediaman Jonathan.Arnold langsung saja duduk di sebelah adiknya, dan sang istri langsung saja menghampiri Berlian yang tengah menggendong bayinya itu."Lian, duh jadi deg degan nunggu lahiran," tukas Rara.Rara tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya, ia juga walaupun ini bukan pengalaman pertamanya melahirkan. Namun, ia merasa begitu sangat takut, karena memang setiap lahiran itu berbeda-beda kontraksinya. Dahulu saja ia benar-benar merasa begitu sangat sakit bahkan Arnold pun menolaknya beberapa kali untuk kembali lagi memiliki momongan."Iya Mbak, kamu sehat-sehat ya." Berlian terus saja memberikan motivasi serta nasehat-nasehat kepada Rara untuk tetap menjaga kesehatannya. Berlian juga merasa jika pen
"Bagaimana, dia pintar kah hari ini?" tanya Jonathan saat pulang dari kantor. Pria itu berusaha bersikap tenang seolah-olah bayi laki-laki itu adalah bayinya. Demi kebahagiaan Berlian, dia tak mau istrinya stres dengan keadaan yang sebenarnya.Walaupun dirinya benar-benar begitu sangat tertekan, ia sangat merindukan anaknya dan juga dirinya belum mengetahui bagaimana nasib dari putranya itu. Apakah putranya semua kebutuhannya terpenuhi, apakah putranya sudah minum susu, apakah putranya bisa tidur dengan nyenyak? "Dia pintar, laki-laki hebat seperti kamu."Berlian benar-benar menjadi Ibu yang terbaik untuk kedua anaknya itu. Ia juga sangat menyayangi putranya tersebut, apalagi anaknya benar-benar tidak menyusahkan, tidak seperti bayi lainnya pada umumnya Rio benar-benar begitu sangat penurut dan jarang sekali menangis. Bahkan malam pun anaknya itu pun menangis hanya meminta susu saja. Berlian benar-benar merasa begitu sangat bahagia karena mendapatkan anak-anak yang sangat pintar sep
Masalah rumah sakit di urus oleh Arnold. Sementara, Jonathan fokus dengan bayi yang sudah berada di tangannya dan hari ini akan pulang bersamanya dan Berlian. Entah, dia jatuh hati dengan bayi tampan yang dia adopsi dari sebuah panti asuhan. Sedikit ada kemiripan, bayi laki-laki itu berkulit putih bersih, bibir tipis juga rambut tebal.Atas bantuan kakaknya, dia bisa menemukan bayi itu dirinya tidak mau membuat keadaan sang istri terpuruk dengan apa yang terjadi kepada bayi mereka biarkan dirinyalah yang bertanggung jawab mencari bayi itu dan ia juga tidak akan pernah melepaskan pihak rumah sakit bagaimana bisa mereka semua berkamuflase menyalahkan rencana alam tentang keteledorannya itu benar-benar tidak bisa memaafkan bagaimanapun juga iya seorang ayah dirinya benar-benar kehilangan bayinya."Satrio Perkasa." Jonathan telah memberi nama bayi yang ia adopsi dari sebuah panti asuhan tentu saja hanya dirinya dan juga sang kakak yang mengetahui hal tersebut ia tidak mau jika banyak ora