Kerumunan orang dengan baju juga ekspresi wajah yang berbeda-beda terlihat sedang berdesak-desakan. Namun tidak dengan wanita berambut panjang yang sedang duduk disamping bus jendela itu. Dia menyelipkan rambutnya dengan perlahan, sama sekali tidak memperdulikan keadaan di sekitarnya.
Namun sepertinya sesuatu sedang mengganggu pikiran wanita itu saat ini. Tidak, mungkin lebih tepatnya dia sedang melamun. Entah apa yang sedang mengganggu pikiran wanita cantik itu."Nyonya... Nyonya..."Wanita itu terlonjak mendengar panggilan dari pria yang telah memanggilnya sedari tadi. "Ah! Iya?""Pulpen milik mu jatuh Nyonya," ucap pria itu dengan sopan."Ah, terima kasih," Keira menunduk mengambil pulpen miliknya yang terjatuh.Benar, wanita yang sedang melamun itu adalah Keira Asher. Dia sudah berada di dalam bus itu sejak beberapa menit yang lalu. Lantas, dia ingin pergi kemana? Pulang.Yah, bus sudah menjadi alat transportasinya sejak sedari dulu. Alasannya? Bukan kah sudah jelas? Itu karena dia tidak memiliki alat transportasi pribadi. Jika dia memiliki alat transportasi pribadi, tidak mungkin dia rela berdesak-desakan di bus seperti ini.Selain itu, bus juga alat transportasi paling terjangkau baginya. Karena dia bekerja di perusahaan besar bukan berarti dia bisa menghabiskan gajinya sesuka hati. Selama ini dia selalu menyimpan gaji miliknya dan berusaha agar tidak boros.Dia bukan orang kaya, apa yang kalian harapkan?Tidak lama kemudian bus itu berhenti di sebuah halte. Keira segera mengambil tas miliknya dan turun dari bus bersama beberapa penumpang lainnya yang juga memiliki pemberhentian yang sama dengannya.Kedua kakinya berjalan pergi dari halte itu. Dia melewati beberapa rumah yang merupakan rumah milik tetangganya. Dan seperti biasanya, rumah-rumah itu tampak seperti tidak berpenghuni. Keira berjalan dengan menghitung setiap langkah kakinya, kebiasaan yang selalu dia lakukan sejak kecil.Dua puluh tujuh...Dua puluh delapan...Dua puluh sembilan...Tiga puluh.Kedua kaki itu berhenti melangkah dengan tiba-tiba. Keira terdiam sejenak, perlahan mendongak menatap langit sore yang tepat berada di atas kepalanya."Wah, apa yang telahku lakukan?" gumam Keira. Kedua mata hazel itu beberapa kali berkedip, lalu..."AGGHHH! AKU PASTI SUDAH GILA!" teriak Keira mengacak-acak rambutnya....Jarum pendek pada jam tangan itu telah menunjuk pada angka delapan. Dan pemilik jam tangan itu saat ini sedang sibuk memainkan jari-jarinya di atas paha mulusnya. Terlihat jelas rasa gelisah juga gugup pada wajah cantiknya.Tidak pernah di seumur hidupnya dia merasa se-gugup ini, bahkan tidak saat dia melakukan interview pekerjaan. Untuk pertama kalinya dia benar-benar merasa seperti ini.Luar biasa.Taksi yang sedang membawanya saat ini akhirnya berhenti, sesuai dengan alamat yang telah diberikan kepadanya beberapa jam yang lalu."Nyonya, kita sudah sampai," ucap pria paruh baya itu menoleh kebelakang. Senyuman menghiasi wajah yang sudah tidak muda lagi."A-Ah... tunggu sebentar," wanita itu mengeluarkan uang dari dalam tas miliknya. "Ini, Tuan."Pria itu mengambil uang itu dari tangan sang penumpang. "Terima kasih Nyonya, semoga harimu menyenangkan."Wanita itu pun turun dari taksi, yang berjalan pergi meninggalkannya. Dia terdiam dan menatap sebuah bangunan empat lantai yang tepat berada di hadapannya saat ini.Le Calandre.Itulah nama yang terpampang pada bagian atas bangunan itu. Sebuah restoran Italia yang begitu terkenal akan kemewahannya dan di sinilah Keira berada saat ini. Dengan tubuh langsingnya yang di balut oleh mini dress hitam dan beberapa manik-manik yang mempercantik mini dress itu.Cantik, dia terlihat begitu cantik.Keira menarik nafas sejenak, lalu melangkahkan kedua kakinya memasuki restoran itu untuk pertama kalinya. Benar, ini yang pertama kalinya dia menginjakkan kaki di restoran mewah ini. Bahkan gajinya selama beberapa bulan pun tidak akan cukup untuk makan di restoran ini.KLING!"Selamat datang!" sambut pria dengan seragam pelayan. "Nyonya Keira?" tanyanya dengan sopan.Keira mengerutkan alisnya, lalu menganggukkan kepalanya. "I-Iya, itu aku.""Mari, ikuti saya Nyonya," ucap pelayan itu tersenyum sambil membungkukkan badan.Keira mengikuti setiap langkah pelayan yang berjalan di depannya. Dia berjalan melewati beberapa meja pengunjung lainnya. Matanya melihat sekeliling restoran bergaya klasik itu, yang telah di tata dengan sedemikian rupa. Rasa takjub terlukis dengan begitu jelas pada mata hazel miliknya.Pelayan itu kemudian menghentikan langkahnya, lalu menoleh. "Ini meja anda Nyonya."Keira mengalihkan pandangannya. Saat itulah dia melihat seorang pria dengan setelan jas biru gelap bludru. Pria itu duduk seorang diri di meja itu sambil melihat keluar kaca restoran."Silahkan duduk Nyonya..." pelayan itu menarik kursi yang ada di meja itu."T-Terima kasih," Keira duduk dengan perlahan.Pelayan itu lalu berjalan pergi dari sana setelah menyelesaikan tugasnya. Menyisakan Keira bersama pria yang telah menunggunya sejak beberapa menit yang lalu di meja itu."Kau terlambat," ucap pemilik suara serak itu.Keira menghela nafas. Lagi-lagi kalimat itu yang selalu terucap dari pria yang lebih tua darinya itu. "Maafkan aku Tuan Walsh."Benar, pria itu adalah Navier.Atasannya sekaligus pria yang telah menjadi alasan dari teriakannya beberapa jam yang lalu juga kegugupannya saat ini. Dan kehadirannya di tempat ini tentunya telah menjadi jawaban, jika Keira telah menerima ajakan makan malam Navier.Bingung?Tentu Keira merasa bingung saat ini tentang ajakan makan malam ini. Namun juga merasa bodoh karena telah menerima ajakan Navier. Beberapa jam yang lalu dia telah menyiapkan diri jika saja dia akan di pecat, namun sekarang dia malah makan malam di sebuah restoran mewah bersama atasannya yang telah dia maki.Jadi sekarang, siapa yang gila?Keira mengumpat di dalam hati. Dia merutuki kebodohannya yang entah sudah ke berapa kalinya. Dia bahkan saat ini tidak dapat melihat wajah Navier, mengingat bagaimana dia memaki Navier saat itu.Kedua mata hazel Keira perlahan melihat ke arah Navier. Dia melihat wajah tenang itu, yang tidak menunjukkan ekspresi sama sekali. Dan dia pun menyadari kalau ini yang pertama kalinya dia melihat Navier tidak menggunakan kacamata. Dia menatap setiap garis...Mata.Hidung.Dan bibir itu.Tampan, sangat tampan.Keira tahu jika Navier memiliki wajah yang tampan, namun sama sekali tidak pernah terlintas di benaknya kalau ketampanan Navier sangatlah sempurna."Kau tidak suka wine?"Keira terlonjak. Dia segera mengalihkan pandangannya secepat mungkin. "A-Ah, suka. Saya suka."Dia mengambil segelas wine merah itu dan meminumnya dengan perlahan. Sudut matanya tidak sengaja melihat Navier yang sedang menatapnya dari balik gelas kaca itu, membuatnya nyaris tersedak.Keira meletakkan gelas wine itu kembali ke atas meja, lalu mengusap sudut bibirnya menggunakan sebuah serbet."Tidak buruk..." ucap Navier dengan tiba-tiba."Huh?" bingung Keira."Your appearance, not bad," singkat Navier.Keira terdiam sejenak sebelum menyadari maksud dari ucapan Navier. Rupanya Navier baru saja menilai penampilannya saat ini. Keira memutar matanya dengan malas.Come on! Apa pria ini tidak bisa mengucapkan suatu kalimat pujian yang juah lebih pantas untuk di dengar?Menyebalkan... benar-benar menyebalkan."Terima kasih, Tuan Walsh," ucap Keira dengan penuh penekanan.Tidak lama kemudian seorang pelayan berjalan ke arah meja mereka, mengantarkan makanan yang telah Navier pesan sebelumnya. Dan saat itu juga rasa kesal Keira hilang begitu saja. Kedua matanya berbinar melihat makanan itu.Yah, dia adalah penggila makanan. Baginya hanya makanan satu-satunya yang dapat menjadi obat dari suasana hatinya. Bahkan buktinya saat ini telah terlihat dengan jelas di depan mata kalian."Nikmatilah," ucap Navier mempersilahkan Keira.Keira mengangguk. Tanpa menunggu lama, dia memotong steak itu dan memasukkan potongan steak itu ke dalam mulutnya. Mata Keira membola saat itu juga, merasakan betapa enaknya steak dengan harga jutaan itu.Dia sudah tidak peduli lagi dengan alasan Navier yang mengajaknya makan malam. Karena yang terpenting sekarang, dia bisa menikmati steak dengan harga selangit ini secara cuma-cuma. Kesempatan emas seperti ini tidak akan datang dua kali bukan?Navier memperhatikan setiap gerak-gerik dan ekspresi yang di tunjukkan oleh wanita yang berada di hadapannya saat ini. Melihat bagaimana kedua alis itu yang berkerut juga senyuman tipis yang terukir pada wajah Keira."Aku memaafkanmu Nyonya Keira," ucap Navier meletakkan garpu yang sedang ia pegang."Apa maksudmu Tuan Walsh?""Psikopat gila."Keira langsung terbatuk-batuk. Ingin rasanya dia menghilang saat ini juga dari hadapan Navier. Dia benar-benar merasa malu saat ini karena makian yang telah dia lontarkan kepada Navier.Oh, bunuh saja dia sekarang!Keira berdehem lalu memperbaiki posisi duduknya. "B-Begini Tuan Walsh saya minta maa--""Navier," ucap Navier memotong ucapan Keira.Keira mengerutkan alisnya. "M-Maaf?""Panggil aku Navier," ucap Navier sambil menatap Keira.Keira mengedipkan matanya beberapa kali, berusaha mencerna maksud dari ucapan Navier kepadanya. Dia tidak salah dengar bukan saat ini? Dia sangat yakin alat pendengarannya masih berfungsi dengan sangat baik. Jadi dia tidak mungkin salah dengar."Kenapa? Apa kau tidak bisa melakukannya?" tanya Navier dengan kedua mata birunya yang masih menatap Keira.Keira menggelengkan kepalanya dengan perlahan. "T-Tidak, tentu saja bisa Tuan Wal-- Navier." "Itu jauh lebih baik," ucap Navier yang lalu memasukkan potongan steak itu ke dalam mulutnya.Keira benar-benar di landa kebingungan dan keterkejutan saat ini. Sebab selama ini tidak ada satupun pegawai di Lyon Corp yang Navier perbolehkan untuk memanggilnya dengan menggunakan nama depannya. Namun sekarang, apa yang sedang terjadi?!Apa makiannya sudah membuat Navier tidak waras?"Aku sudah memaafkanmu karena telah memaki ku. Anggap saja makan malam ini sebagai permintaan maafmu kepadaku," jelas Navier tanpa menatap Keira. Seakan-akan steak it
Langit yang tadinya gelap kini telah berubah warna menjadi biru terang. Begitupun dengan sang surya yang telah kembali menjalankan tugasnya untuk menerangi bumi. Sama halnya dengan wanita berambut panjang yang telah bangun dari tidurnya untuk memulai aktivitas.Dia menatap pantulan dirinya pada cermin itu. Kini dia telah menggunakan kemeja putih yang dia gulung hingga sebatas siku dengan rok merah selutut, menjadi pilihan pakaiannya hari ini.KREK...Dia berjalan keluar dari kamar miliknya. Lalu berjalan ke arah dapur, di meja makan itu tersaji sarapan yang telah dia siapkan sejak beberapa menit yang lalu. Membuat sarapan adalah salah satu hal yang harus dia lakukan setiap harinya.Wajib! Setelah memastikan semuanya telah siap. Kedua kaki telanjangnya berjalan ke arah sebuah pintu yang tidak jauh berbeda dari dapur. Dia terdiam di depan pintu itu, tangan kanannya terangkat untuk mengetuk pintu itu.Namun, tangannya tiba-tiba terhenti. Terlihat raut wajah yang sulit di jelaskan pada w
Disinilah aku berada saat ini, di dalam ruangan yang cukup besar. Di dalam sini terdapat satu meja kayu jati yang cukup panjang. Terdapat barang-barang milik ku yang sempat hilang beberapa menit yang lalu di atas meja jati itu.Aku berjalan ke arah meja itu, kemudian duduk dengan perlahan. Kursi ini sangat rupanya sangat nyaman dari yang kukira. Jauh berbeda dengan kursi milikku yang sebelumnya. Mataku kembali melihat sekeliling ruangan yang di dominasi oleh warna coklat gelap ini.Terdapat beberapa vas bunga yang di tata dengan sediam rupa di dalam ruangan ini. Sementara di belakangku terdapat sebuah rak buku yang di isi oleh map dengan berbagai macam warna. Semuanya di tata dengan sangat rapi.Aku lalu mengambil benda yang terbuat dari plastik di atas meja ini. Dan beberapa detik kemudian kedua mataku membulat dengan sempurna, setelah membaca tulisan yang ada di papan nama itu.'Keira Asher, Personal Secretary.' Benar, namaku tertulis dengan jelas pada papan nama itu. Membuatku mem
Manik hazel itu menatap kendaraan yang sedang berlalu lalang di hadapannya, juga gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi. Entahlah, semua pemandangan itu selalu terlihat menarik baginya.Dia begitu menyukai suasana langit sore yang begitu menenangkan, di matanya semuanya terlihat begitu indah. Ternyata benar kata pepatah, dimana pun kau berada kau pasti akan menemukan sebuah keindahan. Meskipun hanya kau seorang diri yang menyadarinya.Namun saat sedang terhanyut, pikirannya yang tenang tiba-tiba menjadi buyar. Sebab mengingat ucapan Navier kala itu. "Hah... sebenarnya apa yang salah dengannya?" gumam Keira.Keira benar-benar di buat bingung juga gelisah dengan sikap Navier yang begitu ajaib. Sikap Navier bahkan lebih sulit untuk di mengerti dari soal matematika yang pernah ia kerjakan sebelumnya.Keira menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Ahhhh! Aku bisa gila!" teriaknya tertahan.PUK! "Hey! Kau baik-baik saja?"Mendengar suara itu Serena perlahan-lahan meno
“Selamat pagi Keira!”“Selamat pagi Keira!”Sang pemilik nama yang mendengar semua sapaan itu merasa terkejut. Pasalnya ini hal yang belum pernah terjadi sepanjang karirnya bekerja di Lyon Corp, terlebih lagi sebelumnya ia selalu mendapatkan tatapan sinis dari beberapa rekan kerjanya. Namun sekarang? Mereka menyapa dan tersenyum kepadanya.Baik, ini adalah hal yang sangat baik.Perasaan senang pun menyelimuti hati Keira, sebuah senyuman terukir pada wajah cantiknya. “Selamat pagi!” balas Keira dengan semangat dan ramah.KIni Keira telah berada di ruangan miliknya dan hal pertama yang ia lakukan adalah mengambil beberapa map berisikan berkas yang berada di meja miliknya. Ia kemudian keluar dari ruangan miliknya dengan mebawa map-map tersebut. Kedua kaki dengan sepasang high heels hitam berjalan melewati beberapa ruangan, membuatnya sesekali berpapasan dengan pegawai lainnya.Hingga langkahnya berhenti di depan sebuah pintu berukuran besar di antara pintu yang lainnya. Ia menganggkat ta
Keira menatap dirinya pada pantulan cermin itu, mengeluarkan sebuah lipstick merah dari dalam tas miliknya. Ia memoleskan dengan perlahan lipstick itu pada bibir seksinya, membuat penampilannya semakin mempesona dengan rambutnya yang ia biarkan tergerai dengan indahnya. Tidak perlu khawatir, perusahaan tempat ia bekerja tidak memiliki peraturan yang mengharuskan pegawai wanita untuk mengikat rambut.Setelah merasa puas dengan penampilannya ia kembali memasukkan lipstick dengan harga yang cukup mahal itu ke dalam tas miliknya. Ia kemudian mengeringkan tangannya yang sedikt basah dengan menggunakan tissue yang selalu di sediakan di dalam toilet itu.Keira melihat layar ponsel miliknya. “Hah… sepertinya aku datang terlalu cepat.”Bukankah ia terlalu rajin? Bahkan waktu di ponsel miliknya masih memperlihatkan angka tujuh. Well, ini memang bukan yang pertama kalinya ia datang lebih cepat dari pegawai lainnya hal seperti ini sering terjadi.Dan karena itu, bukankah ia seharusnya mendapatkan
Tetes air terlihat berjatuhan dari langit membasahi bumi. Membuat beberapa orang berlarian dengan menggunakan jaket ataupun tas mereka, sementara sebagian dari mereka lebih memilih untuk berlindung dari setiap tetesan air itu, seperti yang di lakukan oleh Keira saat ini.Wanita berambut panjang itu sedang berlindung di samping pintu masuk gedung pencakar langit itu. Ia berdiri di sana sambil memegang tas miliknya yang cukup berat, ia terpaksa menuggu hingga hujan reda sebab tidak membawa payung sepert yang lainnya. Dan juga tidak ingin jatuh sakit jika ia memaksakan diri untuk menerobos hujan yang cukup lebat itu.Mata hazel-nya menatap setiap tetes hujan itu sambil melamun, mengabaikan keadaan di sekitarnya. Ia memang sangat menyukai hujan karena dapat membuatnya merasakan sebuah ketenangan dari suara setiap tetes hujan yang membasahi aspal itu. Namun kali ini untuk yang pertama kalinya hujan tidak dapat menenangkan pikirannya.Dia memegang dadanya dan ia dapat merasakan jantungnya y
Baiklah, sepertinya sekarang Keira benar-benar akan melompat keluar dari mobil sialan ini! Ia sungguh ingin menghilang dari pria yang saat ini berada di sampingnya, yang sedang menatapnya dan menunggu jawaban darinya. Seketika ia langsung menyesali keputusannya menaiki mobil ini, seharusnya sejak awal ia tetap menolak dan pulang dengan bus.Kali ini ia benar-benar mati kutu.Keira menggaruk belakang lehernya dengan canggung. “S-Saya hanya khawatir saya mengganggu anda yang sedang tidur, Tuan Navier,” jawab Keira.Navier menegakkan tubuhnya. “Anda telah mengkhawatirkan hal yang tidak penting.”Sudah, cukup sudah.Pria bermarga Walsh itu sungguh telah berhasil membuatnya tidak dapat mengatakan apapun lagi. Hingga detik ini Keira masih bertanya-tanya, apa yang membuat pria itu begitu di gilai oleh rekan-rekan kerjanya?Baiklah… baiklah, ia tahu kalian pasti akan mengatakan hal itu.Wajah.Itu bukan yang kalian ingin katakan kepadanya untuk yang kesekian kalinya? Meskipun ia akui wajah Na