Share

84. Justru Bagus, Kan?

Author: Indy Shinta
last update Last Updated: 2025-03-04 06:26:23

Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa terasa, jarum jam sudah melewati angka dua belas, menandakan jam makan siang.

Cheryl yang sejak tadi sibuk menyesuaikan diri dengan ritme kerja barunya akhirnya mengangkat kepala dari layar laptop, lalu melirik Sofyan yang masih fokus mengetik di meja utama.

"Mas Sofyan, soal makan siang buat Pak Bara gimana?" tanyanya, berusaha terdengar sigap.

Sofyan hanya melirik sekilas sebelum kembali mengetik. "Pak Bara lagi nggak di kantor," sahutnya santai.

Cheryl mengerjapkan mata. "Oh... begitu ya."

Tapi bukannya memberi penjelasan lebih lanjut, Sofyan justru mengembuskan napas pendek dan menatapnya dengan sorot tajam. "Kamu makanya cek dong jadwalnya sewaktu-waktu, gimana sih?" omelnya dengan nada datar, tapi cukup membuat Cheryl tersentak.

"Kamu tuh telat banget tanya makan siangnya Bapak jam segini, paling nggak sejak sejam yang lalu dong kamu siapin. Tanyain dulu si bapak mau menu apa, terus buruan order dan pastikan makanan tetap dalam kondisi hangat
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   292. Kenapa Harus Dia

    Hati Axel panas membara.Saat Reno tadi berkata, “Saya antar bajunya Dokter Joshua dulu ya, Mas. Tunggu sebentar di sini, saya nggak lama kok. Cuma mau turun ke lantai 18,” Axel hanya mengangguk sambil menahan senyum tipis, padahal bara api di dadanya seketika meledak.“Baju buat Om Valen? Di lantai 18 dengan Cheryl?” desis Axel dalam hati, kedua matanya menyipit, menatap punggung Reno yang berbalik meninggalkannya di lorong hotel.“Mereka… check in?”Ada yang tersayat di hatinya. Cheryl, gadis yang di matanya tampak mahal dan polos, apakah ternyata semurah itu? Apakah kehormatan gadis yang ia cintai sejak SMA itu cuma seharga materi yang telah diberikan oleh omnya?Axel teringat bagaimana dulu diam-diam ia membuntuti Cheryl saat pulang sekolah sendirian, hanya untuk memastikan gadis itu betul-betul aman sampai di rumah. Namun, semua kenangan itu kini bagai ditertawakan Valen.Ia mengepalkan tangan, menahan amarah yang rasanya bisa meledak di tempat.Begitu Reno menjauh, Axel menajamk

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   291. Takdir Tak Memerlukan Izinmu

    Mimi mendorong pintu kamar Baby pelan, nyaris tanpa suara. Dua pelayan lain mengikuti di belakangnya, langkah mereka teratur, seragam, seperti pasukan kecil yang bergerak dengan satu komando.Di sudut kasur, Baby meringkuk. Rambutnya berantakan, mata membesar memandangi pintu yang tiba-tiba terbuka. Napasnya memburu. Ia tampak seperti anak kucing basah yang tersudut, siap mencakar siapa pun yang mendekat.Begitu Mimi melangkah ke dalam, Baby sontak bangkit. Kakinya terantuk sudut ranjang, tapi ia tak peduli. Suaranya pecah jadi jeritan.“Apa yang kalian lakukan?! Kenapa masuk-masuk kamarku tanpa izin?!”Mimi tak menjawab. Ia hanya menoleh pada salah satu pelayan, memberi aba-aba singkat.Pelayan di belakangnya segera membuka lemari, menarik gantungan baju satu per satu. Suara gesekan gantungan menambah panas di kepala Baby.“STOP IT!” jerit Baby. Tangannya meraih bantal, melemparkannya ke arah Mimi, tapi Mimi tak berhenti. Bantal itu jatuh di kaki pelayan yang sibuk melipat baju.“Ka

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   290. Jangan Harap

    Nyonya Anne hanya tersenyum penuh makna.“Tapi kamu dan Baby tidak memiliki ikatan darah, Bara. Kalian sah-sah saja kalau menikah. Lagipula… pertunanganmu dengan Milena juga sudah tidak mungkin dilanjutkan, bukan?”Bara diam. Diamnya tajam seperti pisau basah baru diangkat dari batu asah. Rahangnya menegang. Otot lehernya berdenyut, seolah menahan sesuatu yang hampir tumpah.Dadanya terasa dihantam batu. Berat. Panas. Kata-kata Nyonya Anne berputar di kepalanya seperti rantai besi—membelenggunya lagi di sudut tanggung jawab yang seharusnya bukan miliknya.Ia menahan napas. Menelan dengus marah yang nyaris meledak. Matanya terarah lurus pada Nyonya Anne. Tatapannya dingin, membakar, menguliti sisa keberanian di wajah wanita itu.Dan di sela retak benaknya, Bara mendengar pesan kakeknya yang masih menancap di dasar kepalanya.“Jangan terlalu menghukum dirimu, Nak. Tak perlu jadi martir. Kematian Sabira sama sekali bukan salahmu.”Seketika, sisa sabarnya runtuh.Bara mencondongkan tubuh.

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   289. Sah-Sah Saja

    Bara sampai di rumahnya. Lampu-lampu gantung kristal di foyer memantulkan kilau ke seluruh lantai marmer, menelan bayangan Bara yang baru pulang melewati pintu besar dari kayu jati solid. Beberapa pelayan berdiri berjejer, menyambut serempak dengan anggukan hormat. “Selamat datang, Tuan.”Bara hanya mengangguk, dingin. Wibawanya sudah cukup jadi jawaban untuk mereka.Di ruang tamu utama, Tuan Tomi dan Nyonya Anne duduk di atas sofa panjang berbalut beludru krem keemasan dengan sandaran berukir halus. Beberapa bantal dekorasi berlapis sutra tersebar di sisi-sisinya, menciptakan kontras mewah dengan meja tamu berpermukaan marmer putih yang di atasnya mengepul teko teh porselen bermotif biru tua.Mereka tampak terlalu santai di sana, menyesap teh seolah berkunjung ke vila musim panas, bukan di rumah orang yang telah berbaik hati menampung putri mereka—yang kini mengunci diri di sebuah kamar sambil menangis karena ketakutan mereka datang.Bara menapaki permadani Persia yang merentang di a

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   288. Tak Perlu Jadi Martir

    Bara baru saja selesai berpakaian ketika ponselnya mulai bergetar di nakas. Layar itu menampilkan satu nama yang jarang muncul. “Mimi”.Kepala pelayan di rumahnya, wanita setengah baya yang selalu bicara seperlunya. Kalau Mimi menekan tombol call, pasti ada yang sedang tidak beres di rumahnya.Bara mendesah pendek. Satu bagian dari otaknya berteriak: “Jangan angkat. Nikmati malammu barang lima menit lagi.” Tapi, tangannya sudah bergerak duluan.“Ya, Mimi?” Suaranya keluar dingin. Seperti biasa. Dia selalu terdengar seperti pria yang tak bisa disentuh.“Maaf mengganggu, Tuan. Tapi ini mendesak. Orangtua Nona Baby datang ke rumah. Mereka ingin bertemu dengan Nona Baby, tapi Nona Baby justru mengunci diri di kamar, menangis sambil menjerit-jerit. Saya tidak bisa menanganinya sendiri. Pak Sofyan juga belum datang.”Sial.Malamnya hancur dalam detik. Bara mendongak, menatap langit-langit kamar hotel yang bagai menekannya. Dia ingin marah, tapi apa gunanya?“Aku bahkan baru mau istirahat

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   287. Puppy Eyes and Hidden Knives

    Reno berdiri di tengah ruangan suite, tangannya merapikan kerah kemejanya yang kusut sedikit. Beberapa kru dekorasi baru saja merapikan pita terakhir, lalu mengecek ulang balon yang bertuliskan huruf emas: “Happy Graduation, Dear Cheryl.”“Sudah siap, Pak Reno,” lapor seorang anggota tim asisten pribadi Valen. Sementara kru dekorasi dengan cekatan membereskan sampah dan merapikan ruangan. Reno menoleh, tatapannya menyisir tiap sudut ruangan. Pita satin sudah terpasang manis di pojok. Kue putih tampak cantik di meja sudut. Kotak hadiah berlapis kertas emas pun sudah siap menunggu.“Good job. Kalian bisa pulang sekarang. Terima kasih,” ujarnya sambil menepuk bahu anak buahnya itu.Semua orang langsung mengangguk, berkemas cepat tanpa banyak bicara. Suara pintu suite terbuka lalu tertutup lagi, meninggalkan Reno sendirian.Reno baru saja hendak memastikan pita terakhir di balon tidak miring, ketika ponselnya tiba-tiba bergetar di saku celana. Layar menyala, menampilkan nama “Dokter Josh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status