Tahun 2014.
Nara melanjutkan pendidikannya ke kampus yang dia impikan dan mengambil jurusan sastra.Dia sudah mulai beberapa semester, sekarang ini Nara aktif di berbagai kegiatan kampus. Salah satunya pada kegiatan seminar yang diadakan di hotel Bhineka.Nara menjadi perwakilan kampus menghadiri seminar tersebut yang berada di luar kota. Seminar itu membahas tentang dunia literasi yang dihadiri oleh seorang penulis ternama yang kebetulan juga penulis favorit Nara.Maka dari itu Nara cukup senang bisa bertemu langsung dengan penulis itu.Selama seminar berlangsung, Nara cukup menikmatinya karena cara mereka membawa topik cukup menarik.Sampai dua jam berlangsunnya seminar terasa sangat cepat. Nara merasa belum puas mendengarkan bahasan yang tadi dibicarakan. Dia ingin sekali waktu diperpanjang karena tadi itu asyik sekali baginya.Namun apa daya, acara seminar yang diikuti Nara telah selesai. Mereka kemudian mulai membubarkan diri meninggalkan tempat itu.Nara menunggu sebentar untuk bisa sekadar untuk meminta tanda tangan penulis favoritnya. Mana mungkin dia mau menyia-nyiakan kesempatan itu.Sayangnya, kerumunan terlalu ramai dan penulis favorit Nara buru-buru pergi karena ada urusan lain. Alhasil, Nara hanya bisa pasrah.Dia beranjak dari sana untuk kembali ke kamarnya yang ada lima lantai ke atas dari tempat Nara berada sekarang.Sampai di depan kamarnya, Nara segera memasuki kamar hotel bersama dengan teman sekampusnya yang memang mendapat kamar yang sama dengan Nara."Gue ke kamar mandi duluan ya, gerah banget nih," ujar Nara pada temannya.Dia menggunakan kamar mandi lebih dulu sementara temannya menunggu di luar. Nara segera membersihkan diri. Dia melakukannya dengan cepat, meski biasanya kalau dia mandi suka lama, tapi saat berbagi kamar dengan orang lain, Nara cenderung menyelesaikannya dengan cepat karena takut temannya ingin menggunakan kamar mandi.Setelah dia selesai membersihkan diri, Nara pun keluar dari kamar mandi. Dia mendapati temannya sudah tidak ada lagi di dalam kamar."Loh? Bunga ke mana ya? Kok gak ada?" gumam Nara bertanya-tanya, dia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam."Kemana Bunga pergi malam-malam begini? Kenapa gak bilang-bilang?" ujar Nara kemudian.Dia menunggu Bunga sambil mengenakan pakaian yang diambil dari koper. Namun saat dia selesai memakai baju tidur, Bunga masih belum pulang juga. Sementara Nara sudah sangat mengantuk."Duh, kok Bunga gak balik-balik sih?" ujar Nara sambil berusaha menghubungi Bunga tapi nomornya malah tidak aktif.Nara menunggu sedikit lagi berharap Bunga sudah balik ke kamar ini, tapi rasa kantuk Nara sudah tidak tertahankan lagi. Kedua kelopak matanya terasa lengket, walau Nara berusaha menahannya tetap saja tidak mampu.Nara pun akhirnya tertidur tanpa dia sadari. Tidurnya cukup nyenyak sampai dia merasakan kasurnya yang dia tiduri terasa bergerak, seperti ada yang menaikinya.Nara tidak berpikiran negatif, dia langsung menduga kalau yang naik ke tempat tidur itu Bunga. Tanpa membuka matanya, Nara membiarkan orang itu tidur di sebelahnya dan Nara pun melanjutkan tidur.Baru saja alam bawah sadarnya menyentuh ruang mimpi, namun terusik oleh sentuhan seseorang. Nara merasa ada yang sedang menyentuh tubuhnya.Nara mengira itu mimpi. Jadi dia membiarkannya, walau begitu dia masih merasa agak risih.Sentuhan itu menjadi semakin intens sampai membuat Nara menggeliat tidak nyaman. Namun Nara masih merasa kalau dirinya sedang mimpi.Kemudian Nara merasa ada sesuatu yang menyentuh bibirnya, terasa begitu kenyal dan dingin."Mhmmm...." Nara merasa sangat tidak nyaman, sedikit mendesah.Bibirnya seperti sedang dilumat oleh sesuatu yang basah. Masih dengan mata yang terpejam, Nara menggeliat ke kiri dan ke kanan untuk menjauhkan diri.Nara merasakan sebuah tangan melucuti pakaiannya sampai lepas dari tubuhnya. Kemudian cumbuan-cumbuan mendarat di leher Nara yang seputih giok.Bukan hanya itu, sentuhan sebuah tangan terasa menyentuh aset pribadinya, Nara tidak bisa menahan desahannya.Dalam hati Nara merutuki dirinya sendiri. Dia mengira kalau saat ini dia sedang memimpikan sesuatu yang erotis. Sungguh memalukan dan terasa cabul.Nara ingin sekali membuka matanya untuk memutus mimpinya ini tetapi sulit sekali. Seperti ada lem yang merekat di kedua kelopak matanya.Sentuhan yang Nara rasakan semakin lama semakin tidak bisa dia tahan. Nara mulai kewalahan karena rangsangan-rangsangan yang silih berganti datang.Membuat Nara tersiksa. Kemudian tangan nakal meraih penutup terakhir di bagian bawahnya. Nara langsung merasakan hawa dingin datang.Selanjutnya, apa yang datang pada Nara lebih menyiksa dari sebelumnya. Nara sampai tidak bisa menahan suaranya.Nara menjerit kecil. Lalu mata-matanya pelan-pelan terbuka.Gelap!Semuanya gelap, Nara tidak ingat kapan dia mematikan lampu. Namun pikirannya terhenti ketika bibirnya kembali dibungkam oleh benda kenyal yang basah.Antara sadar dan tidak sadar, Nara mengikuti insting dan membalas ciuman itu. Pada waktu ini, Nara masih berpikir kalau dirinya itu sedang bermimpi."AAaaaahhhh! Kapan mimpi ini berakhir?" jerit Nara dalam hati.Dia merasa malu karena bisa-bisanya dia bermimpi seperti ini. Sangat cabul!Tidak lama kemudian, Nara merasakan rasa sakit menyengat datang dari bagian bawah tubuhnya.Nara sampai berteriak kesakitan. Nara mengutuk dalam hati. "Ini kan mimpi? Kenapa rasa sakitnya seperti nyata?"Namun Nara sama sekali tidak bisa memikirkan itu lebih lanjut karena Nara dibuat sibuk oleh siksaan yang baru pertama kali dia rasakan dalam hidup. Namun anehnya, meski sakit, lama merasakan perasaan nikmat yang tidak pernah rasakan sebelumnya.Tanpa sadar Nara mulai terlena dan menikmati apa yang dia alami sekarang. Entah berapa lama Nara dihujani oleh perasaan-perasaan aneh seperti itu.Itu cukup lama sampai Nara merasa tubuhnya berbanjir keringat dan juga tenaganya terkuras habis sampai lemas.Sampai akhirnya Nara jatuh tidak sadarkan diri.~~~Terik matahari yang menyilaukan masuk dari celah-celah tirai yang tidak tertutup dengan sempura, sampai mengusik tidur Nara yang terasa baru saja terpejam.Nara menggeliat kecil, masih mengantuk. Dahinya sedikit mengenyit ketika ada yang aneh.Dia merasakan seluruh tubuhnya terasa sakit dan pegal. Namun yang paling menyakitkan itu di bagian bawahnya.Selain itu, ada sesuatu yang menyentuh pinggangnya. Rasa kantuk Nara segera sirna.Matanya langsung terbuka."Aaaaaakkhhhh!" teriak Nara menyaksikan tubuhnya tidak mengenakan sehelai benang pun.°•• Bersambung ••°Riri memandang heran pria yang ada di hadapannya. Seingatnya dia tidak pernah pria ini, tapi kenapa orang ini malah ada di depan pintu apartemennya."Perkenalkan nama saya Sugeng, pengacara utusan Pak Agas Pratama," kata pria itu seakan tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Riri."Pengacara?" Riri menatap bingung pria di hadapannya. "Ada urusan apa ya?"Entah mengapa ada firasat tidak enak yang menggelitiknya. Namun begitu dia ingin tahu apa yang akan dilakukan oleh pengacara dari suaminya ini. "Bisakah kita membicarakannya di dalam, Bu?" tanya Sugeng dengan sopan.Riri berpikir sejenak. Sebenarnya dia agak tidak nyaman membiarkan orang asing masuk ke dalam apartemennya, tapi dia lebih tidak nyaman kalau harus bicara di luar begini. Dengan profesinya dan juga skandalnya yang masih 'panas', akan sangat tidak aman kalau dia sampai dipotret.Pada akhirnya Riri membiarkan Sugeng masuk ke dalam apartemennya. Mereka duduk berseberangan di ruang tamu. Kemudian percakapan mereka berlanjut."J
"Meskipun dia anak kandungmu, tapi jangan seenaknya menemuinya." Kalimat itu yang sepintas terdengar oleh Aldi dan membuatnya merasa bingung. Perlu diketahui, Aldi telah menyelidiki wanita itu cukup menyeluruh karena perintah Agas. Sejauh yang telah Aldi selidiki, wanita yang merupakan ibu tiri dari Nara itu bukan sedang bersama dengan suaminya sendiri. Karena Aldu telah melihat wajah dari ayah kandung Nara. Tidak salah lagi, pria itu memang bukanlah Prayoga. "Apa maksudnya tadi?" gumam Aldi bertanya-tanya.Namun perhatiannya kemudian teralihkan karena Lia telah keluar dari toilet."Maaf agak lama, ayo kita lanjut jalan."Pada akhirnya Aldi harus menunda masalah itu karena dia tidak mau mengganggu waktu spesialnya bersama Lia.Beberapa hari sejak Aldi tidak sengaja bertemu Maya, dia telah menyelidiki lebih jauh dan menemukan sesuatu yang menurutnya cukup penting."Jadi maksudnya, Aurel itu bukan anak kandung Prayoga?" kata Agas saat Aldi memberitahunya masalah itu.Aldi mengangguk
Apa yang ingin ditunjukkan oleh Lia ternyata sebuah undangan yang mana tercetak nama mereka berdua.Aldi merasa terpesona dengan desainnya yang indah. Sungguh seperti mimpi bagi Aldi, tinggal menghitung hari, dia akan segera mempersunting sang pujaan hati."Apa bagus?" tanya Lia. "Kalau ada yang mau kamu tambahkan, bilang sama aku, biar nanti aku minta revisi. Ini baru sample aja.""Cuma satu aja? Bukannya kalau sample biasanya lebih dari satu?" tanya Aldi."Emang lebih dari satu sih, cuma aku langsung jatuh cinta sama sample yang ini," jawab Lia. "Ya, kalau kamu kurang suka desain yang ini, kita bisa minta desain lain.""Gak usah. Kalau kamu suka yang ini, aku juga pilih yang ini," sahut Aldi sambil tersenyum.~~~Sudah dua minggu sejak Agas tahu kalau Riri bukanlah ibu kandung Bima, dia sama sekali belum membuat langkah apapun selain memecat pembantunya. Justru dia menutupi masalah itu dan tidak membesarkannya.Orang lain tidaklah melihat perubahan yang ada dalam diri Agas. Seolah-o
Tepatnya beberapa jam yang lalu Agas tidak hanya meminta Aldi untuk mencari pelaku kekerasan pada Bima tetapi juga untuk menjalankan tugasnya melakukan tes DNA.Agas meminta Aldi mengambil sesuatu dari laci di ruang kantornya. Berupa sample rambut milik Bima dan Riri.Sebenarnya belakangan ini Agas merasakan keraguan samar tentang hubungan antara Riri dan Bima. Padahal mereka adalah ibu dan anak tapi wanita itu tampak tidak suka dekat dengan anaknya sendiri.Sample ini Agas dapat saat tidak sengaja melihat sisir bekas dipakai Riri. Ada sehelai rambut yang menyangkut di sana. Saat itu entah dari dorongan apa, Agas memutuskan menyimpan sample tersebut.Bukannya Agas tidak pernah berpikir untuk mengetesnya. Sudah berkali-kali pikiran itu terus terbesit namun ketika sampai pada praktiknya, dia merasa ragu. Entah karena alasan apa karena dia sendiri tidak tahu.Lebih tepatnya, nurani Agas agak segan untuk melakukannya. Mengingat sejak awal menikah dengan Riri, dia tidak bisa memberikan apa
Aldi tampak terdiam sejenak, tidak langsung menjawab pertanyaan dari Agas. Sebelum akhirnya tetap mengatakannya. "Pelakunya adalah ibu Riri, Pak."Tidak ada perubahan besar pada ekspresi Agas saat mendengar ucapan Aldi, karena pada dasarnya sejak awal Agas sendiri sudah curiga pada Riri.Namun begitu masih belum membuat Agas mengerti, mengapa ada seorang ibu yang tidak memiki kasih sayang pada anaknya sendiri."Oke. Terima kasih," kata Agas kemudian menutup telepon.Tangan Agas mengepal kuat, jelas sekali kalau saat ini dia sedang marah. "Kali ini, sudah terlalu jauh, Riri."Setelah mengatakan itu, Agas kembali ke kamar rawat untuk pamit kepada ibunya. Kemudian keluar lagi untuk pergi entah kemana.Satu jam kemudian, SUV Hitam milik Agas memasuki kediamannya sendiri. Rupanya dia langsung pulang dari rumah sakit. Namun bukan dengan tujuan untuk beristirahat melainkan hal lain. Agas berjalan masuk ke rumah dengan wajahnya yang serius. Namun dia tidak pergi ke arah kamarnya, tapi menuju
Satria memandang perempuan di hadapannya dengan sorot mata yang tajam. Sementara perempuan itu tampak santai-santai saja."Gue pinjem bentar, kamar mandinya," ujar perempuan itu sambil berjalan melewatinya.Satria sampai terbengong-bengong, meski hanya sesaat karena dia langsung melontarkan pertanyaan lagi. "Heh, lo itu siapa sih? Masuk ke kamar orang sembarangan. Maling ya?"Ucapan 'Maling ya?' seakan jadi pemicu, perempuan langsung berbalik cepat dengan wajah galak. "Apa lo bilang? Siapa yang lo panggil maling?""Elo! Siapa lagi?" sahut Satria tidak kalah galak. "Sekarang jawab pertanyaan gue, elo itu siapa? Kenapa elo ada di kamar gue?!"Perempuan itu tampak tertegun. Tatapannya yang galak melemah berganti rasa heran. "Jangan-jangan ...."Alis Satria mengerut dan matanya terus memandang wajah perempuan itu tanpa mengalihkan pandangan, tampak jelas pria itu sedang menunggu apa yang akan selanjutnya dikatakan perempuan itu."Jangan-jangan elo gak ngenalin wajah adek kandung lu sendir