Justin pun segera menjelaskan lebih lanjut perihal cara menelepon Alan Samudera. Keesokan harinya, di hadapan sama orang, kecuali putranya, Sean, Ananta melakukan sebuah panggilan pada Alan. Terlihat Mikael awalnya tidak suka melihat istrinya menelepon mantan pacarnya dulu tetapi dia tidak bisa memprotesnya. "Alan, ini aku ... maaf, aku harus melakukan ini," kata Ananta mengawali panggilan itu. Tentu saja dalam layar itu Alan terlihat begitu sangat terkejut. Tetapi, laki-laki itu malah langsung bertanya, "Vina. Bagaimana keadaan Vina, Nanta?" Anehnya wajah laki-laki itu terlihat begitu sangat sedih sehingga Ananta cepat-cepat menceritakan masalah tentang Vina. Betapa terkejutnya pria itu kalau mendengar kondisi mantan istrinya itu, tanpa menunda-nunda lagi dia berkata, "Aku akan segera pergi ke Indonesia dan menjenguk dia." Tak disangka-sangka oleh keluarga Wiriyo, Alan Samudera tampak tak menghindar dari mereka dan bahkan telah memutuskan untuk membantu mereka. "Aku tidak meny
Alunan musik di klub malam mulai memekakkan telinga para pengunjung. Tapi, hal itu justru malah membuat Ananta begitu senang dan lebih mengekspresikan diri lewat tarian. Dia naik ke atas panggung dan orang-orang pun mulai bersorak heboh melihat gerakan tarian Ananta. Sementara itu, di bagian selatan klub malam itu, seorang pria bertubuh tinggi atletis dan berwajah rupawan sedang berdiri sembari memegang gelas wine-nya. Pria itu adalah Mikael Alexander, seorang pria keturunan Inggris yang sedang menikmati waktu bersantainya di klub itu selepas selesai mengerjakan bisnisnya. Begitu banyak wanita yang berniat menarik perhatiannya dan berusaha menggodanya tapi dia mengabaikan mereka semua. Saat ini lelaki itu terlihat sedang menatap takjub pada Ananta, gadis yang mengenakan gaun seksi merah menyala dan menyita perhatian para pengunjung klub itu berkat tarian indahnya. Gadis tidak hanya cantik tapi juga sangat seksi. Gerakan menarinya pun begitu menggoda mata Mikael, sampai-sampai M
Saat ini, Ananta baru saja memasuki ruang meeting bersama dengan sang ayah yang merupakan CEO Wiriyo Group dan juga neneknya selaku pemilik perusahaan raksasa itu. Setelah kejadian yang telah terjadi satu bulan yang lalu itu, hari di mana Ananta pulang pagi dengan keadaan kacau, Ananta berperilaku lebih baik dan tak sekali pun berbuat ulah. Dia kembali menjadi Ananta yang penurut dan tak pernah keluar malam lagi. Ananta sendiri berusaha menerima kenyataan bahwa dirinya sudah tak perawan lagi tetapi tetap menyembunyikan kejadian malam itu rapat-rapat. Dia tetap bersikap seperti biasa pada Alan, tunangan yang begitu dia cintai, tapi sering kali diliputi perasaan bersalah yang begitu besar. Alma Wiriyo, sang nenek pun juga memberi kesempatan baru bagi Ananta untuk bergabung di Wiriyo Group setelah melihat Ananta tak lagi bersikap di luar batas. Hari itu adalah acara peresmian Ananta menjabat sebagai manajer di perusahaan besar itu. Semua petinggi perusahaan itu langsung saja berd
"Nanta!" pekik Johan, agak terkejut putrinya memilih jalan itu. Alma menghela napas panjang dan berkata dengan datar, "Silakan angkat kaki dari rumah ini. Mulai detik ini, kamu bukan bagian dari keluarga ini lagi. Dan jangan sekali pun kamu berani menggunakan nama 'Wiriyo' di belakang nama kamu. Ngerti kamu?" Sakit. Sangat sakit. Itulah yang Ananta rasakan saat ini tapi Ananta berusaha tegar. Dia tahu keputusan neneknya sudah bulat. "Baik, Nek. Nanta tidak akan pernah kembali lagi ke rumah ini dan meninggalkan nama belakang keluarga 'Wiriyo'." Alma mengangguk puas. Setidaknya salah satu pembawa masalah dalam keluarganya akan segera meninggalkan rumah itu. Setelah cucunya itu pergi, dia tinggal menghapus jejak sang cucu sehingga tak ada lagi yang bisa menjatuhkan nama besar keluarganya lagi. Dengan air mata yang mulai jatuh membasahi pipinya, Ananta berbalik dan bergerak menuju kamarnya. Dia bergegas membawa beberapa barang yang dia anggap penting lalu kemudian dia menuruni ta
"Wanita itu? Apa maksud Anda itu ...." "Ya, wanita penghibur yang berdansa denganku dan menghabiskan malam denganku saat itu," jawab Mikael, semakin membuat Andrew terkesiap. Ia cukup kaget. Pasalnya ini pertama kalinya tuan mudanya mencari-cari seorang wanita. Apa yang membuat wanita begitu spesial? pikir Andrew bingung. Saat sudah sampai di Indonesia, Mikael terheran-heran dengan apa yang ia sedang lakukan. "Aku pikir aku memang sudah gila." Ia menggelengkan kepalanya dan bergumam sendirian sambil berkacak pinggang, "Mikael, kamu memang benar-benar sudah tidak waras." Pria bermata biru terang itu pun melangkahkan kakinya ke dalam klub malam yang mempertemukan dirinya dengan wanita yang tidak bisa lupakan sampai detik ini. Seperti biasa, begitu ia masuk, ia langsung menjadi pusat perhatian. Dengan begitu mudahnya ia membuat beberapa wanita melihatnya dengan tatapan tertarik. Siapa yang tak terpesona dan jatuh hati pada seorang Mikael Alexander yang memiliki garis waj
Lima tahun kemudian, "Sean, baik-baik ya di sini! Nanti Tante Haruka yang jemput Sean," ucap Ananta sambil berjongkok, menatap sang putra. "Okay, Ma. Sean kan memang anak baik," sahut bocah berusia lima tahun itu. Ananta memeluk putranya lalu mencium pipinya sebelum menyerahkan Sean pada petugas day care. Setelah memastikan Sean sudah berbaur dengan teman-temannya yang juga merupakan anak-anak yang dititipkan di tempat itu, Ananta segera mengambil motornya dan mengemudikannya menuju ke tempat kerja. Sesungguhnya, Ananta sudah mampu membeli sebuah mobil, tapi prioritasnya saat ini adalah memberikan rumah yang lebih nyaman untuk sang putra, sehingga dia menabung uang hasil kerjanya untuk itu. The Himalaya Resort. Sebuah resort yang menjadi tempat bekerja Ananta sejak tiga tahun lalu. Tempat itu berhektar-hektar luasnya dan menjadi salah satu yang paling terkenal di kota itu. Tamunya pun tidak hanya berasal dari dalam negeri, tapi juga luar negeri. Tidak heran, dulu Ananta m
Tergagap, Ananta membiarkan pria asing itu mengambil buket bunga itu tapi dia sendiri masih terbengong-bengong. Tidak, Ananta. Dia tidak mungkin ingat kepadamu. Itu sudah bertahun-tahun berlalu. Laki-laki di depanmu ini seorang Don Juan. Mana mungkin dia ingat akan salah satu mangsanya? Kau hanya terlalu banyak berpikir, Ananta. Wanita itu menggelengkan kepala, mencoba meyakinkan dirinya bila pria asing itu benar-benar sudah melupakannya. Mikael berdeham agak keras hingga Ananta tersadar dan segera berkata, "Sir, mari ikut kami!" Mikael tidak membalas dan hanya menatap Ananta dengan datar, tapi anehnya Ananta tahu pria itu sedang menunggu dirinya untuk menunjukkan jalan. Dengan hati yang sedang bercampur aduk, Ananta berjalan di depan Mikael, diikuti oleh rombongan. Mereka diarahkan ke sebuah ruangan yang telah dipersiapkan sebelumnya. "Silakan menikmati penyambutan kami, Sir, Maam." Ananta berujar dengan sopan, mencoba menenangkan diri meskipun gagal. Namun, melihat sika
Melihat tatapan sepasang mata sebiru lautan milik anak kecil itu, Mikael merasakan sesuatu yang aneh tengah menyergapnya. Suatu perasaan asing yang tak dikenalnya. Rasa iba dan tak tega. Tiba-tiba saja hanya dengan sebuah tatapan itu, Mikael mendadak menjadi luluh seketika, "Baiklah, baiklah. Paman akan menyelamatkannya untukmu." Si anak kecil itu langsung tersenyum lebar, memamerkan deretan gigi putihnya yang rapi. Bergegas Mikael memanjat pohon itu dengan begitu mudahnya, lalu membebaskan anak kucing yang terjerat tali itu dan membawanya turun ke bawah. Dia menyerahkannya pada anak itu. Anak kecil itu berteriak dengan gembira saat si binatang berbulu itu telah berada di dalam dekapannya. Matanya terlihat berbinar-binar. Tanpa sadar Mikael tersenyum. Mikael memperhatikan dia mengelus-elus kucing itu dengan penuh kelembutan sampai-sampai Mikael rasanya tak bisa melepaskan pandangannya dari anak kecil itu. "Kucing imut, kamu udah aman. Bermainlah dengan riang ya!" Anak kecil