“Gue yang perlu sama lo. Katakan! Siapa Zahwa?” Arsan memandang nyalang ke arah Damian. Jantungnya berdetak demikian kuat. Semoga saja mereka berdua tidak mendengarnya.
“Dia calon istriku, kenapa? Andra sudah mengadu. Yang perlu kalian tahu, jangan pernah campuri urusan pribadiku. Kalian sudah membuatku menderita dulu. Jadi jangan pernah mencampuri kali ini.” Arsan emngepalkan tangannya.
“Hahaha, apa tidak kebalik? Kau menolak bertanggung jawab dengan kehamilan Cassandra. Dan lihatlah! Siapa yang menjadi korban. Apa kau tahu, gue tidak pernah menyukai Cassandra. Hingga hari ini, aku tidak menyentuhnya. Sebelumnya, memang aku mencoba mengerti kesibukannya. Aku mencoba untuk jadi suami yang baik. tapi tahu kenapa? Dia tidak pernah hadir untukku.” Arsan tertawa mengejek. Matanya menyorot tajam.
“Aku tidak lari. Tapi dijebak. Aku tahu ini ulah kalian,” pekik Arsan.
“Tunggu! Aku ada perlu denganmu. Keruanganku segera.” Damian melewati Zahwa yang bengong karena undangan ke ruangan Damian itu.“Ngapain kamu mengundang calon istriku ke ruangamu?” Arsan mengeratkan genggamannya.“Mas,” panggil Zahwa. Dia bermaksud untuk membuat Arsan berhenti berdebat. Kepalanya menggeleng bertanda memberi tahu Arsan agar jangan khawatir.“Dia masih karyawan sini ‘kan? Aku atasannya. Jadi wajar kalau aku memanggilnya ke ruangannya. Kau jangan berlebihan. Kalau dia jodohmu akan kembali kepadamu. Tapi kalau jodohku, pasti akan kembali kepadaku,” ujar Damian. Dia tertawa sinis ke arah Arsan. Arsan mengeratkan rahangnya. Itu juga membuat Andra bereaksi dalam hatinya.“Kalian berdua berantem mirip anak TK. Kalian boleh bedebat. Tapi aku pemenangnya. Aku yang akan merebut hatinya,” batin Andra. Mimpi apa seorang Zahwa yang
“A-aku ....” Zahwa tidak berani memandang mata Damian. Mata yang mengintimidasi yang membuat dirinya sangat menderita selama beberapa tahun. Untung ada Arsan yang menolongnya.“Aku apa? Kau tahu, aku mencarimu ke mana saja. aku mirip orang gila. Tapi semua nihil. Mereka tutup mulut tidak mau bicara. Sampai akhirnya hal tersialnya Papa menikahkanku dengan wanita yang bahkan bukan aku yang menghamili.” Damian menundukkan kepala. Zahwa menganga.“Jadi Nyonya Cassandra bukan kekasih sesungguhnya?” batin Zahwa. “Ta-tapi apa urusanku? Anda salah sangka, Tuan Damian. Saya bukan Rara yang Anda maksud. Permisi, saya tidak mau lembur untuk menyelesaikan pekerjaan saya.” Zahwa akan berdiri dan memutar kursi tersebut. tapi Damian masih menguncinya, hingga dia tidak dapat bergerak.“Sudah kubilang jangan pura-pura. Atau kau ingin peristiwa di Lombok itu terulang?” Dami
“Siapa yang menciummu?” Zahwa melonjak ketika pertanyaan itu terbit dari bilik toilet. Dia mengelus dadanya yang bergemuruh karena reaksi kaget tersebut.“Ingrid, kebiasaan ngagetin. Bukan siapa-siapa,ih kepo.” Ingrid membuka kran sebelah untuk mencuci tangannya, kemudian mengambil tisu.“Bukan ngagetin, tapi kamu yang kurang fokus. Siapa yang menciummu? Pasti Pak Arsan, ya? Ayo ngaku!” Zahwa bersemu merah sehingga Ingrid menduga bahwa yang dia katakan sebuah kebenaran.“Ada deh, ayo ah ....” Ingrid masih belum yakin.“Tunggu! Kenapa kamu marah-marah kalau dia menciummu? Bukankah kalian calon suami-istri? Untung dia nggak ngajak ML. Kalau iya, mungkin sudah ngamuk kali kamu?” Zahwa membulatkan matanya. Bisa-bisanya sahabatnya itu berkata demikian? ML sebelum menikah tidak ada dalam sejarahnya. Walau pernah hamil di luar nikiah, itu hanya kec
Sore sudah menjelang. Zahwa beres-beres untuk pulang. Dia pulang agak lambat sebab tadi rapat dan pekerjaannya terbengkelai. “Za, kita turun bareng, yuk?” ucap Ingrid.“Iya, baiklah.” Zahwa mengelap keringatnya. Dia mengeluaran keringat dingin. Sepertinya dia sakit.“Za, kamu sakit?” tanya Ingrid. Dia melihat sahabtnya itu pucat dan penuh dengan keringat.“Nggak tahu, gue rasanya sedikit pusing.” Ingrid menangkap tubuh Zahwa yang limbung.“Gue panggilin Pak Arsan, Zahwa ... Ya Allah ....” Zahwa pinsan. Kebetulan Damian lewat di depan ruangan itu. mendengar Ingris yang berteriak, maka Damian masuk ke ruangan itu.“Zahwa kenapa?” tanya Damian. Dia memeluk tubuh Zahwa yang sudah lunglai itu.“Baiklah, kita ke rumah sakit.” Damian menggendong tubuh Zahwa. Dalam hati Ingrid terseny
Damian diam dan hanya memandang anaknya. Remaja itu memang sangat terlihat begitu emosi mendengar pernyataan dari Damian. Dia mengira perkataannya hanya isapan jempol belaka. “Begini saja, kau kenal Tante Ingrid? Aku akan menghubunginya jika kau tidak percaya padaku. Aku hanya berniat menolong. Mamamu pingsan tadi di kantor.” Damian tidak lagi menggoda keano. Dia menelpon seseorang untuk menanyakan nomor telepon dari Ingrid.“Ingrid, ini Damian. Putra Zahwa tidak percaya kalau ibunya sakit. Kau bicaralah padanya,” ucap Damian.“Baik, Pak. Mana Kenaonya?” Damian memberikan telepon itu, Keano ragu menerimanya. Tapi akhirnya mau menerimanya. Dia menempelkan telepon ke pipinya.“Halo, Tante Ingrid. Apa benar mama sakit?” tanya Keano.“Iya, Keano. Pak Damian ke rumah untuk menjemputmu.” Keano mengangguk walau Ingrid tidak akan melihat
Zahwa dan Ingrid saling memandang. Sedangkan Keano hanya berdiri dan menyenderkan pinggungnya di dinding dekat pintu. Kakinya menapak di tembok hingga kaki kiri itu menekul. Dia hanya memainkan ponselnya. Pura-pura tuli dengan yang dikatakan Damian. Mereka hening tidak ada yang dikatakan sama sekali.Sampai akhirnya seorang draiver ojek online menelpn Damian. Dia keluar dari ruangan Zahwa kemudian setelah setuju untuk menemui draiver tersebut. Keano hanya melirik saja. Dia mendekati sang mama. “Mama baik-baik saja? Kenapa musti dia, Ma? Kemarin kata mama Pak Andra itu, sekarang pria yang tidak berperasaan itu. Sebenarnya berapa cowok yang mendekati Mama. Ternyata mamaku sangat cantik.” Keano duduk di pinggir ranjang Zahwa memukul pelan putranya tersebut. Tidak berapa lama, maka Damian datang dengan makan malam yang ada.Zahwa di bukakan satu kotak untuknya oleh Damian. Bahkan lelaki itu akan menyuapi
Selepas diusir dari ruangan Zahwa oleh dia, kedua lelaki itu berdebat hebat di tempat parkir. “Lo maunya apa sih, Dam? Lo udah ambil Cassandra, sekarang Zahwa juga mau Lo embat. Sebenarnya ada dendam apa sama aku?” geram Arsan. “Gue? Lo yang buta, Ar. Lo mau ambil Cassandra? Silakan! Karena gue tidak pernah mencintainya. Asal lo tahu, sampai hari ini gue nggak pernah menyentuhnya,” tukas Damian. Dia mengeratkan kepalannya, karena marah yang sudah diubun-ubun. Adik sepupunya itu sungguh membuatnya sangat merasa keki sekarang. “Hahaha, gue tahu Lo dengan sangat baik. Lo lebih brengsek dari gue. Mana mungkin lo akan melepaskan begitu saja, cewek seksi macam Cassandra. “Sok tahu, kalau kamu kenal aku, tidak begini. Lo boleh cek, berapa tahun Cassandra pulang ke rumah. Dia Cuma nitipin anaknya doang dan itu anak Lo!” Arsan terdiam sejenak. Namun bukannya dia menyadari kesalahannya, justru untuk mengambil ancang-an
Setelah Keano pergi dengan ojeknya, maka Ingrid juga masuk lagi ke dalam rumah sakit. Dia melewati lorong rumah sakit kemudian berhenti di depan ruangan Zahwa. Dia masuk dan tersenyum melihat Zahwa yang duduk bersender di ranjang itu.“Za, Lo makan dulu, ya? Aku bukain satu. Wuih ayam panggang kalasan. Gila Pak Bos tahu kalau kamu penggila ayam panggang kalasan.” Ingrid membuka bungkusan itu, kemudian memberikan kepada Zahwa.“Jadi, kamu mau bicara apa tentang mereka? Mengapa mereka bertiga seolah memperebutkanmu?” tanya Ingrid sambil menyuapkan sesendok butiran nasi beserta ayam dan sambal.“Hufff, kau tahu ... Damian adalah ayahnya Keano.”“Uhuk ... uhuk ... uhuk ... serius? Gue nggak salah dengar ‘kan? Kok bisa?” Ingrid menenggak air mineral yang di berikan oleh Zahwa.“Jadi, sebelas tahun atau hampir dua belas