Share

Kantin Heboh

"Buk, nasi ayam penyet satu sama teh hangat ya." Raya memesan lalu mencari keberadaan Meisya dan teman-teman nya dari departemen desain.

"Sini, Ray!" Panggil Meisya yang melihat Raya sedang celingukkan mencari keberadaan mereka. Raya langsung berjalan menuju ke tempat dimana para temannya bertahta.

Namun ketika Raya baru sampai di meja sebelah, tiba-tiba seorang wanita berdiri dan bertabrakan dengan Raya.

"Brukkk!!" Raya pun jatuh tersungkur ke lantai, lututnya memar mengeluarkan sedikit darah. Ingin rasanya dia menangis, namun itu tidak mungkin dia lakukan disini.

"Eh, kau kalo berdiri pakek mata! " Bentak Meisya kepada perempuan itu sambil menghampiri Raya dan membantunya untuk berdiri. Namun Raya sepertinya kesusahan.

"Berdiri pake kaki bego'! Bukan mata. Dasar kacung!" Balas perempuan itu yang tak terima di bentak oleh Meisya. Yang mereka kenal sebagai Sintya, dari departemen pemasaran. Sintya memang selalu saja mencari masalah dengan Raya, namun Raya selalu mengabaikan keberadaannya. Apapun yang dilakukan oleh Sintya dia tidak pernah peduli.

"Memang kau bukan kacung? Dasar perempuan gadak otak nya, kau pikir aku gak lihat kalo kau sengaja mau nyelakain Raya? Kau tengok cctv disebelah sana." Ucap Meisya sambil menunjuk arah cctv yang memang mengarah tepat kearah mereka sekarang. Sintya hanya acuh tak acuh melihat kearah cctv yang ditunjuk oleh Meisya.

"Kalo kami mau bisa kami laporin kau ke atasan. Biar kenak SP kau." Ancam Meisya yang merasa geram karena sahabat nya terluka. Sintya seketika menjadi gugup. Benar yang dikatakan Meisya. Cctv itu pasti merekam dengan baik gerak gerik Sintya sebelum Raya jalan mendekati mereka. Sebelum dia membuka mulut nya, Raya sudah terlebih dahulu memotongnya.

"Kak udah ih, ngapain diributin. Aku gak papa. Cuma lecet doang. Auhh!" Rintih Raya, dia berusaha untuk baik-baik nyatanya lututnya cukup perih untuk digerakkan. Meisya dan teman-teman yang lain sibuk membantu Raya untuk berdiri dengan benar.

"Alah cengeng. Cuma luka segitu doang. Dasar lemah! Pantes aja menebar fitnah kekamu itu gampang banget, ternyata kamu itu memang selemah ini. Hahaha.." Ucapan Sintya barusan mengobarkan amarah yang besar dalam hati Raya. Dia mengingat dengan jelas apa yang dia lihat di gudang sekolah tujuh tahun yang lalu.

Ya, Sintya adalah wanita itu. Teman sekolah Raya dan Awan.

Sesaat setelah Raya mampu berdiri dengan tegak, Raya berjalan mendekat kearah Sintya berdiri. Dan tanpa ada aba-aba apapun.

Plak!!

"Inii buat lo yang udah dengan sengaja jatuhin gue."

Plak!!

"Ini karena lo udah ngatain kak Meisya kacung."

Plak Plakk!!

Tamparan double yang jauh lebih keras dari dua tamparan sebelumnya. Membuat pipi Sintya semakin merah merona dan meninggalkan cap lima jari milik Raya disana.

"Dan ini untuk fitnah lo yang ngebuat gue dan Awan berpisah." Ucap Raya sambil meneteskan air matanya. Tujuh tahun bukan waktu yang singkat untuk Raya merindukan Awan. Sepanjang tahun, setiap hari dia selalu merindukannya, terlebih ketika Sintya datang dan mengakui semuanya. Raya semakin tak bisa tidur dibuatnya. Rasa bersalah terus menghantui pikirannya. Bersalah karena tak memberikan kesempatan kepada Awan untuk menjelaskan, dan kesempatan untuk Awan membuktikan dirinya tidak bersalah.

"Lo berani nampar gue?" Bentak Sintya.

"Kenapa enggak! Bahkan kalo lo mau gue juga berani jambak elo kaya gini." Raya langsung menghampiri Sintya dan menarik rambut panjang nya. Sintya mencoba melepaskan tangan Raya dari rambutnya namun gagal. Sebab pegangan Raya terlalu kuat.

Sementara semua orang yang ada di kantin hanya menonton pertunjukkan seru di hadapan mereka. Tidak sedikit yang meneriaki Raya untuk melakukannya lebih bersemangat lagi. Karena mereka pun tidak menyukai karakter Sintya yang terkenal sombong. Padahal kemampuan nya hanya biasa saja. Cuma menang di make up doang.

"Lepasin Raya!!" Teriak Sintya sekali lagi, namun tak ada respon apapun dari Raya.

Di ruangan CEO.

"Pak Bu Raya terlibat keributan di kantin." Ucap Albert begitu memasuki ruangan CEO. Lelaki yang disebut sebagai Pak itu langsung membuka laptopnya dan mengaktifkan tampilan dari seluruh kamera cctv yang ada dikantin.

Dia melihat bagaimana gadis itu merintih saat berdiri, seperti menahan sesuatu. Kemudian ngezoom kepada lulut Raya. Hatinya seketika berdesir melihat luka dikaki Raya. Meski hanya lecet sedikit, tapi ada perasaan tak rela. Berani sekali orang itu menyakiti gadis semanis dan sepolos itu.

Dia menggenggam erat telapak tangannya menahan amarah yang membara. Namun sesaat kemudia dia ternganga dan kepalan tangannya mengendur. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Raya menampar orang itu.

Dia kembali dikejutkan saat tamparan kedua mendarat dengan mulus kembali di pipi wanita yang menyerang nya.

Sungguh dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, bahkan akan ada tamparan ketiga dan keempat yang kini membuat senyum bangga dan rasa puas terbit di wajah CEO itu.

"Aku tidak menyangka kamu jadi seberani ini sekarang. " Dia kemudian menutup laptop nya dan pergi keluar menuju kantin dimana Raya berada.

"Kembali keruangan kalian semua. Waktu istirahat sudah lewat 10 menit." Terdengar suara ketua HRD menggema di mikrofon. Membuat semua orang gelagapan berhamburan menuju ke departemen masing-masing.

"Kenapa?" Tanya Meisya yang melihat ada yang tidak beres dengan Raya.

"Aku lapar, kak! Hikss!" Rengek Raya sambil berpura-pura terisak yang membuat tawa Meisya pecah seketika karenanya.

"Udah makan dulu sana. Nanti aku permisiin."

"Makasi ya kak. "

"Udah santai aja kali, aku duluan ini ya. Gak ngawani kau makan."

"Iyalah, kalo kakak ngawani aku makan siapa yang izini aku?" Ucap Raya malas sambil memutar bola matanya. Yang dibalas kikikan kecil dari Meisya.

"Hai... " Sapa seseorang kepada Raya ketika Meisya baru saja meninggalkan Raya.

"Eh, hai... " Sapa Raya kembali saat melihat Kurniawan sudah menarik bangkunya.

"Kamu keren tadi." Ucap sambil mengacungkan jempol nya kepada Raya. Membuat Raya tertawa tanpa mengeluarkan suaranya. Dia masih sibuk dengan makanannya.

"Pelan-pelan makannya." Ucap lelaki itu sambil mengambil selembar tissu yang mengusap noda makanan yang menempel di ujung bibir Raya. Membuat Raya tertegun sejenak.

"Udah gak keburu kalo pelan-pelan. Kamu gak lihat kantin udah sepi, waktu istirahat udah berakhir." Ucap Raya mengalihkan perhatian lelaki dihapannya yang terus saja menatap bibirnya. Jangan ditanya kondisi jantung Raya sekarang, sudah pasti detaknya meningkat dua kali lipat dari biasanya.

"Ya terus kenapa masih makan?"

"Aku laper, insiden tadi ngebuat acara makan ku ketunda." Ucap Raya mengiba, lelaki itupun tersenyum menatap kearahnya.

"Eh, kamu belum jawab pertanyaan ku tadi. Kamu dari departemen apa?" Tanya Raya, karena ketika dia mempertanyakan ini tiba-tiba ada yang memanggil lelaki itu dan dia langsung pergi meninggalkan Raya setelah berpamitan dengan sopan.

"Aku CEO disini." Jawabnya santai yang berhasil membuat Raya tersedak.

"Uhuk... uhukk...!! "

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status