Charlotte sedang menunggu di depan pintu ketika Susan tiba. Saat Susan melihatnya, dia segera naik. “Kau akhirnya di sini, Susan.” “Bagaimana kabar Luke sekarang?” tanya Susan, suaranya pekat akan rasa cemas. “Ayo, masuk dulu,” kata Charlotte seraya membawa Susan ke dalam rumah. Ketika mereka berada di dalam rumah, Charlotte langsung mengambilkan segelas air untuknya ketika melihat lapisan keringat di dahi Susan. “Kakakku ada di kamarnya. Ini, minumlah air." “Terima kasih,” Susan mengambil gelas itu dan menghabiskan air dalam satu tegukan. Dia lantas berkata, “Ayo, kita temui kakakmu sekarang. Aku mengkhawatirkan dirinya." "Baiklah," Charlotte menyeringai sebelum membawa Susan ke kamar. Susan masuk ke kamar dan melihat Luke terbaring di tempat tidur. Tepat ketika dia berjalan mendekati tempat tidur, dia mendengar suara ledakan keras dari belakang. Dia menoleh, dan dengan ngeri, pintu kamar tertutup. Apa yang terjadi? Susan mencoba membuka pintu tetapi terkunci dari luar
“Susie? Apakah maksudmu Susan?” Charlotte Jenkins berlagak bodoh. “Bagaimana aku bisa tahu keberadaannya?” “Lebih dari satu jam yang lalu, kau menelepon Susan. Setelah itu, dia meninggalkan rumah dan tidak dapat dihubungi sampai sekarang.” Suara Julian Shaw berubah menjadi sangat dingin. "Berani-beraninya kau mengatakan kau tidak tahu di mana dia!" Jantung Charlotte berdegup kencang, tetapi dia masih berhasil memaksakan senyum dan berkata, "Aku benar-benar tidak tahu." "Baiklah kalau begitu." Julian menutup telepon, mengambil kuncinya, dan meninggalkan rumah. Lokasi: Rumah keluarga Jenkins. Terlepas dari keberadaan Susan, masalah ini pasti terkait dengan keluarga Jenkins. Hanya itu saja yang perlu dia ketahui dan itu sudah cukup baginya. Charlotte merasa agak gugup setelah menutup telepon. Dia tidak menyangka Julian akan bereaksi begitu cepat. Jika tebakannya benar, Julian seharusnya bergegas ke rumah keluarga Jenkins sekarang. “Charlotte, apa yang kau lakukan? Madam
Mandy menyenandungkan lagu sambil berjalan ke atas. Ada seorang pelayan yang mengambil kunci yang tergantung di pintu sebelumnya. Ketika Mandy sampai di depan pintu, semuanya kembali normal. Dia pun tersenyum. Saat dia mendorong pintu hingga terbuka, dia berkata, "Luke, aku pulang." Pintunya terbuka. Kemudian, dia melihat pemandangan di ruangan itu. Mata Mandy dipenuhi dengan ketidakpercayaan. “Mandy adalah gadis yang baik. Hanya saja dia suka berbelanja. Tapi, kami masih dapat mendukungnya karena kami adalah keluarga kaya." Madam Jenkins tersenyum dan berkata. "Ya, itu benar." Madam Shaw setuju dengannya. Tiba-tiba mereka mendengar teriakan di lantai atas. Mereka tercengang. "Ada apa? Kedengarannya seperti Mandy.” Madam Jenkins lalu berdiri. “Apa terjadi sesuatu?” Charlotte merasa khawatir. "Kuharap dia tidak bertengkar dengan kakakku." “Sepertinya kalian sedang sibuk. Aku akan pergi sekarang,” kata Madam Shaw. “Kau tidak harus pergi.” Madam Jenkins meraih
Ekspresi wajah Madam Shaw memburuk saat dia mendengarkan perkataan Mandy. Dia telah hidup cukup lama. Kapan dia pernah disalahkan dan dimarahi seperti itu oleh orang yang lebih muda sebelumnya? Tetapi, dia tidak tahu apa-apa tentang semua hal yang dibicarakan Mandy. Dia pun tidak tahu bagaimana membalas pertanyaan Mandy. "Mandy, berhenti bicara!" Madam Jenkins berpura-pura menghentikan perkataan Mandy. “Aku yang akan mengatakannya.” Mandy menatap Madam Shaw. “Aku dengar kau adalah orang yang adil. Aku hanya ingin melihat bagaimana kau akan menjelaskannya kepada aku hari ini!” Ekspresi wajah Madam Shaw menjadi gelap. Dia menatap Susan dengan dingin. Kemudian, dia berkata, “Mengapa kau masih duduk di sana? Kemarilah, cepat!” Susan mengertakkan gigi dan berdiri dengan goyah. Dia pernah dibius sebelumnya, dan karena itulah ia bergegas ke kamar kecil dan menyiram dirinya dengan air dingin untuk mengontrol efek obat tersebut. Tetapi, dia masih menderita karena obat itu. Dia mer
Julian mengernyit. Madam Shaw menatapnya. “Kau sudah mengetahuinya! Julian, bagaimana kau bisa begitu bodoh? Kau dapat memiliki wanita manapun yang kau inginkan dengan status keluarga kita. Kenapa kau menginginkan wanita yang begitu memalukan dan tidak setia… ” "Ibu." Julian langsung menyela. “Susan tidak pernah menghubungi Luke setelah dia menikah denganku. Lagipula, Ibulah yang memintaku untuk menikahinya sejak awal." Madam Shaw tertegun dan kaget. Setelah beberapa saat, dia menggebrak meja dan tampak kesal. “Aku tidak tahu dia orang yang seperti itu sebelumnya. Aku sudah menyelidiki dirinya dan menemukan bahwa dia tidak pernah memiliki mantan pacar. Madam Jenkins pasti telah menyembunyikan hal itu dari orang lain. Mereka malu karena Luke memiliki hubungan romantis dengan Susan. Kenapa aku tidak bertindak lebih hati-hati saat itu? Kita tidak boleh membiarkan wanita yang tidak tahu malu itu..." "Ibu." Julian mengerutkan kening. “Sekarang Susan adalah istriku. Ibu sebaiknya m
Jacob masih berdiri di sana dengan linglung. Julian tidak pernah menyangka Madam Shaw akan bereaksi seperti itu secara tiba-tiba. Dia sendiri pun menjadi gugup. Hal tersebut sungguh mengerikan! Julian ingin membantu dan memblokir serangan terhadap Jacob, tetapi rasa sakit di lengannya langsung menyerang begitu dia mengangkat tangannya. Asbak itu pun hendak menabrak Jacob, tetapi kemudian secara tiba-tiba sesosok tubuh bergegas ke tempat kejadian dan berdiri di depan Jacob. Suara pukulan keras lalu terdengar. Asbak itu membentur dahi sosok itu dengan keras. Madam Shaw tertegun. Julian juga merasa cemas. "Susie!" Julian berlari ke arahnya secara spontan. Dahi Susan terkena hantaman asbak tersebut dan meman biru terlihat muncul di sana. "Apakah kau baik-baik saja?" Julian merasa sangat khawatir. "Tidak apa-apa. Ini tidak akan membunuhku." Susan memiringkan kepalanya dan menatap Jacob. “Kakak, kau tidak terluka, kan?” "Tidak." Jacob memandang Susan. Dia merasa sed
Di kediaman keluarga Jenkins. Yang tersisa hanyalah pemandangan mengerikan setelah Julian membawa Susan pergi. Mandy begitu menikmati kemalangan Susan. Dia melihat ke arah tempat mereka pergi. “Kali ini aku hanya ingin melihat bagaimana wanita jalang itu menderita.” "Cukup." Luke memotongnya dengan dingin. "Sudah kubilang jangan pernah menyebut Susan seperti itu." Mandy tercengang untuk sesaat. Dia langsung merasa kesal. “Luke, apa maksudmu? Aku istrimu sekarang, dan dia adalah pembunuh yang telah membunuh ayah. Bagaimana kau bisa membelanya? Dengan siapa kau berpihak?” Luke tidak ingin menjawab pertanyaannya. Wajahnya makin terlihat serius, "Charlotte, ikut denganku sebentar." "Kenapa?" kata Charlotte merasa sedikit bersalah. "Aku? Ada apa?" "Ikutlah denganku sekarang!" kata Luke tegas. Charlotte ketakutan. Dia melihat ke arah Madam Jenkins, meminta bantuannya. Madam Jenkins pun lalu meraih tangan Charlotte dan berkata, “Luke, ada apa? Adikmu ini ketakutan. Jangan me
"Pergi?" Susan sangat terkejut. "Kemana kita akan pergi?" Jacob tampak tenang. “Kita akan meninggalkan tempat ini. Tidak masalah kemanapun kita pergi. Susie, aku tidak ingin kau diperlakukan seperti itu lagi.” Melihat wajah serius Jacob, Susan menjadi sedih. Dia lalu berkata dengan lembut, “Kakak, aku tidak diperlakukan buruk. Selain itu, kita tidak punya tempat lain lagi." Jacob memusatkan perhatian pada Susan, dan berkata, “Susie, apakah kau ingin tetap tinggal hanya karena aku? Apakah benar begitu?" Tubuh Susan gemetar, dan kemudian dia tersenyum dan berkata, "Kakak jangan bicara omong kosong." "Susie, jika kau harus menerima perlakuan buruk seperti itu hanya untuk membuatku tetap hidup, aku lebih dari rela menyerahkan hidupku sekarang," kata Jacob tenang. Sikap tenangnya tampak aneh ketika dia berbicara tentang kematian seolah-olah hal itu merupakan perihal yang sepele seperti makan dan minum. Susan melihat reaksi tenangnya dan kontan marah. Dia lalu menggebrak me