Gea melambaikan tangan ketika mobil Bagus sudah melaju meninggalkan rumahnya. Senyum bahagia Gea tak luntur sedetikpun. Hatinya sangat-sangat lega sekarang. Bagus kembali bersikap seperti biasanya dan justru menerima putranya sebagai cucu.Hingga tak lama kemudian, suara Ervan terdengar jelas di telinganya. Gea menoleh dan ternyata Ervan sudah berdiri di sampingnya.“Loh, ini kado dari siapa, Yang?” tanya Ervan sambil mengernyit heran.“Dari Papa, Mas.”Ervan melongo mendengar jawaban Gea. “Hah? Papa?”“Iya, Mas.”“Papa kesini?” tanya Ervan lagi.Gea mendengus dan hanya mengangguk. Sementara Ervan mencoba menepuk pipinya. Ia merasa sedang bermimpi. Namun hal itu justru membuatnya terlihat lucu di mata sang istri, sampai membuat istrinya tertawa.Ervan lantas menatap istrinya dengan alis yang tertaut samar. “Kok kamu ketawa, Yang?”“Ya soalnya kamu lucu,” jawab Gea apa adanya.“Lucu kenapa?”“Itu tadi, tepuk-tepuk pipi.” Gea menekan pipi Ervan yang tampak sedikit berisi. “Kamu itu lagi
Fahri berjalan memasuki kafe yang menjadi tempat pertemuannya dengan Ervan malam ini. Pagi tadi, ia ditugaskan Ervan untuk mengunjungi para pelaku yang sudah mengganggu kehidupan Ervan. Hanya sekadar mengetahui keadaan mereka masing-masing. Kalau Restu, Ervan sendiri sudah mempekerjakannya lagi mulai besok, dan itu atas permintaan Gea. Ervan juga sudah bisa memaafkan kesalahan Restu, mengingat kondisi Restu saat itu sedang terdesak.Ervan yang melihat keberadaan Fahri langsung melambaikan tangan. Posisi duduknya memang sedikit ke belakang area kafe karena lebih sepi dari bagian depan. Untung saja Fahri bisa menyadari lambaian tangannya dan bergegas menghampirinya.Fahri duduk di hadapan Ervan. Wajahnya tampak murung setelah mengunjungi Intan, Irma dan Dira. Ervan bisa merasakan aura tidak enak dari tatapan mata Fahri.“Ada apa, Ri?” tanya Ervan.Sebelum berbicara, Fahri menghela napas terlebih dulu. Helaan napasnya terdengar sangat berat sekali. Kemudian, Fahri berkata, “Van, gue puny
Seminggu setelah kepergian Intan, Ervan dan Gea memutuskan untuk mengikhlaskan semuanya. Mulai dari permasalahan awal dengan Intan dan Irma, sampai merembet ke masalah Wahyu yang dendam karena kematian Jelita. Bahkan sampai menyeret beberapa orang, termasuk Restu. Mereka sudah mulai berdamai dengan masa lalu dan akan memulai kehidupan baru bersama-sama.Dan pagi ini, mereka berniat melihat kondisi terkini Irma dan juga Dira. Mereka berada di RSJ yang sama. Namun, mereka hanya bisa melihat dari kejauhan saja. Kondisi Irma dan Dira sangat buruk dan sulit untuk dikendalikan, terutama Irma yang terkadang berteriak bahwa dirinya adalah orang paling kaya di muka Bumi ini. Obsesinya menjadi orang kaya memang masih sangat melekat di pikirannya, sehingga membuatnya depresi ketika keinginan itu tak tercapai.Setelah selesai melihat kondisi Irma dan Dira, mereka memutuskan untuk berkunjung ke makam Wahyu dan Intan. Hanya sebentar karena mereka sekeluarga berencana untuk liburan ke tempat rekreas
Dua tahun kemudian, Ervan tampak disibukkan dengan toko sembakonya yang semakin hari semakin ramai pembeli. Padahal ia sudah memiliki tiga orang pekerja, namun dirinya masih harus membantu jika sudah ramai pesanan. Belum lagi ada pesanan yang berasal dari beberapa toko kelontong yang harus diantar. Ervan benar-benar kewalahan, namun tetap bersyukur karena kios sembakonya selalu ramai pembeli.Hingga malam pun tiba, Ervan bergegas masuk ke kamar untuk tidur setelah menghitung keuntungan hari ini. Saat masuk ke kamar, ia melihat istrinya masih belum tidur. Sedangkan Iqbal sudah tidur di kamar satunya.“Sayang, kok belum tidur?” tanya Ervan sambil memeluk istrinya yang berdiri memandangi langit malam dari jendela kamar.“Aku belum bisa tidur, Mas. Tadi udah minum susu hangat, tapi belum ngantuk juga,” jawab Gea. “Oh iya, gimana keuntungan hari ini, Mas?”“Alhamdulillah makin meningkat, Sayang. Aku kayaknya butuh dua karyawan lagi deh, Yang. Soalnya setiap hari pembeli makin ramai. Kadang
Delapan tahun kemudian....“Papa!”Iqbal berseru riang saat melihat sang ayah sudah menunggunya di parkiran mobil. Saat ini, Iqbal sudah bersekolah di Sekolah Dasar yang cukup terkenal dan bonafit di Semarang. Iqbal baru saja selesai ulangan matematika dan mendapatkan nilai terbaik. Ia tidak sabar ingin menunjukkan hasil ulangannya pada sang ayah.Iqbal berlari-lari kecil menghampiri ayahnya. Setelah hampir sampai, Iqbal tersandung batu dan hampir terjatuh. Untunglah sang ayah dengan sigap menangkap tubuhnya.“Astaga, Iqbal. Kamu tuh jangan suka lari-lari. Hampir aja jatuh kamunya. Kalau sampai ada yang luka, Papa yang dimarahi Mama,” ucap Ervan.Iqbal justru tertawa lalu meminta maaf pada Ervan. “Iya maaf ya, Pa. Soalnya aku semangat banget mau nunjukin hasil ulangan matematika aku ke Papa.”“Kamu ada ulangan matematika hari ini?” tanya Ervan.“Iya, Pa. Ini hasilnya.”Iqbal menyodorkan selembar kertas ulangan pada Ervan. Ervan pun dengan senang hati menerimanya dan memeriksa hasil ul
"Selamat ya, Bu. Hasil menunjukkan bahwa anda memang sedang hamil."Gea mematung mendengar hasil pemeriksaan itu. Memang, sudah dua minggu lebih ia merasakan mual dan pusing yang berkepanjangan. Tapi, dia tidak menyangka bahwa kini sebuah janin telah berkembang di rahimnya—hasil perbuatan Ervan sang bos sekaligus CEO tempatnya bekerja.Hancur sudah harapan Gea. Haruskah ia mengatakan hal ini pada pria brengsek yang melecehkannya?"Ini hasil tesnya dan ini resep yang harus Anda tebus. Saya sarankan untuk tidak terlalu stres ya, Bu. Usia kehamilan yang masih muda sangat rentan mengalami keguguran. Jadi, tetap harus dijaga, baik itu dari pola makan ataupun pola pikir. Beritahukan juga pada suami ya, Bu," jelas dokter obgyn itu lagi.Gea sontak tersenyum getir. Suami? Bahkan, Gea belum menikah! Apa yang harus ia katakan pada Ibunya? Namun, wanita berusia 27 tahun itu tak mungkin mengatakannya di hadapan sang dokter. Dengan nada lemas, Gea pun akhirnya membalas ucapannya, "Baik, Dok. Say
"Apa ini?" tanya Ervan sambil menunjukkan surat yang ia temukan barusan. "Apa benar kamu hamil?"Seketika Gea terkejut melihat surat itu ada di tangan Ervan. Bagaimana bisa? Batin Gea."I-Iya, Pak," jawab Gea sambil menunduk dan berusaha mengingat dimana terakhir kali ia meletakkan surat itu. Ceroboh sekali!Ervan menatap mata Gea dengan penuh selidik. Tadi, tidak sengaja Ervan mendapatkan surat itu di depan ruangan saat hendak ke toilet. Ervan membaca surat itu dan merasa terkejut. Itu sebabnya dia memanggil Gea untuk ke ruangannya."Kenapa kamu bisa hamil?" tanya Ervan.Gea langsung menegakkan kepalanya. Dengan emosi, dia menatap Ervan dengan tajam lalu berkata, "Bapak tanya kenapa? Harusnya saya yang tanya. Kenapa Bapak nodai saya waktu itu? Anak yang ada dalam kandungan saya itu anak Bapak!""Hah?" Ervan terkejut beberapa saat, lalu menggelengkan kepala. "Nggak! Itu nggak mungkin!""Apanya yang nggak mungkin, Pak? Cuma Bapak yang berani sentuh saya sampai sejauh ini. Masih mau meng
"Assalamualaikum."Gea menjawab panggilan telepon dari Sherly saat tengah sibuk mengerjakan pekerjaannya. Ia merindukan Sherly yang hari ini terpaksa pulang karena di-skors. Terlebih, baru saja dia kembali bertengkar dengan atasan tak tahu dirinya itu."Waalaikumsalam," jawab Sherly cepat dari ujung telepon. "Gimana hari ini?""Apanya yang gimana?" tanya Gea tak mengerti. 'Apa Sherly tahu...?'Belum sempat mengatakan apapun, Sherly kembali berbicara panjang lebar, "Ya kerjaannya dong. Kan hari ini lo kerja sendirian. Gimana perasaan anda, Nona Gea Shanindya."Gea sontak tertawa mendengar Sherly menyebut nama panjangnya. Jika sedang kesal, Sherly akan melakukan hal itu. Jadi, bagi Gea, itu sudah biasa."Tuhkan, kebiasaan nih anak. Pasti lagi bengong kan?" terka Sherly semakin kesal.Gea tertawa lagi dan menjawab, "Iya, maaf ya. Jangan ngambek dong.""Udah ah. Males. Mau ngambek aja. Bete."Gea pun menyandarkan tubuhnya di kursi. Punggungnya terasa pegal karena terus menelungkup sejak