"Berlian kamu kenapa?" tanya Jonathan. Mendengar suara Alea, ia pun gegas menghampiri wanita itu di luar."Karyawan bodoh kamu itu melakukan kesalahan besar. Lihat saja dia hampir membasahi sepatuku," ucap Alea dengan angkuhnya.Jonathan melirik sepatu Alea juga Berlian yang sudah basah bajunya terkena air pel. Ia berpikir sudah pasti Alea mendorong Berlian. "Sudah cukup, Berlian kamu bereskan dan kembali ke pantry. Dan kamu, ikut aku." Jonathan menarik Alea masuk ke ruangannya lagi. Ia harus meluruskan hal yang harus di luruskan. Berlian pun mengepel lantai yang basah, lalu mengambil pel dan ember. Ia merasa tidak nyaman dengan baju basah itu, dengan gegas Berlian kembali ke ruang pantry."Apa kamu bawa baju lain, Ning?" tanya Lian."Enggak adalah. Lagian kerja yang benar, jangan kebanyakan bengong.""Aku enggak bengong, wanita itu berjalan lalu menendang ember itu. Silakan lihat CCTV saja," ujar Berlian menantang. Nunung menggeleng melihat sikap Berlian. Ia yakin rekan kerjanya i
"Aku tidak tega melihat kamu di hina seperti itu, semakin lama mereka semakin tidak terkontrol," ujar Jonathan.Berlian tersenyum sinis, ia bingung dengan apa yang di katakan oleh pria di hadapannya. Bagaimana bisa berbaik hati saat dirinya di hina."Bukannya Pak Jo juga sama seperti mereka. Suka menghina dan merendahkan aku. Untuk apa merasa kasihan dengan penghinaan mereka kalau Anda sama saja dengan semuanya." Menghadapi Berlian saat ini tidak sama dengan saat masih dahulu. Begitu banyak asam garam yang ia lalui, membuat wanita itu sangat kuat dan terlalu keras kepala. Tidak peduli dengan permintaan Jonatan, Berlian akan tetap bekerja di perusahaan itu walau sering mendapatkan caci dan maki."Berlian, maaf jika aku menyinggung kamu. Ini semua demi kebaikan Cinta," ucapnya."Kebaikan apa, untuk apa Anda mengurusi aku dan Cinta kalau selama ini kamu tidak ada untuk kami," ujar Berlian. Berlian terdiam, sedangkan Jonathan mulai mencerna apa yang di katakan oleh wanita di hadapanny
"Hah, mengundurkan diri?" Nunung begitu kaget karena Berlian bukan di pecat, tapi malah di minat mengundurkan diri. Netranya membulat sempurna mendengar penuturan Berlian."Gila, dia enggak mecat kamu, tapi meminta kamu mengundurkan diri. Kenapa bisa begitu, harusnya dengan mudah dia bilang kalau kamu saya pecat," ucap Nunung. Berlian hanya mengangkat bahu lalu bangkit dan mengambil air minum. Melihat mimik wajah Nunung yang begitu syok, ia terkesan tidak peduli. Bahkan, ia malah berpikir mungkin akan terjadi berita skandal antara dirinya dengan Pak Jo jika Nunung tahu mereka memiliki hubungan masa lalu dan ada Cinta di antara keduanya yang tak di ketahui mereka."Lian, kamu beruntung sih." Nunung kembali bicara."Di suruh mengundurkan diri malah beruntung. Kamu ini aneh Nung," ujar Berlian sembari meneguk air putih.Nunung masih saja kagum melihat temannya itu. Namun, Berlian tidak memperdulikan Nunung yang mungkin siap menyebar gosip. "Aku mau cari minum segar, waktu istirahat ti
"Apa kau tidak sedang bercanda atau berbohong padaku?" Arnold memajukan tubuhnya mendekat pada adiknya. Arnold seperti tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh Jonathan. Mantan kekasih yang mana pikirnya. "Mantan kekasih, saat kapan?" tanya Arnold lagi."Sebelum aku pergi sekolah ke luar negri. Lima tahun lalu," kenang Jonathan.Arnold mengingat-ingat, benar sang adik pernah sekolah ke luar negeri. Lima tahun lalu, tapi ia tak tahu jika Jonathan memiliki kekasih. Ia pun sibuk dengan kehidupan dirinya sendiri. Walau sesekali tahu kabar adiknya saat ibu atau ayahnya mengabari. Jonathan mengerjapkan mata berulang kali. Ia pun menyesal karena tidak menyelesaikan masalahnya dulu. Setelah kejadian malam itu, ia tidak pernah bertanya apa pun pada Berlian. Bahkan ia tak menyangka jika memang Berlian hamil."Lalu, kalian CLBK?" tanya Arnold. "Tunggu, kalau begitu Cinta itu ... kamu sempat menuduhku memiliki anak dari wanita lain. Wajah Cinta dan Mischa sama. Apa Cinta anak kamu?"Arnol
"Cari tahu tentang wanita itu. Lalu laporkan padaku secepat!" titah Ferdinand. Ferdinand pun kembali melangkah menuju pintu luar. Hari ini cukup sudah ia datang meeting di gedung yang di pimpin oleh Jonathan. Sang anak pun tidak tahu jika dirinya sedang ada meeting di tempat itu.Saat di mobil, Ferdinand kembali memikirkan Berlian. Wanita itu muncul di hadapanmu setelah sekian lama. Tarikan napasnya begitu berat, ia pun berpikir apa Berlian sudah bertemu dengan Jonathan atau bahkan dia adalah alasan sang anak membatalkan pernikahan dengan Alea. "Lima tahun cukup lama. Untuk apa dia datang kembali, apa sengaja mencari tahu? Sial, dasar gadis miskin," ujarnya.Ferdinand menyenderkan tubuh di kursi mobil sembari mengingat apa yang terjadi lima tahun lalu. Sosok kecil dengan baju seragam putih abu-abu mendatangi rumahnya. Sejak tadi sudah di usir, tapi perempuan itu tetap kekeh berdiri di sana. Ferdinand menghampirinya dan bertanya untuk apa berada di rumahnya."Dia mencari Tuan Jonat
Senyum mahal yang tidak pernah terlihat dari bibir Jonathan kini terlihat begitu murah di depan Berlian."Aku hanya ingin kamu tersenyum di depan aku, bukan orang lain," ujar Jonathan."Pa Jo semakin hari semakin aneh, mau aku tersenyum sama siapapun bukan urusan Anda."Berlian mencoba bicara karena ia merasa sangat terganggu dengan apa yang dikatakan pria itu. Namun Jonathan hanya terkekeh, pria itu malah tersenyum menatap Berlian."Aku memang bukan siapa-siapa kamu, tapi aku kemungkinan adalah Ayah dari anak kamu."Jantung Berlian berdetak begitu kencang mendengar pernyataan dari Jonathan. Bagaimana bisa kalimat itu terlontar dari mulutnya padahal ia sudah mengatakan jika Cinta bukan anaknya.Setelah berbicara hal itu Jonathan pun langsung pergi begitu saja. Sementara, Berlian mematung di tempatnya. Tubuhnya keringat dingin, apa yang ada di pikiran yang kini pasti mengganggu aktivitasnya."Kenapa dia bisa bicara seperti itu, apa aku harus menghindari dan pergi saja?" ujarnya. Berli
"Ma, boleh kan Om Jo jadi papa aku?" Cinta kembali bertanya pada sang ibu yang terlihat syok mendengar pertanyaannya.Bahkan lidah Berlian kelu untuk berbicara, mulutnya seperti sulit untuk terbuka lebar dan menjawab apa yang ditanyakan oleh putrinya.Sementara Jonathan menunggu jawaban dari Berlian. Hanya sekedar ingin tahu apa yang akan dikatakan oleh wanita itu setelah memberikan penjelasan jika cinta bukan anaknya."Pasti boleh dong kata Mama, lagi pula kamu suka kok kalau Cinta jadi anak Om. Iya kan mama Berlian?" "Hah?" Kali ini Berlian memang tidak bisa berbicara apapun. Seperti terjebak oleh pusaran pertanyaan Cinta."Ehm, itu nanti kita bicarakan lagi. Sepertinya Pak Jo harus pulang karena tidak enak dengan tetangga sekitar kalau melihat aku yang tidak memiliki suami di kunjungi oleh pria dalam waktu lama. Apalagi tidak ada Bu Raya," ujar Berlian. Hanya alasan itu yang mampu membuat pria itu keluar dari rumahnya. Ia merasa tidak nyaman saat Jonathan terus-terusan bertemu de
"Wanita miskin?" Jonathan tersenyum sinis. Sementara, Pak Ferdinand langsung menutup mulutnya. Melihat ayah dan anak itu bertengkar, Bu Santi mencoba untuk mendinginkan suasana. Namun, wanita itu tidak bisa melakukan apa pun karena suaminya meminta untuk diam saja."Apa wanita miskin yang Papa maksud itu adalah Berlian?" tanya Jonathan lagi. Untuk pertanyaan kedua kalinya Pak Ferdinand tidak menjawabnya. Ia menyesal kenapa harus terlontar dari mulutnya tentang wanita miskin itu. Sebelumnya semua baik-baik saja saat dirinya tak membahas hal itu."Oh, aku paham. Ada yang Papa rahasiakan dari aku selama ini? Jawab Pa!" teriak Jonathan."Jo, cukup. Jangan pernah kamu berteriak di depan orang tua kamu," ujar Bu Santi."Bagaimana bisa aku lembut pada orang tua yang senang membuat anaknya menderita. Demi keinginannya, dia bahkan tidak peduli aku bahagia atau tidak.""Jaga bicara kamu, Jo," ucap Ferdinand.Tangan Ferdinand tertahan sang istri saat mulai terbawa emosi dan ingin memukul Jonat