Dua tahun kemudian, Ervan tampak disibukkan dengan toko sembakonya yang semakin hari semakin ramai pembeli. Padahal ia sudah memiliki tiga orang pekerja, namun dirinya masih harus membantu jika sudah ramai pesanan. Belum lagi ada pesanan yang berasal dari beberapa toko kelontong yang harus diantar. Ervan benar-benar kewalahan, namun tetap bersyukur karena kios sembakonya selalu ramai pembeli.Hingga malam pun tiba, Ervan bergegas masuk ke kamar untuk tidur setelah menghitung keuntungan hari ini. Saat masuk ke kamar, ia melihat istrinya masih belum tidur. Sedangkan Iqbal sudah tidur di kamar satunya.“Sayang, kok belum tidur?” tanya Ervan sambil memeluk istrinya yang berdiri memandangi langit malam dari jendela kamar.“Aku belum bisa tidur, Mas. Tadi udah minum susu hangat, tapi belum ngantuk juga,” jawab Gea. “Oh iya, gimana keuntungan hari ini, Mas?”“Alhamdulillah makin meningkat, Sayang. Aku kayaknya butuh dua karyawan lagi deh, Yang. Soalnya setiap hari pembeli makin ramai. Kadang
Delapan tahun kemudian....“Papa!”Iqbal berseru riang saat melihat sang ayah sudah menunggunya di parkiran mobil. Saat ini, Iqbal sudah bersekolah di Sekolah Dasar yang cukup terkenal dan bonafit di Semarang. Iqbal baru saja selesai ulangan matematika dan mendapatkan nilai terbaik. Ia tidak sabar ingin menunjukkan hasil ulangannya pada sang ayah.Iqbal berlari-lari kecil menghampiri ayahnya. Setelah hampir sampai, Iqbal tersandung batu dan hampir terjatuh. Untunglah sang ayah dengan sigap menangkap tubuhnya.“Astaga, Iqbal. Kamu tuh jangan suka lari-lari. Hampir aja jatuh kamunya. Kalau sampai ada yang luka, Papa yang dimarahi Mama,” ucap Ervan.Iqbal justru tertawa lalu meminta maaf pada Ervan. “Iya maaf ya, Pa. Soalnya aku semangat banget mau nunjukin hasil ulangan matematika aku ke Papa.”“Kamu ada ulangan matematika hari ini?” tanya Ervan.“Iya, Pa. Ini hasilnya.”Iqbal menyodorkan selembar kertas ulangan pada Ervan. Ervan pun dengan senang hati menerimanya dan memeriksa hasil ul
"Selamat ya, Bu. Hasil menunjukkan bahwa anda memang sedang hamil."Gea mematung mendengar hasil pemeriksaan itu. Memang, sudah dua minggu lebih ia merasakan mual dan pusing yang berkepanjangan. Tapi, dia tidak menyangka bahwa kini sebuah janin telah berkembang di rahimnya—hasil perbuatan Ervan sang bos sekaligus CEO tempatnya bekerja.Hancur sudah harapan Gea. Haruskah ia mengatakan hal ini pada pria brengsek yang melecehkannya?"Ini hasil tesnya dan ini resep yang harus Anda tebus. Saya sarankan untuk tidak terlalu stres ya, Bu. Usia kehamilan yang masih muda sangat rentan mengalami keguguran. Jadi, tetap harus dijaga, baik itu dari pola makan ataupun pola pikir. Beritahukan juga pada suami ya, Bu," jelas dokter obgyn itu lagi.Gea sontak tersenyum getir. Suami? Bahkan, Gea belum menikah! Apa yang harus ia katakan pada Ibunya? Namun, wanita berusia 27 tahun itu tak mungkin mengatakannya di hadapan sang dokter. Dengan nada lemas, Gea pun akhirnya membalas ucapannya, "Baik, Dok. Say
"Apa ini?" tanya Ervan sambil menunjukkan surat yang ia temukan barusan. "Apa benar kamu hamil?"Seketika Gea terkejut melihat surat itu ada di tangan Ervan. Bagaimana bisa? Batin Gea."I-Iya, Pak," jawab Gea sambil menunduk dan berusaha mengingat dimana terakhir kali ia meletakkan surat itu. Ceroboh sekali!Ervan menatap mata Gea dengan penuh selidik. Tadi, tidak sengaja Ervan mendapatkan surat itu di depan ruangan saat hendak ke toilet. Ervan membaca surat itu dan merasa terkejut. Itu sebabnya dia memanggil Gea untuk ke ruangannya."Kenapa kamu bisa hamil?" tanya Ervan.Gea langsung menegakkan kepalanya. Dengan emosi, dia menatap Ervan dengan tajam lalu berkata, "Bapak tanya kenapa? Harusnya saya yang tanya. Kenapa Bapak nodai saya waktu itu? Anak yang ada dalam kandungan saya itu anak Bapak!""Hah?" Ervan terkejut beberapa saat, lalu menggelengkan kepala. "Nggak! Itu nggak mungkin!""Apanya yang nggak mungkin, Pak? Cuma Bapak yang berani sentuh saya sampai sejauh ini. Masih mau meng
"Assalamualaikum."Gea menjawab panggilan telepon dari Sherly saat tengah sibuk mengerjakan pekerjaannya. Ia merindukan Sherly yang hari ini terpaksa pulang karena di-skors. Terlebih, baru saja dia kembali bertengkar dengan atasan tak tahu dirinya itu."Waalaikumsalam," jawab Sherly cepat dari ujung telepon. "Gimana hari ini?""Apanya yang gimana?" tanya Gea tak mengerti. 'Apa Sherly tahu...?'Belum sempat mengatakan apapun, Sherly kembali berbicara panjang lebar, "Ya kerjaannya dong. Kan hari ini lo kerja sendirian. Gimana perasaan anda, Nona Gea Shanindya."Gea sontak tertawa mendengar Sherly menyebut nama panjangnya. Jika sedang kesal, Sherly akan melakukan hal itu. Jadi, bagi Gea, itu sudah biasa."Tuhkan, kebiasaan nih anak. Pasti lagi bengong kan?" terka Sherly semakin kesal.Gea tertawa lagi dan menjawab, "Iya, maaf ya. Jangan ngambek dong.""Udah ah. Males. Mau ngambek aja. Bete."Gea pun menyandarkan tubuhnya di kursi. Punggungnya terasa pegal karena terus menelungkup sejak
"Hu-Hukuman? Hukuman apa, Pak?" panik Gea.Namun, Ervan tidak menjawab dan hanya menyeringai. Tiba-tiba, pria itu menarik tangan Gea hingga jarak mereka cukup dekat. Tanpa memikirkan perasaannya, Ervan mencium bibir ranum wanita itu. Melumatnya dengan kasar."Hentikan, Pak!" teriak Gea sambil terus memberontak.Tapi sayang, Ervan mengabaikan teriakan Gea."Hentikan!" Gea kembali berteriak dan mendorong tubuh Ervan hingga menyentuh pintu.Gea mengusap bibirnya yang ternodai dengan kasar. Air mata sudah mengalir deras. "Apa yang udah Bapak lakuin ke saya, hah?! Bapak mau nodai saya lagi?! Apa belum cukup Bapak buat saya menderita?!""Nggak usah sok merasa paling menderita deh. Kamu tuh bukan siapa-siapa di sini," ucap Ervan tanpa rasa bersalah, "Kalau masih mau kerja sama aku, turuti aja apa yang aku mau. Nggak usah berontak.""Nggak! Saya nggak mau!" tolak Gea merasa terhina. Dia memang berusaha bersikap biasa saja sejak insiden waktu itu. Tapi, Ervan sudah melewati batas! Sejak awal
Mendengar ancaman Gea, nyali Ervan tiba-tiba menciut. Ada rasa kesal. Tapi, Ervan tidak mungkin melanjutkan hasratnya. Bisa heboh satu perusahaan jika Gea benar-benar menyebarkan berita itu. Reputasi Ervan dan keluarganya bisa tercoreng...."Ck! Oke, oke ... aku bakal keluar," ucap Ervan. "Tapi, urusan kita belum selesai. Ingat itu!"Ervan melenggang pergi dengan kesal dan membanting pintu saat keluar. Setelah kepergian Ervan, tubuh Gea lemas sampai terduduk di lantai sambil menangis.Sedangkan Ervan menggeram kesal di ruangannya sendiri karena merasa ditolak oleh wanita itu. Baru kali ini Ervan mendapat penolakan. Apalagi Ervan juga ditampar oleh Gea."Sialan tuh cewek! Berani banget dia nampar pipi gue!" gerutu Ervan. "Nggak terima gue!"Ervan duduk di kursi dengan kasar. "Awas lo, Gea. Gue bakal kasih perhitungan buat lo." ****Gea menatap jam dinding. Waktu jam kerja sudah habis. Pekerjaannya juga sudah selesai. Kini, Gea bersiap untuk pulang ke rumah. Setelah kejadian pukul 10.
Ervan baru tiba di kediamannya dengan raut wajah lelah dan pusing. Bagaimana tidak pusing? Dalam waktu dekat, Ervan harus menikah dengan karyawannya sendiri. Tak pernah terbayangkan dalam benak Ervan, dirinya akan menikah dengan paksaan seperti ini. Semuanya terasa rumit bagi Ervan. Padahal Ervan belum siap dengan komitmen.Pria berusia 30 tahun itu menghempaskan tubuhnya di atas sofa sambil menghela napas lelah.Bagus Pramudji, sang ayah, menghampiri Ervan yang sedang menutup mata di sofa."Ervan," panggil pria berusia 60 tahun itu.Namun, Ervan hanya membuka matanya sekilas, kemudian menutupnya lagi. Setelah itu, ia bertanya, "Apa?""Kalau dipanggil orang tua itu yang bagus jawabnya. Duduk. Jangan tiduran kayak gitu," celoteh Bagus kesal.Ervan mendecak kesal dan terpaksa membuka mata sambil duduk tegak. Ia menatap Bagus yang sudah duduk di sofa satunya lagi. "Ada apa, Pa?""Papa mau tanya soal kemajuan perusahaan. Ada laporan nggak enak yang Papa dapat dari pihak keuangan. Katanya