"Yang Mulia, itu adalah salah satu bukti, bahwa klien kami tidak terlibat dalam skandal itu. Nyonya Fanny lah yang membuat cerita palsu, dia yang mengatur semua skenarionya. Agar Lina di skorsing dan di tuduh mengelapkan uang perusahaan. Semua bertujuan agar reputasinya buruk dan dia tidak bisa lagi bekerja di perusahaan itu. Dan foto didalam ponsel itu menunjukan pembayaran yang dilakukan untuk melakukan fitnah pada Lina." Ruang sidang yang tadinya tenang, mendadak menjadi riuh. Fanny yang sejak awal percaya diri, tiba-tiba wajahnya menjadi pucat. Hakim diam, dia terus memperhatikan bukti itu, sampai akhirnya hakim berkata, " Apakkah ini benar, Nyonya Fanny." Fanny mencoba untuk biasa saja, tapi tetap saja ekspresi wajahnya terlihat gugup, dia tidak menyangkaa kalau agnes akan berbuat seperti itu. Berada d puhak Reynaldi dan Lina, yang menjadi musuhnya. "Yang Mulia, aku rasa ini tidak ada hubungannya dengan kasus ini."ujar Fanny pucat Pengacara Fanny pun berdiri, la
"Amplop apa itu? Kenapa bisa ada dimeja makan? Kenapa mereka bisa masuk?" Dengan tangan gemetar diambilnya amplop itu, kemudian dibukanya, ada beberapa foto disana, foto dirinya dengan Bima.Yang diambil dari kejauhan. Ada tulisan mengancam disana. " Kau mungkin menang saat ini, tapi sampai kapan kamu bisa melindungi anakmu." Tubuh Lina kaku seketika, jantungnya berdegup dengan kencang. "ini bukan main-main, mereka terus membuntuti kami." ucapnya sendiri. Lina merasa binggung, bagaimana semua ini bisa sampai ke meja makannya, bukankah diluar ada penjaga yang ditugaskan oleh Reynaldi. Cepat dia mengambil ponselnya, dan menekan tombol panggilan. "Ada apa?" tanya Reynaldi begitu mengangkat panggilan. Lina mencoba mengendalikan suaranya yang bergetar. "Seseorang mengirim lagi foto-foto Bima dan aku, ada yang mengawasi kami lagi, tapi bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Bagaimana dengan pengawal yang ada di depan pintu apartemen itu?" Diseberang sana Reynaldi diam bebera
Lina merasa dadanya bergemuruh, nafasnya turun naik menahan emosi. Spontan dia berdiri dan berkata."Kabur? Aku diusir!?Aku difitnah!" Hakim mengetuk palu, " Harap tenang Nona Lina! Patuhi peraturan persidangan." " Maaf Yang Mulia! Saya terbawa emosi!" ujar Lina sambil menangkupkan kedua tangannya di dada dan kembali duduk di kursinya. Setelah sidang kembali dimulai Reynaldi berdiri dan berkata."Yang Mulia tuduhan ini tidak benar. Lina tidak pernah kabur dan meninggalkan Bima. Aku yang mengusirnya dari rumah. Kalau ada yang bersalah. Itu aku , orang yang paling bersalah. Akhirnya sidangpun selesai. Mendengar kesaksian dari Reynaldi, ruangan sidang menjadi riuh. Semua orang menyoraki pria itu dan kesalahannya dimasa lalu. Hakim menatap Reynaldi dengan tajam. "Apakah anda mau bersumpah, sudah memberikan kesaksian dan berkata seperti itu?" Reynaldi mengangguk tanpa ragu," IyaYang Mulia." Seketika wajah Fanny terlihat panik. Cepat dia sembunyikan semuanya dengan tata
"Skorsing! Ada apa ini Pak? Kenapa jadi seperti ini?" Lina merasa benar-benar putus asa, baru saja dia merasa semuanya menjadi lebih baik, tiba-tiba semuanya hancur seketika. Lina berdiri sambil menundukan kepala," Baik Pak! Permisi" katanya sambil keluar ruangan direktur utama itu. Begitu Lina keluar ruangan, Reynaldi langsung mengejarnya, " Lina tunggu! Aku tidak akan membiarkan semua ini terjadi." " Biarkan aku sendiri, Rey." katanya tegas Lina mengemasi barang-barangnya. Dia berniat pulang kerumahnya dengan perasaan kacau.Dimana Bima, anaknya sudah menunggu. Alih- alih menenangkan diri, justru masalah baru menambah sulit keadaanya. Rafka seorang dari masa lalunya, saat dulu Reynaldi mengabaikan, datang kembali. Pria itu berdiri didepan rumah Reynaldi yang ditempati nya bersama Lina. Begitu Lina sampai, dia sangat terkejut melihatnya. "Rafkha?" "Iya ini aku, lama tidak bertemu apa khabarmu?" Lina yang masih syok dan binggung dengan kejadian di kantor
Mata Fanny berbinar senang, mendapat ide dari orang bayarannya. "Lakukan!" perintahnya. Pastikan tidak ada jejak, apalagi melacak, dan mengarah kepadaku. "Tentu saja Nyonya, anda bisa percaya padaku. Anda tidak salah memilih orang, Nyonya.." Fanny mematikan telponnya dengan wajah puas. "Kamu pikir bisa kembali ke perusahaan dengan mudah, Lina, Tidak akan!" Fanny bisa memastikan kalau kai ini Lina akan jatuh lebih dalam, bahkan Reynaldi sekalipun tidak akan bisa menolong atau menyelamatkannya. ## " Apa kamu masih sibuk, tunggu aku sebentar, masih ada beberapa dokumen yang harus aku tanda tangani." ujar Reynaldi memohon. Akhirnya hari itu Lina pulang lebih gelap. Menungu Reynaldi menyelsaikan pekerjaannya. Sementara diluar hujan angin sudah mulai siang tadi. Membuat susana lebih gelap dari biasanya. Hari itu Lina mulai masuk kembali bekerja, tidak ada satupun rekan kerjanya yang berani lagi berkomentar macam-macam. Bukan karena mereka tidak ingin tahu kebenaranbya
Lina berdiri diambang pintu. Nafasnya tercekat melihat Reynaldi menatapnya kosong. Dokter dan dua orang perawat mengamatinya dengan serius. "Tuan Reynaldi! Apakah anda mengenal orang-orang yang Yang ada dikamar ini?" Reynaldi memijit pelipisnya, ekspresinya binggung, tidak bicara satu katapun. Pria itu melirik ke arah Lina, lalu Rafkha yang ada disebelahnya. Kemudian pandangannya Pindah ke arah Fanny yang ada sisi sebelah kanan tempat tidurnya. Sebelum akhirnya pandangannya kembali kearah Dokter yang ada di hadapannya. "Siapa mereka?" tanya pria itu dengan suara serak penuh dengan ekspresi wajah binggung. Dengan sigap Fanny mendekat, wajahnya hampir tidak ada jarak dengan pria itu. "Sayang, jangan dipaksa ya, nanti kepala kamu bisa sakit. Aku istri kamu, Fanny. Aku akan selalu setia nungguin kamu disini." Melihat drama yang terjadi dihadapannya membuat jantung Lina terasa diremas, perih. Matanya terasa panas. Tapi dia berusaha keras untuk menahan air mata. Dokter
"Sayang, Aku sangat mengkhawatirkanmu, Maaf kan kalau aku telat datangnya, Ya." Reynaldi mengeryit binggung," Siapa kamu?" "Sayang kan sudah aku bilang kemarin, aku Fanny istri yang sangat kamu cintai." Fanny pura-pura tersenyum meskipun didalam hatinya menahan marah. "Aku istrimu, Fanny. Dan aku akan selalu berada disisimu, kamu nggak usah takut ya, Rey." katanya sambil mengusap pipi pria itu. Lina mengepalkan tangannya menahan diri untuk tidak berteriak. Tapi akhirnya dia tidak bisa menahan emosinya juga." Berhenti berbohong Fanny, dia bukan suamimu lagi!" "Kalau begitu kamu jadi anak pintar dan baik, ya. Fanny menoleh sambil tersenyum licik, dia mendekat ke wajah Lina, Lalu berkata."Tapi dia tidak ingat bukan? Bagaimana kalau aku yang akan mengisi ingatannya kembali?" Apa kamu keberatan?" Lina terdiam, nafasnya memburu, dia tahu betul kalau Fanny pasti akan memanfaatkan situasi ini. Tidak lama kemudian Dokter datang dan melarang terlalu banyak orang ada did
Ruangan itu terlihat sangat berantakan, ada gelas pecah di lantai. Sofa yang miring tidak karuan, yang lebih mengejutkan ponsel pengasuh Bima yang jatuh dan retak dilantai. Pengasuh Bima terikat di kursi, di pojok ruangan, dengan mulut tersumpal tirai jendela yang terpaksa disobek. "Bu! B_Bima...Bu!" ucap pengasuh Bima terbata-bata. Terburu-buru Lina melepaskan tali ikatan di tangan, dan membuka sumpalan dimulutnya. "Apa yang terjadi, kemana Bima?" Belum sempat pengasuh Bima bicara, ponsel Lina kembali berdering, kali ini kembali ada pesan masuk di ponselnya. " Bima bersamaku, Jika kamu ingin tetap selamat jangan coba mencari kami." Fanny Ponsel itu hampir jatuh dari tangannya. Fanny Tubuh Lina bergetar hebat, darahnya serasa mendidih matanya merah penuh dengan kemarahan dan ketakutan. "Wanita itu benar-benar sudah gila." Lina cepat menyebar tas nya dan pergi meninggalkan pengasuh Bima yang masih syok ketakutan. "Kamu mau kemana, Nak?" tanya pengasuh Bima "Ak
Keluarga besar Reynaldi Group, menghadiri rapat resmi dan audit internal. Dan hasilnya sangat mengejutkan. Pada dua tahun terakhir terjadi beberapa transaksi besar-besaran. Dengan jumlah milyaran rupiah yang masuk ke beberapa rekening fiktif.Dan hasilnya sebuah nama yang disebut-sebut, yaitu mantan tangan kanan Reynaldi dulu. Yang pernah Reynaldi selamatkan dari kasus korupsi internal perusahaan.Dan berdasarkan hasil audit semua transaksi disebut sebagai aktivitas pencucian uang.“Apa Papa tahu soal ini?” tanya Bima dengan tatapan yang tajam.Reynaldi menunduk.”Budiman pernah aku lindungi dulu, tapi sepertinya, dia terlibat lebih dari yang aku tahu.Suasana perusahaan menjadi kacau. Dan beberapa dewan direksi, mulai meragukan kepemimpinan Bima.Mereka menuntut Bima untuk off lebih dulu, sampai kasus ini selesai diselidiki. Menyarankan Reynaldi mengambil alih semua kepemimpinan perusahaan.Tapi Bima tidak tinggal diam. Dia membentuk satu investigasi khusus. Dan bekerja sama dengan OJ
“Apa benar aku jahat? Apa aku orang jahat?Aku nggak mau ditinggalkan.” Pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya. “Aku bukan monster, kenapa aku ditinggalkan?” . Kezia terus saja memandang kosong keluar jendela jeruji. Hujan turun deras, tapi tidak bisa menyamai derasnya pikirannya. Selama berbulan-bulan dia ditahan karena kasus konspirasi dan sabotase yang menyeret namanya. Tak ada yang datang menjenguk. Bahkan Rakha… Terutama Rakha, yang selalu dirindukan. Kejiwaan nya mulai stabil, meskipun tetap harus mengkonsumsi obat- obatan. Untuk menahan emosi dan menenangkan pikirannya. Halusinasi nya selalu kembali kemasa lalu, masa awal-awal dia bertemu dengan Rakha. Pria yang umurnya terpaut sangat jauh dengannya. Pria yang dulu sangat dia kagumi. Dia ingat betul, kalau laki-laki itu dulu selalu menggenggam tangannya sangat erat. Bahkan saat malam sulit berlalu. Kezia ingat betul, bagaimana mereka membangun rumah dengan penuh mimpi. Meskipun mimpi itu rapuh, karena dipenu
Beberapa bulan setelah Kezia ditahan. Langkah kaki sepasang suami istri itu terdengar berirama di lorong sel. Wajah tua dan lelah menahan rasa sedih, marah dan gagal sebagai orang tua. Dan ternyata harta dan kekuasaan tidak bisa membeli harga diri, nama baik dan kebahagiaan. Rumah sakit di dalam tahanan itu sunyi. Tepatnya ruang kejiwaan khusus untuk para tahanan wanita. Langkah kaki Lina dan Reynaldi semakin pasti menuju ruang isolasi itu.Dibalik kaca tebal Kezia duduk diam, tatapan matanya kosong. Rambutnya berantakan. Tangan kirinya luka, berbalut perban tebal. Karena bekas goresan. Lina menarik nafas dalam, air matanya mengalir deras di pipinya. Reynaldi merangkul punggung istrinya, satu tangannya menggenggam tangan Lina, seakan-akan ingin mentransfer beribu-ribu kekuatan.“Ayokk..kamu kuat, biar bagaimanapun dia anak kita.” ujar Lina sama-sama memberikan kekuatan.Reynaldi tidak menjawab, tatapannya datar. Sebenarnya dalam hatinya ada beribu rasa amarah, ada berjuta rasa gaga
Di dalam ruang kecil rumah sakit jiwa, Kezia duduk menatap dengan tatapan kosong ke jendela. Rambutnya sudah tak serapi dulu, dan sorot matanya hilang tidak ada cahaya. Tapi satu hal tak pernah padam yaitu obsesi. Masih terlihat jelas di matanya“Nayara...” gumamnya sambil menatap koran lama yang diam-diam diberikan salah satu suster yang merasa kasihan pada Kezia, Dan koran itu memuat berita tentang keluarga besar Reynaldi Group. Foto keluarga kecil Bima dan Nasha.Foto itu menunjukkan Bima menggendong Nayara, dan Nasha tertawa sambil masing- masing memegang tangan anak mereka."Aku seharusnya yang ada di sana. Aku... seharusnya yang melahirkan pewaris itu. Kenapa bukan aku.” Bisikan-bisikan di kepalanya makin nyata. Hingga pada akhirnya isi kepalanya penuh. Dan pada suatu malam, Kezia memberontak.Di antara pikiran nya yang linglung. Ia berhasil kabur dibantu oleh seorang pria yang dulu pernah jadi informan bisnis gelapnya. Pria yang masih memiliki dendam terhadap Reynaldi Group.
Nayara tiba-tiba demam tinggi,Nasha panik, Bima langsung membawanya ke rumah sakit. Di ruang UGD. Bima menggenggam tangan kecil Nayara. Saat itu dia bukan lagi seorang CEO, dia adalah seorang ayah. Seorang ayah yang ketakutan kehilangan anaknya.“Jangan tinggalin, Papa…Nak!” suaranya bergetar menahan tangis.Saat itu juga Reynaldi dan Lina datang. Mereka menatap Bima dan Nasha. Tanpa bicara banyak. Mereka tahu apa yang sedang ada dalam perasaan anak-anaknya.Sedangkan Rakha yang datang mengunjungi Kezia ke kantor, tidak menemui istrinya di ruangan. Tanpa banyak kata-kata Rakha masuk dan beristirahat di ruangan Kezia.Dia hampir saja tertidur di sofa. Berniat membuat kejutan untuk mengajak makan siang bersama. tidak memberitahu kedatangan nya pada istrinya. Mata Rakha terus saja fokus pada laci lemari di meja kerja istrinya. Rakha kemudian bangkit, berdiri, lalu berjalan menghampiri meja itu. Membuka lacinya, dan mendapatkan sesuatu disana. Dia menemukan satu flashdisk baru. Cepat di
Kezia mulai sering absen dari kantor. Dia mengikuti program bayi tabung sendiri tanpa Bima. Beberapa rumah sakit didatangi nya, sekedar mencari informasi untuk program bayi tabung. Tanpa sepengetahuan Rakha suaminya.Ia merasa kalau ini satu-satunya cara untuk mendapatkan perhatian semua orang seperti Nasha.Nasha yang diam- diam memperhatikan gerak- gerik Kezia juga mulai curiga, tapi sebenarnya dia tidak mau peduli. Itu urusan rumah tangganya. Selama apa yang Kezia lakukan tidak merugikan nya lagi.Tapi ada satu hal yang menurutnya aneh,Pandangan Kezia pada putrinya Nayara. Kezia memandang bayi cantik itu tidak lagi dengan pandangan kagum, gemas, atau sayang. Tapi pandangannya lebih kearah kebencian yang mengancam keselamatan.Setiap kali mereka berkunjung kerumah Reynaldi, orang tuanya, lalu bertemu dengan Nayara, sikap Kezia berubah.Apalagi kalau Rakha sudah mulai menggendong bayi cantik itu.Kezia mulai terlihat kesal, tatapannya kosong. Menatap jendela. Dia mulai tak mau di
Reynaldi dan Lina masuk kedalam ruangan bersalin. Suasana di sana menjadi haru dan hangat.“Selamat sayang, kalian sudah berikan kami cucu. Anak yang cantik. Apa kalian sudah ada nama buat bayi perempuan kalian?” tanya Lina tanpa mengalihkan pandangannya pada bayi mungil itu.Bima dan Nasha saling berpandangan, sebelum akhirnya mereka menggeleng secara bersamaan.“Belum Mama.” Lina tersenyum sumringah pandangannya mengarah ke Reynaldi suaminya.Reynaldi mengangkat bahunya tanda tidak tahu.“ Boleh Mama kasih saran sebuah nama?” tanya Lina antusias.Semua mata kompak memandang kearah bayi mungil yang berselimut cantik berwarna merah muda, di dalam box.“Boleh aku kasih nama cucuku ini?” tanya Lina penuh harapan.Bima, Nasha dan Reynaldi saling pandang, sebelum akhirnya..“Iya Mama, silahkan. Siapa nama yang cantik buat bayi kami,Mama?” “Nayara artinya cahaya yang tidak pernah padam” ujar Lina antusia“Bagus Ma. Aku suka. Apa kamu suka,sayang?” tanya Bima kepada Nasha. Sambil sesekal
Hari itu Nasha datang ke kantor, Reynaldi Grup, tapi bukan sebagai istri CEO, tetapi sebagai dirinya sendiri.Ditangannya ada satu berkas yang dipegang, yang akan menghancurkan satu nama.Penampilannya sangat cantik, langkahnya mantab. Badannya yang tinggi semampai berbalut setelan jas berwarna krem sederhana. Wajahnya tenang, walau dalam dadanya bergejolak.Di lobby beberapa staf membungkuk hormat. Yang paling menarik, Kezia yang juga mempunyai jabatan penting di kantor itu, keluar dari lift dengan wajah pucat ketika melihat kehadiran Nasha.“Ada perlu apa Bu…Nasha?”suara Kezia bergetar.Nasha tersenyum tipis,” Bisa ngobrol sebentar.” Mereka masuk keruangan kecil, meeting room.Disana Nasha meletakan semua bukti-bukti, foto-foto, email, dan transferan bayaran ke editor.Kezia kaget bukan main, dia diam membeku ditempat.“Aku bisa membawamu ke pengadilan.” kata Nasha dingin. “Tapi aku bukan kamu.”Kezia menggigit bibirnya, wajahnya berubah menjadi pucat,sangat ketakutan.Nasha berdir
Merasa diabaikan, lelah menunggu, ditambah lagi tekanan dari pekerjaan. Membuat Bima akhirnya memutuskan untuk menyusul ke acara eksklusif yang sedang Nasha ikuti. Berharap bisa bertemu dengan istrinya disana.Tapi yang dilihatnya adalah Nasha sedang tertawa dan bercanda dengan pengusaha dari Jepang itu. Sangat akrab. Bahkan terlihat lebih akrab apalagi di mata seorang suami yang sedang lelah menunggu dan kesepian.Tanpa sadar Bima mengepalkan tangannya. Ada perasaan sedih dan marah bercampur aduk di dadanya.“Nasha!” panggilnya ketika acara itu usai.Merasa ada yang memanggil nya,Nasha menoleh kaget.“Bima! Ngapain kamu disini?” Mata Bima melihat dengan tajam, Ekspresinya benar -benar menakutkan.“Akun sabar nunggu kamu.dirumah. tapi apa…kamu malah bercanda tertawa dengan laki-laki.lain diluar.“Nggak kayak gitu Bima. Kamu salah.”Nasha mencoba menjelaskan tapi Bima sudah berjalan pergi.Dari kejauhan Kezia menonton semua itu, dan dia tersenyum miring.Akhirnya hubungan Nasha dan B