“Kalian pasti bercanda.” Ucap Quen melongo menatap pemandangan di hadapannya.
Pasalnya, papanya tidak hanya menikahkan dirinya dengan lima pria pilihannya tapi dia juga berniat membuat Quen tidur dengan lima suaminya. Pasalnya setelah pesta pernikahan selesai, Arthur mengantarkan Quen dan kelima suaminya ke sebuah kamar di mana ada sebuah empat ranjang berukuran besar yang dijadikan satu.
Arthur menggelengkan kepalanya. “Tidak, Nona. Eh, maksudku Nyonya. Kata Tuan besar seorang istri, terutama pengantin, baru tidak boleh pisah ranjang. Karena itu Nyonya harus tidur di sini bersama para tuan muda.”
Quen mendengus kesal. “Bukankah ini keterlaluan? Aku sudah menuruti Papa untuk menikah dengan mereka. Dan sekarang dia memintaku untuk tidur bersama lima suamiku. Jangan bilang nanti dia akan meminta cucu.”
“Benar sekali.” Suara Brandon membuat Arthur, Quen dan kelima suaminya menoleh.
Ayah sang mempelai wanita berjalan masuk dengan ekspresi wajah yang sangat cerah. Akhirnya satu impian yang sudah lama diinginkannya terwujud. Melihat putrinya menikah. Padahal sebelumnya Brandon nyaris menyerah membuat putri satu-satunya itu menikah.
“Benar sekali? Jawaban santai yang menyebalkan, Pa.” Dengan kesal Quen melemparkan buket bunga di tangannya ke arah sang ayah.
Meskipun usianya sudah termasuk tua, tapi Brandon masih gesit menghindari lemparan putrinya. Sehingga buket bunga malang itu terjatuh ke lantai.
“Itu pelajaran penting yang perlu kalian pelajari, Menantu-menantuku.” Ucap Brandon kepada kelima suami putrinya.
“Bagaimana bisa hal itu dijadikan pelajaran, Pa?” Quen mendengus kesal.
Sayangnya berbeda dengan Quen yang kesal, lima pria yang sudah menikah dengan Quen justru menghampiri mertua mereka.
“Wow, tadi jurus yang hebat, Pa.” Puji Ace mengacungkan dua jempol tangannya.
Dengan besar kepala Brandon berkata, “tentu saja hebat. Aku sudah mengenal putriku sejak lahir. Jadi tahu segalanya mengenai, Quen. Dia punya tanda lahir lucu dibagian tersembunyi.”
Seketika mata Ace berbinar mendengar ucapan mertuanya. “Apakah di dadanya, Pa? Dada kanan atau dada kiri?”
Bugh. Sebuah pukulan mengenai belakang kepala Ace. Tentu saja pelakunya adalah Quen.
“Dasar mesum!” Gerutu Quen.
Brandon mengulurkan tangannya untuk mengelus belakang kepala Ace. “Menantuku yang malang. Maafkan putriku yang segalak anjing herder ya.”
Levin menggelengkan kepalanya. “Aku pikir anjing herder tidak mirip dengan Quen. Dia lebih mirip anjing husky. Galak tapi menggemaskan. Jadi pengen peluk.”
Pria itu hendak menghampiri istrinya. Tapi saat Quen mengangkat kepalan tangannya membuat langkah Levin terhenti. Hal itu membuat Brandon tertawa. Terutama melihat ekspresi kecewa Levin seperti anjing yang malang yang kehilangan rumahnya.
“Anjing husky, ya? Perumpamaan yang bagus, Nak.” Brandon menepuk bahu Levin. “Meskipun galak, tapi sebenarnya putriku ini sangat baik.”
“Dan pintar.” Vinson menambahkan ucapan Brandon.
“Pintar? Bagaimana kamu tahu dia pintar?”
“Aku sudah membaca seluruh profil tentangnya. Quen melakukan banyak perubahan dengan toserba-toserba yang dijalankan oleh Chevalier inc.” Jelas Vinson.
Quen terkejut mendengar ucapan Vinson. Dia berpikir karena Vinson dingin dan pendiam, dia tidak akan tertarik padanya. Tapi ternyata sebaliknya. Vinson justru sudah menyelidikinya lebih dahulu. Padahal Quen belum membaca profil para suaminya.
Brandon menganggukkan kepalanya dengan sangat puas. “Memang benar. Quen sangat pintar dalam pekerjaannya. Bahkan jauh lebih pintar dariku. Tapi tetap saja dia galak. Jadi kalian harus berlatih jurus menghindar seperti tadi.”
“Sebenarnya aku ingin bertanya padamu, Pa.” Ucap Zane.
“Bertanya apa?”
“Apakah punggung Papa tidak sakit saat melakukan gerakan tadi? Bukankah Papa sudah tua?”
Tubuh Brandon membeku mendengar ucapan kejam Zane. Sedangkan Quen berusaha menahan tawanya melihat sang ayah seperti dibekukan dalam es. Bahkan Arthur berusaha menahan tawanya. Tapi kemudian pria itu berdiri di samping bosnya.
“Arthur, apakah aku benar-benar kelihatan setua itu?” Brandon menunduk sedih.
“Tentu saja tidak, Tuan. Anda masih terlihat muda dan bugar.” Arthur berusaha menghibur bosnya. Kemudian tatapan Arthur tertuju pada Zane. “Maafkan saya, Tuan muda. Meskipun Nyonya Quen terlihat pemberani, tapi berbeda dengan ayahnya. Dia lebih mudah down. Karena itu mohon berhati-hatilah saat berbicara dengannya.”
“Memang Arthur yang terbaik.” Brandon memeluk asistennya itu seakan Arthur adalah anaknya.
Quen mengehela nafas berat melihat drama ayah dan sekretarisnya. Akhirnya dia menghampiri Brandon dan Arthur lalu mendorong mereka ke arah pintu.
“Sudah. Jangan terlalu banyak drama. Aku mau tidur. Jadi sebaiknya kalian keluar.”
Setelah mendorong Brandon dan sekretaris ayahnya keluar dari kamar. Setelah itu Quen berjalan menghampiri lima pria yang sudah resmi menjadi suaminya.
“Akan ada banyak pengawal di luar kamar ini. Aku dan kalian tidak akan bisa keluar dari sini. Karena jika ada yang keluar, para pengawal itu akan menarik kita masuk ke dalam. Artinya aku akan terjebak bersama dengan kalian. Aku akan mengambil ranjang paling ujung. Kalian akan menggunakan tiga ranjang lainnya. Jika ada yang masuk ke ranjang, kalian akan mendapatkan hukuman paling menyakitkan dariku. Kalian mengerti?”
“Baik, Istriku.” Jawab Ace, Levin dan Owen.
Sedangkan Vinson dan Zane hanya menganggukkan kepalanya. Quen sudah memikirkan hukuman apa yang akan dilakukan para suaminya jika menyentuh tubuhnya sedikit saja. Dia yakin hukuman itu pasti akan membuat lima pria itu tidak akan mau mengulangi kesalahan mereka.
* * * * *
Alarm di ponsel Quen berbunyi. Membuat sang pemilik perlahan mulai membuka matanya. Dia mengerjapkan matanya berusaha beradaptasi dengan sinar matahari yang menembus dinding kaca. Saat hendak meregangkan tubuhnya, Quen merasakan sesuatu yang berat dalam tubuhnya.
Dia menoleh ke kanan dan melihat Ace memeluk tangan kanannya. Kemudian dia menoleh ke kiri dan melihat Levin memeluk tangan kirinya. Dia sedikit menggerakkan kepalanya untuk melihat Vinson memeluk kaki kanannya sedangkan Owen memeluk kaki kirinya. Dia pun mendongak dan melihat Zane berbaring di atasnya dengan tangan memegang rambut Quen.
“HUAA!!!!” Teriak Quen saat menyadari para suaminya telah melanggar batas tempat tidur.
Mendengar teriakan Quen membuat tidur lima pria itu terusik. Mereka mengucek matanya sebelum akhirnya duduk di atas ranjang.
“Ada apa, Quen? Apa yang terjadi?” tanya Ace sembari menguap.
“Apa yang terjadi? Seharusnya aku yang bertanya apa yang sudah kalian lakukan semalam? Kenapa kalian melanggar aturan tidurnya?”
Mendengar suara Quen yang sangat marah membuat kelima pria itu menoleh. Mereka bisa melihat apa yang sudah membuat istri mereka marah besar. Mereka langsung menjauh dari tubuh Quen.
“Bagaimana aku bisa tidur di kakimu?” tanya Owen bingung.
Quen pun bangun dan duduk di atas ranjangnya. Tatapan tajam tertuju pada Owen. “Jika kamu bertanya padaku, aku harus bertanya pada siapa? Bagaimana bisa lima orang pria tidur di kedua lenganku, kedua kakiku dan juga rambutku?”
“Kami tidak sadar, Quen. Maafkan kami.”
“Maaf? Aku akan memaafkan kalian jika kalian menjalani hukuman yang kuberikan. Hukuman yang akan membuat kalian benar-benar jera.” Quen tersenyum layaknya seorang iblis.”
Owen merinding melihatnya dan langsung memeluk Vinson. “Kenapa dia sangat menakutkan? Aku yakin hukumannya pasti mengerikan.”
* * * * *
“Untuk apa kami harus memakai ini?” Zane mengangkat gaun snow white berwarna biru dan kuning.“Aku tidak mau.” Owen menggelengkan kepalanya melihat kimono wanita di hadapannya.“Gila.” Vinson melotot kaget melihat kostum Elsa dalam film Frozen.Levin meraih seragam sekolah wanita yang sudah dipersiapkan untuknya. “Kalau aku pakai ini, apakah kamu akan memaafkanku, Quen? Karena aku tidak bisa jauh darimu.” Levin memanyunkan bibirnya.“Dasar gila!” Gumam Quen yang duduk di atas sofa sembari menikmati secangkir kopi.“Quen!” Panggil Ace yang mengambil kostum Sailormoon. “Bagaimana ka
“Kenapa kamu di sini? Bukankah seharusnya kamu sedang bulan madu?” tanya Brandon saat melihat putrinya duduk di dekatnya saat berada di ruang meeting.“Bulan madu? Sepertinya Papa minta di lempar keluar jendela.” Quen menunjuk ke arah dinding kaca di ruang meeting.Brandon memasang ekspresi sedih. “Putriku benar-benar durhaka. Jika saja aku bisa menggantinya.”“Ganti saja. Aku yakin tidak akan yang lebih baik dariku.”“Kuakui itu memang benar. Putriku memang yang terbaik.” Brandon mengacungkan dua jempolnya.Setelah semua orang berkumpul, akhirnya meeting pun dimulai. Brandon berdiri menatap para p
Quen duduk di kursi dalam ruangannya. Dia meletakkan tas di atas meja dan mengambil ponselnya. Wanita itu hendak membuat grup di aplikasi chatting. Tapi sebuah pesan yang baru saja masuk menarik perhatian wanita itu. Quen membuka pesan itu. Papa [Lokasi rumah baru Quen] Putriku tersayang, ini adalah alamat rumahmu dan juga suami-suamimu. Buatkan Papa cucu sebanyak-banyaknya, ya? Jika kamu berhasil, Papa akan memberikan saham 35% milikku. Seketika Quen melotot kaget membaca pesan dari ayahnya. Bukan hanya di bagian membuat cucu sebanyak-banyaknya, tapi juga iming-iming dari ayahnya. Jika Quen bisa mendapatkan saham tiga puluh lima persen dari ayahnya, maka dia akan memiliki saham lebih banyak dari Gwen. Tapi tetap
Setelah menikmati makan malam bersama, Quen menggiring kelima suaminya menuju ruang keluarga yang sudah bersih dengan barang-barang mereka. Dengan anggun wanita itu menyesap teh yang sudah disiapkan oleh pelayan. Quen selalu menyukai teh hitam. Karena teh hitam memiliki aroma dan cita rasa yang kuat. Wanita itu meletakkan cangkir teh berwarna biru dengan hiasan bunga lupin atau wolly lavender di cangkir itu di atas piring kecil yang menjadi satu set. Kemudian tatapan Quen tertuju pada lima suaminya melihat reaksi mereka saat minum teh yang sama. Wajah Ace saat meminumnya tampak jelas tidak menyukainya. “Kenapa rasanya aneh begini? Kopi jauh lebih enak.” Levin terkekeh melihat reaksi Ace yang duduk di sampingnya. “Itu karena kamu tidak pernah meminum teh. Jika kamu sudah terbiasa, kamu akan menyukainya.” Ace melih
Quen menatap pantulan tubuhnya di cermin. Di mana saat ini wanita itu sudah mengenakan gaun tidur berwarna putih. Dengan bahannya yang lembut dan tipis tak mampu menutupi tubuh Quen yang sexy. Tali tipis menggantung di bahunya yang diselimuti kulit putih pucat. Dan belahan dadanya pun juga tertalu turun sehinga payudara Quen mengintip.Tak pernah Quen mengenakan pakaian terlalu terbuka. bahkan saat tidur pun biasanya Quen mengenakan piayama. Dia tidak pernah mengenakan gaun tidur yang nyaris tembus pandang itu. Segera Quen mengambil jubah putih yang menjadi satu set dengan gaun tidur itu. Dia mengikat jubah itu untuk menutupi tubuhnya. Setelah itu barulah wanita itu berjalan keluar. Saat baru melangkah dia melihat Ace yang berjalan ke arahnya. Beruntung pria itu berhasil menghentikan langkahnya sebelum menabraknya.“Ah, apakah kamu mau menggunakan kamar mandinya?” tanya Quen.Ace menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku justru ingin mengetuk pintu dan bertanya apakah kamu baik-baik saja.
Matahari mulai menyusup ke dalam kamar Quen dan Ace. Cahaya itu membuat Quen perlahan membuka matanya. Tepat saat dia membuka matanya, dia melihat Ace tengah berbaring di sampingnya dengan posisi miring dan satu tangan menyangga kepalanya. Tatapan pria itu tertuju lurus pada Quen.“Apakah kamu tidak tidur?” tanya Quen.“Aku sudah tidur dan baru bangun lima belas menit yang lalu.”“Jadi kamu bangun lima belas menit yang lalu dan hanya memandangiku?” tebak Quen.Ace menganggukkan kepalanya. “Ya, aku tidak bisa menikmati pemandangan seindah ini besok pagi. Jadi aku harus memanfaatkannya dengan baik.”Quen hanya bisa mendengus kesal. “Kamu tidak mencoba mengintip tubuhku saat aku tidur bukan?” curiga wanita itu menggenggam ujung selimut untuk melindungi tubuhnya. Ace menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku menepati janjiku untuk tidak melakukan apapun yang tidak kamu sukai. Aku hanya suka momen ketika aku terbangun dan melihatmu berbaring di sampingku. Dan aku juga sudah mengabadikan momen
“PUTRIKU SAYANG….” Seru Brandon membuka pintu ruang kerja Quen yang baru.Quen yang sedang mempelajari dokumen di atas meja langsung mendongak. Dia bisa melihat sang ayah yang terlihat begitu gembira. Pria itu duduk di atas sofa sembari menatap putrinya yang masih duduk di ruang kerjanya. “Apa yang Papa lakukan di sini? Aku pikir Papa sedang menikmati waktu bebas Papa.” Tanya Quen kembali mempelajari dokumen investasi.“Awalnya aku merasa sangat senang saat merasakan kebebasan. Bisa bangun siang, tidak memikirkan apapun yang berkaitan dengan pekerjaan dan hanya menikmati waktu untuk diriku sendiri saja. Tapi tetap saja aku merasa bosan.” Brandon memasang ekspresi sedih.“Mungkin Papa harus mengajak teman untuk menikmati liburan.” Saran Quen.“Bagaimana jika aku mengajakmu?”Seketika Quen langsung mengalihkan pandangannya pada sang ayah. Tatapan tajam sang putri tidak memberikan pengaruh apapun untuk Brandon.“Pa, aku baru saja menerima jabatan baru sebagai Presiden Direktur. Mana mun
Suasana mendung kelabu kini telah berubah seketika. Secercah mentari juga kilau pelangi menyinari lubuk hati Brandon, pria tua yang selalu mengeluh kesepian.Di atas kapal yang tengah melaju sedang di atas perairan utara New York, Brandon dan salah satu menantunya, Vinson, tengah menikmati waktu bersantai dengan memancing ikan yang tak kunjung datang.Keduanya duduk berdampingan dengan memegang pancing masing-masing yang tengah menjulur ke dalam gelombang air laut.Sembari menunggu, kepala Brandon menoleh ke sisi kiri, "Kamu tahu, Nak? Dulu, aku pernah mendapatkan ikan Marlin yang sangat besar. Beratnya hampir mencapai empat ratus delapan puluh kilogram.""Bukankah itu sudah melebihi betapa beratnya beban hidup di pundak kita?" candanya sambil terkekeh ringan.Lelaki bermuka datar yang tengah fokus mengamati pergerakan gelombang air hanya menanggapi dengan seulas senyum kecil. Rupanya, selera humor ayah mertuanya itu sangat rendah. Berbanding terbalik dengan Quen yang bahkan hanya bi