Share

CEO Galak Itu Kekasihku
CEO Galak Itu Kekasihku
Author: Bluside

BAB 1

Sial!

Hanya satu kata itu saja yang terusku ucapkan saat ini. Entah sudah yang ke berapa kalinya aku mengumpat. Bahkan senyuman yang selalu menghiasi wajahku telah menghilang sejak beberapa menit yang lalu.

Sesekali aku menghentakkan kakiku dengan kesal. Dan itu semua karena kertas-kertas yang ada diatas meja kerjaku saat ini. "Aaghh! Aku bersumpah akan menghancurkan kacamatanya yang menyebalkan itu!" kesal ku.

"Sepertinya suasana hatimu saat ini sedang tidak begitu baik," ucap suara lembut yang berasal dari samping meja kerjaku.

Aku menoleh, dan saat itulah aku melihat seorang wanita berambut pendek dengan kemeja biru yang sedang terkekeh geli. Mata bulatnya menatapku.

Song Yeeun, itulah nama wanita berambut pendek itu yang telah menjadi rekan kerjaku selama dua tahun ini. Umur kami yang sama membuatku begitu dekat dengannya dan sering menghabiskan waktu bersama.

"Jika kau sudah tahu kau tidak perlu bertanya!" ucapku dengan jutek, yang tidak lama kemudian disusul dengan suara tawa.

"Hahahaha, come on! Bukan kah biasanya kau selalu yang paling semangat? Kemana perginya semangatmu itu?" goda Yeeun.

Aku mendengus mendengar godaan Yeeun. "Semua semangatku hilang! Karena si galak itu!"

Yeeun mengerutkan alisnya. "Galak?"

"Iya! Siapa lagi kalau bukan CEO kita yang terhormat itu!" aku memukul-mukul meja kerjaku. "Aaghh! Kenapa dia sangat menyebalkan?!"

Untuk yang kesekian kalinya Yeeun tertawa dan hal itu semakin membuatku merasa kesal. Hah... tapi mau bagaimana lagi, seperti itulah rekan kerjaku ini yang sangat suka menggodaku.

Yeeun menarik kursinya lalu duduk di dekatku. "Memangnya kali ini apa yang dia lakukan?" tanya Yeeun merasa penasaran dengan tingkah CEO kami yang selalu tidak terduga.

Aku mengambil kertas-kertas yang ada di meja milikku, lalu menunjukkannya kepada Yeeun. "Ini! Lihat ini! Dengan seenaknya dia mencoret semua laporan yang telahku kerja semalam!" aduku.

Yah, sekarang kalian sudah tahu alasan dari kekesalanku saat ini, bukan? Itu karena laporan yang telahku selesaikan selama semalam suntuk telah di coret dengan seenaknya oleh CEO di perusahaan tempatku ini bekerja.

Gila bukan?!

Apakah dia sama sekali tidak memikirkan perasaan pegawainya yang sudah bekerja keras untuk perusahaan miliknya ini?! Dia bahkan mengatakan kata-kata yang cukup kasar kepadaku.

Yeeun mengambil kertas-kertas itu dari tanganku. Dia melihatnya satu persatu dengan kedua mata bulat miliknya. "Wow... dia benar-benar tidak berperasaan."

BRUK!

Aku mengepalkan tanganku dan memukul meja kerja milikku untuk yang kesekian kalinya. "Aku yakin dia seorang psikopat!"

"Hahahaha, psikopat? Apa kau bercanda?" tawa Yeeun sambil memegang perutnya.

"Aku serius! Bagiku dia sama sekali tidak memiliki hati! Jadi sudah pasti dia seorang psikopat!" ucapku sambil menatap Yeeun.

Namun rupanya ucapanku semakin membuat Minji tertawa dengan keras. Aku perlahan-lahan pun ikut tertawa setelah memikirkan ucapanku beberapa detik yang lalu. Yang memang terdengar cukup konyol.

Saat sedang sibuk tertawa dan meluapkan kekesalanku pada Yeeun, tiba-tiba aku mendengar seseorang yang memanggil namaku dari arah belakang.

"Keira! Keira!"

Aku menoleh, melihat ke arah seorang wanita yang tidak jauh berada dari meja kerjaku. "Kau memanggilku?"

Wanita itu mengangguk. "Iya, kau diminta untuk keruangan Tuan Walsh."

Aku dan Yeeun saling bertukar pandangan. Setelah mendengar ucapan wanita yang juga merupakan salah satu karyawan di perusahaan ini. "A-Ah... aku akan segera ke sana."

Aku beranjak dengan berat hati aku beranjak dari kursiku. Kemudian merapikan penampilanku yang sedikit berantakan. Tidak lupa aku kembali mengenakan id card yang sebelumnya sempatku lepaskan dari leherku.

"Hati-hati dengan psikopat itu..." bisik Yeeun.

"Sshh! Setidaknya berdoalah untukku!" kesalku, lalu berjalan pergi meninggalkan Yeeun yang terkekeh.

...

Dua menit.

Sudah dua menit lamanya aku berdiri menatap pintu berwarna coklat gelap yang ada di hadapanku saat ini. Aku sedang berusaha menenangkan detak jantungku yang tidak terkendali.

Aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan nafas dengan perlahan. "Hufftt... come on, you can do this Keira!" gumamku. "Dia tidak se-menyeramkan itu."

Setelah berhasil menenangkan diri juga detak jantungku, aku perlahan mengangkat tanganku dan mengetuk pintu di hadapanku sebanyak tiga kali.

Tok... Tok... Tok...

"Masuk!"

Aku terperanjat mendengar suara serak dari balik pintu itu. Karena telah di persilahkan aku pun mendorong pintu itu dengan perlahan. "P-Permisi..."

Kedua kakiku yang menggunakan high heels merah berjalan menghampiri seorang pria berkepala tiga yang sedang duduk dibalik meja itu. Kedua tangannya terlihat sibuk menekan setiap huruf yang ada pada keyboard laptop miliknya.

Aku berdehem. "Ehmm, apa Tuan Walsh memanggil saya?" ucapku dengan sopan.

"Ya, aku memanggilmu. Dan kau sangat lambat," ketusnya tanpa menatapku.

Aku merutuki diri ku sendiri. "Maafkan aku Tuan Walsh. Aku tadi sedang memperbaiki laporan yang anda minta."

Bohong.

Tentu saja aku sedang berbohong saat ini. Ayolah... aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya, kalau aku sedang tidak ingin bertemu dengannya. Jika aku mengatakan itu maka saat ini dapat di pastikan akan menjadi hari terakhirku bekerja di perusahaan ini.

"Kau sudah menyadari kesalahanmu? That's great. Karena aku membayarmu untuk bekerja dengan baik di perusahaan ini," ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop itu.

Tahan.

Tahan.

Tahan.

Kata itulah yang saat ini yang sedangku lafal kan berkali-kali di dalam hati. Berusaha agar menahan amarahku agar tidak meluap. Aku memasang senyuman di wajahku dengan terpaksa. "Tentu saja Tuan Walsh."

Navier Walsh.

Pria inilah CEO galak nan menyebalkan yang telah membuat suasana hatiku hancur hari ini. Pria yang lebih tepatnya berumur tiga puluh lima tahun dan pemilik Lyon Corp, perusahaan tempatku bekerja.

Apakah dia tampan?

Well... harusku akui kalau dia memiliki wajah yang tampan. Lihatlah alis tebal, hidung mancung, dan rahang tegasnya itu semuanya seakan-akan telah di pahat dengan sempurna. Tapi, tidak! Aku tidak akan tergoda dengan wajah tampan itu!

Bagiku, wajah tampannya itu hanya untuk menutupi sifat dingin nan galaknya. Aku yakin, kalian juga pasti akan berkata demikian jika kalian berada di posisiku. Mengingat seberapa banyak dia selalu memarahiku.

Menyebalkan.

Hanya satu kata itu saja yang dapat mendeskripsikan atasanku ini.

Saat ini aku tidak mendengar suara lain di dalam ruangan ini selain suara keyboard. Itu karena pria yang lebih tua sepuluh tahun dariku itu yang hanya diam saja sejak satu menit yang lalu. Aku menggaruk belakang leherku dengan canggung. "Tuan... apa anda membutuhkan sesua--"

"Ini. Kerjakan ini," Navier memotong ucapan ku. Tangan kanannya terulur kepadaku.

Aku mengerutkan alisku, kemudian mengambil kertas itu dari tangannya. Namun beberapa detik kemudian kedua mataku melotot. "Tuan Walsh, ini kan perancangan ponsel."

"Aku tahu. Lalu?" singkat Navier mengalihkan pandangannya dari layar laptop miliknya.

"Ini bukan tugas saya Tuan, tapi tugas Minji," ucapku dengan sedikit kesal.

Seperti yang aku katakan, kertas yang baru saja dia berikan kepadaku merupakan tugas Minji. Ini sama sekali bukan tugas yang harusku kerjakan. Apakah dia sudah lupa dengan posisiku di perusahaan ini?!

Navier menyilangkan kakinya di bawah meja itu. Dia menatapku dengan kedua mata biru miliknya. "Kenapa? Kau tidak ingin mengerjakannya?"

Aku memejamkan mataku sejenak. Tanganku meremas kertas yang ku pegang saat ini dengan nafasku mulai tidak beraturan. Baiklah, aku menyerah. Aku sudah tidak bisa menahannya.

BRAK!

Aku meletakkan kertas itu di atas meja miliknya dengan kasar. "Ya! Aku tidak ingin mengerjakannya!" ucapku dengan marah. Cukup sudah, kesabaranku sudah habis.

"Kau berani membantahku?"

"Tentu! Kenapa tidak?! Kau selalu menyiksa ku!"

"Menyiksa?" ucap Navier dengan alis kanannya yang terangkat.

"Benar! Kau selalu mencari-cari kesalahan pada pekerjaanku! Dan sekarang kau meminta ku untuk mengerjakan pekerjaan yang sama sekali bukan tugasku!"

Aku sudah tidak lagi memperdulikan posisinya yang merupakan atasanku di perusahaan ini. Kalian dengar dan lihat sendiri bukan? Sikapnya yang sangat menyebalkan dan mulut pedasnya itu.

Dan seperti yang aku katakan, selama ini dia selalu mencari-cari kesalahan di setiap tugas yang aku kerjakan. Contohnya, laporan beberapa menit yang lalu telah di tolak olehnya dengan alasan aku membuat laporan yang terlalu panjang.

Aku acungkan jari telunjukku tepat di wajahnya. "Psikopat!"

"Aku? Psikopat?" ucap Navier menunjuk dirinya sendiri.

"Iya, kau! Kau seorang psikopat gila!" ulangku memperjelas ucapan ku.

Baiklah, sepertinya aku sudah keterlaluan tapi aku tidak peduli! Aku sudah tidak tahan dan peduli lagi bahkan jika dia akan memecatku saat ini juga.

I don't give a sh*t!

Navier terdiam beberapa detik. Dia lalu memperbaiki letak kacamata seharga belasan juta yang bertengger pada hidung mancungnya. "Wow, mengesankan. Kau berani memaki ku."

Aku bertolak pinggang. "Kenapa? Kau ingin memecatku? Silahkan!" tantangku menatapnya dengan penuh amarah.

Puas.

Tentunya aku merasa sangat puas saat ini, karena akhirnya aku telah meluapkan semua amarah yang selama ini ku tahan. Biarkan saja! Biar pria ini tahu kalau sikapnya kepadaku selama dua tahun ini sudah keterlaluan.

Navier terdiam sejenak, lalu menutup laptop miliknya. Dia perlahan berdiri dari kursi kebesaran miliknya dengan kedua matanya yang menatapku. "Makan malam denganku?"

Hanya dalam hitungan detik otakku yang pintar seketika berhenti bekerja. Dan itu semua karena ucapan pria yang lebih tua di hadapanku saat ini. "H-Huh?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status