Share

83. I Can Do It

Penulis: Indy Shinta
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-04 05:54:49

Cheryl diberi tempat di ruangan yang sama dengan Sofyan, sebuah meja kecil di sudut ruang. Permukaan meja itu terbuat dari kayu mahoni berlapis finishing mengilap, dengan sudut-sudut halus yang menunjukkan desain elegan dan mahal.

Diusapnya permukaan meja itu dengan ujung jarinya, iapun menyadari betapa wah rasanya duduk di tempat ini.

Jika sebelumnya ia merasa posisinya tak lebih dari bayangan di kehidupan Bara, sang CEO dari perusahaan ini, kini setidaknya ia diberikan ruang yang sepadan, sebuah tempat yang mengisyaratkan bahwa pekerjaannya bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh.

Kursi ergonomis berbalut kulit hitam yang disediakan untuknya terasa nyaman dan kokoh, seolah dirancang khusus untuk orang-orang penting di perusahaan.

Sebuah laptop kantor yang ramping sudah tersedia di mejanya, ditemani tumpukan berkas yang masih rapi, menunggu untuk ditelaah.

Selain perlengkapan standar seperti notes kecil, pena, dan sticky notes berwarna kuning, ada juga agenda kulit berkelas, tempat
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
audrey larissa
sabar dan tetap semangat, saatnya menunjukkan kemampuanmu Cheryl...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   84. Justru Bagus, Kan?

    Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa terasa, jarum jam sudah melewati angka dua belas, menandakan jam makan siang. Cheryl yang sejak tadi sibuk menyesuaikan diri dengan ritme kerja barunya akhirnya mengangkat kepala dari layar laptop, lalu melirik Sofyan yang masih fokus mengetik di meja utama."Mas Sofyan, soal makan siang buat Pak Bara gimana?" tanyanya, berusaha terdengar sigap.Sofyan hanya melirik sekilas sebelum kembali mengetik. "Pak Bara lagi nggak di kantor," sahutnya santai.Cheryl mengerjapkan mata. "Oh... begitu ya."Tapi bukannya memberi penjelasan lebih lanjut, Sofyan justru mengembuskan napas pendek dan menatapnya dengan sorot tajam. "Kamu makanya cek dong jadwalnya sewaktu-waktu, gimana sih?" omelnya dengan nada datar, tapi cukup membuat Cheryl tersentak. "Kamu tuh telat banget tanya makan siangnya Bapak jam segini, paling nggak sejak sejam yang lalu dong kamu siapin. Tanyain dulu si bapak mau menu apa, terus buruan order dan pastikan makanan tetap dalam kondisi hangat

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   85. You Look Beautiful

    Cheryl melangkah cepat menuju lift VIP, jantungnya masih berdebar dengan euforia yang belum mereda. Senyum lebar menghiasi wajahnya saat ia menekan tombol turun, matanya berbinar penuh kepuasan.Di lehernya, kartu ID tergantung dengan anggun, plastik transparannya berkilat di bawah pencahayaan elegan koridor. Jari-jarinya yang lentik menyentuh kartu itu dengan bangga. Ini bukan sembarang kartu, tapi ini juga berfungsi sebagai access card yang membuka jalan menuju tempat-tempat yang hanya segelintir orang bisa masuk.Saat pintu lift VIP terbuka, ia melangkah masuk dengan percaya diri. Udara di dalamnya terasa lebih sejuk, dengan aroma halus yang mahal, perpaduan antara teknologi mutakhir dan eksklusivitas. Tak sembarangan orang bisa mengakses lift ini. Tapi ia? Bisa.“Yuhuu, nggak perlu ngantri di depan lift deh.”Cheryl menekan tombol ke lantai dasar, lalu menyandarkan punggungnya ke dinding lift dengan seringai kecil. Sepuluh juta baru saja mendarat di rekeningnya, dan kini, ia mel

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   86. Tidak Boleh Begini

    Taksi berhenti mulus di depan lobi kantor, rodanya berdecit halus di atas aspal sebelum akhirnya diam.Dengan gerakan santai, Axel maju selangkah, membukakan pintu dan menunduk sedikit, suaranya terdengar rendah dan lembut, “Masuk, Cheryl.” Tangan besarnya terangkat, melindungi kepalanya dari kemungkinan terbentur atap mobil.Cheryl terdiam sejenak. Hangat. Bukan sekadar perlakuannya, tapi sesuatu yang lebih dalam, lebih mendasar, yang merayap diam-diam ke dalam dirinya.Sudah lama tak ada yang melakukan hal seperti ini untuknya. Dulu, hanya satu pria yang pernah melakukannya—ayahnya. Dan setelah kepergiannya, sepertinya tidak ada lagi yang peduli pada hal-hal kecil seperti ini.Ia melangkah masuk, duduk dengan gerakan anggun. Axel menutup pintu dengan tenang, dan sebelum ia beranjak ke sisi lain, mata mereka sempat bertaut. Ada sesuatu dalam caranya tersenyum—sesuatu yang tulus dan… perhatian.Perlakuan sederhana. Tapi begitu… manis.Dan sialnya, pikirannya justru melemparnya lagi pa

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   87. Kenapa Begini?

    ‘Mati aku!’Jantung Cheryl serasa terhenti sesaat. Seakan dunia mengerut, menyisakan dirinya yang membeku dalam ketakutan. Telapak tangannya berkeringat, jemarinya sedingin es dalam genggaman Axel yang hangat.Axel, yang awalnya hanya ingin membuat kejutan manis, kini diliputi kebingungan. Ia tak menyangka Cheryl akan bereaksi seolah ia baru saja menyeret gadis itu ke tengah badai.Ia tahu Cheryl bukan tipe gadis yang nyaman dengan kemewahan, tapi ia tak pernah membayangkan reaksi setegang ini, seolah-olah ia baru saja menyeret gadis itu ke dalam kandang singa."Cher, santai aja. Aku nggak bakal merampokmu, kok."Axel membisikkan kata-kata itu dengan suara rendah yang berniat menenangkan, tapi justru menghasilkan efek sebaliknya.Tubuh Cheryl justru semakin menegang.Sebab di sana, ada sepasang mata setajam elang yang menghujam lurus ke arahnya, tidak berkedip. Tatapan yang tajam dan dingin… seperti pisau yang siap mengirisnya hingga ke tulang. Rahang pria itu tampak mengeras, garis-

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   88. Setiap Saat?

    Axel menatap Cheryl, menahan senyum gelinya saat melihat ekspresi pucat gadis itu. Jemari Cheryl mencengkeram buku menu, dan matanya menelusuri deretan angka dengan sorot tak percaya.Axel terkekeh pelan. “Cheryl, pilihlah apa saja yang kamu mau. Abaikan harganya, daripada nanti perutmu mulas dan nggak bisa menikmati makanan yang seharusnya enak-enak itu.”Cheryl mengangkat kepalanya, menatap Axel dengan tajam sebelum mendengus pelan. “Axel, aku—”Tapi Axel segera mengangkat tangannya, memotong ucapan itu. “Kali ini aku yang traktir.” Senyumnya melebar. “Ada sesuatu yang sedang ingin kurayakan. Jadi jangan khawatir… dompetmu aman.”Kening gadis itu mengerut, jelas ada banyak pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya.“Axel. Ini semua serba mahal.” Cheryl menunjuk angka-angka yang tertera di menu lewat lirikan mata. “Apa gajimu sebanyak itu?”Itu baru pertanyaan pertama, Axel yakin.“Kamu bisa cari tahu sendiri berapa gaji staff IT di Apex,” ujar Axel ringan.Cheryl menatapnya dengan eks

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   89. Ini Gawat

    Axel menyandarkan punggungnya ke kursi, matanya tak lepas dari Cheryl yang sibuk memainkan garpunya di atas piring. Senyumnya masih mengembang, menikmati bagaimana gadis itu tampak salah tingkah setelah perkataannya sendiri.“Jadi, Cher, bagaimana makanannya? Sudah cukup sepadan dengan harga yang tertera di menu?” godanya, mengangkat alis dengan ekspresi menggoda.Cheryl menatapnya sekilas sebelum pura-pura menghela napas panjang. “Cukup. Tapi mungkin lain kali aku tetap memilih sendiri,” balasnya, mencoba mengendalikan rona merah yang merayap di pipinya.Axel terkekeh. “Lain kali? Wah, ini sudah kedua kalinya kamu secara tidak sadar menjadwalkan pertemuan berikutnya.”Cheryl mendelik, tapi Axel bisa melihat sudut bibir gadis itu bergetar seakan terkejut sendiri dengan perkataannya. “M-maksudku… kalau aku makan di tempat mahal seperti ini lagi, aku yang akan pilih menunya sendiri.”Axel mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, jemarinya memainkan garpu dengan santai. “Tapi kalau aku

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   90. Pukulan di Siang Bolong

    “Permisi, Pak Bara. Ruangan privat untuk pertemuan Anda sudah siap.” Nina, sekretarisnya, memberitahu. Tampak kehati-hatian di wajah Nina, seolah ia khawatir mengganggu sang CEO yang sejak tadi tampak melamun. “Tumben, biasanya si bos nggak pernah melamun dengan muka tegang kayak gitu. Gawat. Apa lagi ada masalah bisnis yang serius ya?” pikirnya dalam hati.Bara menata ekspresinya kembali datar meskipun ada bara yang masih menyala di dalam dadanya. Ia bangkit dari kursi, melangkah dengan ketenangan khasnya. Nina mengikuti di belakang dengan langkah ringan namun sigap. Wanita itu cekatan, profesional, dan tahu kapan harus diam. Sejak bertahun-tahun bekerja untuknya, Nina sudah terbiasa dengan cara Bara menyaring emosi di hadapan publik, menyimpan semuanya di bawah permukaan seperti lautan yang terlihat tenang, padahal di bawahnya penuh gelombang yang tak terlihat.“Silakan masuk.” Sambut pelayan yang membukakan pintu sebuah ruang privat untuk mereka. Bara melirik sekilas pada doku

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   91. Peringatan Terselubung

    Di tengah kekacauan yang membelit pikirannya, Bara nyaris tak bisa berbuat apa-apa selain berusaha mempertahankan ekspresi tenangnya. Ia menelan ludah, berusaha mengabaikan sensasi panas yang merayap di tengkuknya. Axel seharusnya tidak ada di sini. Tidak dalam pertemuan yang sudah ia rancang dengan penuh perhitungan. Tidak di hadapan orang-orang yang harusnya melihatnya sebagai sosok yang penuh kendali.Jari-jarinya menggenggam rapat di bawah meja, begitu keras hingga buku-buku jarinya memutih. Ia menarik napas, mencoba menenangkan diri, tetapi bisik-bisik antara Axel dan Dokter Joshua yang bercampur dengan suara tawa ringan mereka tertangkap oleh telinganya.“Om tunggu perkenalan dengan pacarmu itu.” Suara Dokter Joshua terdengar menggoda. “Apa perlu sekarang saja?” "Jangan rese, ya. Dia orangnya pemalu," sahut Axel yang sudah biasa digoda oleh om kesayangannya itu."Oh, pemalu ya?" Dokter Joshua terdengar menggoda. "Jadi seleramu gadis yang pemalu? Pasti dia terlihat sangat cant

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07

Bab terbaru

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   178. Di Mata Mereka, Ini Skandal

    Milena membeku. Darahnya seakan berhenti mengalir. Kata-kata Bara menggema dalam kepalanya, menusuk seperti duri di dada. “Aku jatuh cinta padanya sejak pandangan pertama.”Milena menggeleng seraya bergumam pelan, “Semudah itukah… kau memalingkan hatimu, Bara? Bukankah kau juga pernah bilang cinta padaku? Hanya padaku…?”“Milena, cukup! Jangan rendahkan dirimu seperti ini di depan laki-laki yang sudah menolakmu!” seru Nyonya Dania, tak sanggup menyembunyikan amarah dan rasa malunya. “Mama tidak pernah mengajarkanmu untuk bersikap serendah ini!”Sedangkan Tuan Adiguna hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya, namun kerutan di wajahnya cukup bicara banyak, bahwa ia tak menyukai arah situasi ini.“Aku mencintaimu, Bara! Tidak bisakah kau melihat betapa besarnya cintaku padamu?” tangis Milena pecah. Ia sudah tak peduli pada harga diri, pada omelan ibunya. Sebab baginya kehilangan Bara terasa lebih menakutkan daripada apa pun.“Aku tak pernah mengeluh padamu soal sakitku, kan

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   177. Aku Yakin

    Bara tahu apa maksud Milena. Ia tahu itu bukan tentang pekerjaan. Itu tentang penundukan. Tentang mempermalukan. Tentang membalas dendam dengan cara paling elegan namun menyakitkan.Lelaki itu berdiri tegap di samping Cheryl. Matanya terpaku pada wajah kakeknya, lalu beralih tajam ke arah Milena yang duduk di atas kursi rodanya dengan ekspresi puas, seolah baru saja memenangkan permainan yang telah dirancangnya sejak awal.‘Brengsek. Mereka boleh saja menekanku, aku siap menghadapi mereka dengan cara apapun. Tapi mereka tidak boleh melakukan ini pada Cheryl, pada istri yang kucintai,’ geramnya dalam hati.Dadanya terasa mengencang, seolah ada bara api yang menyala dan membakar dari dalam. Otot rahangnya menegang seperti kawat baja yang hampir putus. Ia melihat segalanya dalam gerak lambat: tatapan Milena yang seperti menelan Cheryl hidup-hidup, ekspresi Tuan Sigit yang dingin dan menghakimi, serta Cheryl yang berdiri kaku di sampingnya, dengan bahu sedikit bergetar dan sorot mata yang

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   176. Aku Pemiliknya

    Milena terpana di atas kursi rodanya. Ia duduk tegak, punggung lurus seolah tak ingin memberi celah sedikit pun bagi rasa lemah untuk terlihat. Jari-jarinya yang terletak di pangkuan sempat mengepal, namun segera ia renggangkan kembali dengan tenang, menjaga penampilannya tetap anggun.“Dari mana kamu mendapat cincin dan kalung itu, Cheryl?” ucapnya lirih.Nada suaranya tak meninggi, tapi mengandung ketegasan yang dingin dan menusuk. Tidak perlu berteriak. Kalimat itu meluncur ringan, namun cukup nyaring terdengar.Hening mendadak menyelimuti udara, bersama semua mata yang kini memandang ke arah Cheryl.Sorot mata Milena tajam, dingin, dan menyala dengan kekecewaan yang berusaha ia redam. Tubuhnya mungkin tak mampu melangkah mendekat, tapi keangkuhan dan harga dirinya tetap tegak berdiri. Kepalanya sedikit dimiringkan, seolah tengah menilai seseorang yang telah melewati batas.“Itu… milikku,” lanjutnya dengan suara yang sedikit lebih berat. “Bara membelikannya untukku di Paris. Kamu m

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   175. Simbol Cinta

    Di dapur, Cheryl tersentak. Suara Bara terdengar jelas, bulat, dan tanpa ragu. Kalimat itu, “Dia sangat berharga untukku,” menghempas dirinya seperti angin kencang yang datang tanpa aba-aba.Tubuhnya membeku, seolah waktu berhenti tepat saat kalimat itu mengalun dari bibir pria yang diam-diam telah menjadi pusat dari segala yang ia jaga. Dadanya bergetar hebat, seolah jantungnya menabrak dinding rusuk berulang kali. Sebuah rasa hangat meledak dari dalam dadanya, menyebar cepat hingga membuat jemarinya gemetar dan kakinya nyaris tak berpijak. Ia tak pernah berani membayangkan akan mendengar pengakuan itu secara terbuka. Dan ketika itu terjadi… rasanya terlalu indah untuk menjadi nyata.Namun kebahagiaan itu tak datang sendirian.Secepat gelombang hangat itu menyapu tubuhnya, datang pula dingin yang menggigit, mencengkeram tengkuknya dengan kuku-kuku tajam bernama ketakutan. Ditambah, suara berat Tuan Sigit yang menyusul kemudian, menyayat udara seperti belati.“Cheryl berharga? Seber

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   174. Perlu Kalian Tahu

    Di ruang makan, semua mata kini tertuju pada Bara. Sorot terkejut tergambar jelas di wajah Tuan Sigit. Bahkan, Nyonya Dania yang semula tertawa ringan, kini mematung dalam diam. Tapi yang paling mencolok adalah Milena, tangannya yang semula santai menggenggam pegangan kursi rodanya kini menegang. Jari-jarinya mencengkeram plastik pelapis kursi seperti mencoba mencari pegangan atas realita yang tiba-tiba berubah dingin.Bara menatap ke depan, tak bergerak. Biarpun dalam dadanya berdegup kencang, namun wajahnya tetap tenang, seperti topeng yang sudah lama ia pelajari untuk dikenakan. Ia tahu apa yang baru saja ia ucapkan bisa menimbulkan riak yang lebih dari sekadar kemarahan orangtua Milena dan kakeknya. Tapi prioritasnya saat ini adalah mempertahankan Cheryl. Masih lekat dalam ingatannya ketegaran yang ia lihat di mata wanita itu ketika berpaling, adalah sesuatu yang tak bisa lagi ia abaikan. Tidak. Bara tak ingin kehilangan Cheryl, tidak sekarang atau besok. Jika ia harus melawan

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   173. Terima Kasih Telah Mencintaiku

    Air hangat yang menyapu kulitnya seperti selimut lembut dari langit, membuat Cheryl perlahan merasa tenang. Uap tipis memenuhi kamar mandi, membungkus tubuhnya dalam kehangatan, cukup menenangkan badai yang bergemuruh dalam pikirannya. Ia menutup mata, membiarkan air itu jatuh dari bahunya, meresap hingga ke pori-pori, seakan bisa membilas luka yang tinggal karena pernikahan sirinya dengan Bara kini berada di ujung jurang.Cheryl lelah. Letih yang tak lagi bisa ditawar. Dan kali ini, ia memilih menyerah. Karena apa gunanya mempertahankan sebuah ikatan yang bahkan hukum pun tidak mengakuinya? Terlebih, Bara telah resmi bertunangan dengan Milena. Di depan keluarga besar mereka, di hadapan dunia. Cheryl kalah. Dan kekalahan itu terasa begitu nyata, seperti pecahan kaca yang menusuk setiap inci hatinya.Selesai mandi, Cheryl melangkah pelan ke arah lemari. Jemarinya menyentuh gaun-gaun indah, pakaian serba mahal yang dibelikan Bara, yang pernah membuatnya merasa dicintai, membuatnya sep

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   172. Tamu Tak Diundang

    Bara menggertakkan rahang. Rasanya, ia ingin sekali membanting pintu dapur, berteriak, bahkan mengusir semua orang dari rumah ini. Tapi ia tahu, semua itu hanya bisa ia lakukan dalam khayalannya saja. Ia menunduk sejenak, mengatur napas. Menelan bulat-bulat kekecewaan yang belum sempat ia sembuhkan pagi ini. Kemudian, ia meletakkan kembali nampan ke atas meja. Matanya masih menatap makanan yang ingin ia sajikan untuk Cheryl itu beberapa detik, penuh rasa berat yang tak terkatakan, sebelum akhirnya ia berbalik dan berjalan menuju ruang tamu. Setiap langkahnya bergema dalam kesunyian rumah, dan setiap detik terasa seperti pengkhianatan terhadap niat awalnya hari ini, yang ingin mempersembahkan waktunya penuh untuk Cheryl. Tapi kini ia harus menghadapi sesuatu yang tak ia undang. Begitu sampai di ambang ruang tamu, Bara menarik napas dalam-dalam. Ia menegakkan tubuh, mengatur raut wajah, dan melangkah masuk. Tuan Sigit berdiri dengan angkuh, seperti biasa. Di sebelahnya, Milen

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   171. Dari Semua Hari yang Ada

    Cahaya pagi yang samar menyusup melalui sela tirai, mengguratkan warna keemasan di dinding kamar. Cheryl mengerjapkan mata pelan, merasakan sisa perih di sudut-sudutnya. Tubuhnya masih berat, pikirannya buram. Tapi saat pandangannya mulai fokus, jantungnya terhenti sejenak ketika menyadari bahwa Bara adalah sosok yang pertama kali ia lihat hari ini.Lelaki itu duduk di sisi tempat tidur, diam, menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan, antara penyesalan dan kelegaan.Cheryl tersentak bangun, napasnya tercekat. Untuk sesaat, begitu saja, ia hampir merentangkan tangan, ingin menarik lelaki itu dalam pelukannya, mencari hangat yang dulu selalu menenangkan. Tapi kesadaran datang seperti tamparan keras.Lelaki ini... lelaki inilah yang membuatnya lelah menangis semalaman."Kenapa kamu di sini?" suaranya serak, hampir berbisik, lebih kepada dirinya sendiri daripada untuk didengar Bara.“Aku… nggak mau jauh dari kamu. Aku mau kamu tetap sama aku, Cheryl. Apapun yang terjadi. Demi kamu,

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   170. Demi Tuhan, Aku Mencintainya

    Cheryl tak langsung menyalakan lampu saat memasuki kamarnya. Ia berdiri dalam gelap, membiarkan sepi menyambutnya seperti pelukan dingin dari dunia yang telah kehilangan warna.Napasnya membeku di udara, berat dan tersendat, seolah paru-parunya pun enggan menerima kenyataan. Yang paling menyakitkan bukanlah ditinggalkan, melainkan kenyataan bahwa ia sendirilah yang memilih pergi dari pria yang masih ia cintai, tapi tak sanggup lagi ia percaya.Ia teringat pada hari pertama ia mengizinkan dirinya mencintai Bara. Pada senyum lembut pria itu. Pada pelukan hangatnya yang dulu terasa seperti rumah. Tapi kini semua kenangan itu terasa seperti belati, menyayat tanpa ampun.Cheryl perlahan merosot ke lantai, membiarkan tubuhnya ambruk dalam keheningan yang memekakkan. Tangannya terulur ke arah ranjang… tempat di mana ia pernah menyerahkan seluruh dirinya, bukan hanya tubuh, tapi juga cinta, keyakinan, dan kehormatan.Masih terngiang bagaimana malam pertama mereka terjadi hari itu…"Bara. Kita

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status