Share

6. Pasangan Dadakan

Hari demi hari berlalu, semua orang sudah terbiasa dengan CEO baru beserta aturan-aturan yang belum lama ini diperbaharui. Aturan kali ini jauh lebih rinci dan berlaku pada semua karyawan apapun jabatannya.

Kecuali Manajer Darmawan yang sesekali masih suka bolos dan menimpakan pekerjaannya pada Lyra secara penuh. Menyebalkan tapi disisi lain juga melegakan karena dengan begitu Lyra bisa mengotak-atik komputer ataupun berkas di ruangan atasannya itu.

Seperti saat ini, Lyra tampak sibuk mengecek satu persatu file mencurigakan pada komputer perusahaan di ruangan Manajer Darmawan sambil celingak-celinguk karena takut pria paruh baya itu tiba-tiba muncul.

"Berkas apa ini?" Lyra bergumam. "Fck, dikunci." umpatnya.

Ia pun mengeluarkan flashdisk dan menyalin berkas tersebut agar ia bisa meminta seseorang untuk meretasnya nanti. Bagaimanapun Lyra ingin segera menyelesaikan pekerjaan rahasianya dan bekerja dengan tenang seperti hari-hari sebelumnya.

Setelah berhasil menyalin berkas tersebut Lyra bergegas keluar dari dalam ruangan, posisinya sebagai asisten memang sedikit menguntungkan karena tidak akan ada yang curiga jika dirinya keluar masuk ruang manajer perencanaan.

Lyra pun kembali menemui tim perencanaan dan evaluasi untuk lanjut bekerja sambil memantau kinerja para karyawan serta karyawati yang semenjak pergantian CEO jadi mendadak gesit dan banyak menurut pada ucapan Lyra.

Jujur saja, satu tahun menjadi seorang asisten ketika ada karyawan banyak yang beberapa tahun lebih tua itu sedikit melelahkan. Lyra sering dipandang remeh dan mendapatkan nyinyiran di belakang, ia bahkan digosipkan menjadi istri simpanan Manajer Darmawan. Padahal, najis sekali. Lyra benci pria mesum itu.

"Yeay, udah waktunya istirahat makan siang!" Seru Vina yang langsung beranjak dari kursi dan berdiri di ambang pintu yang seluruhnya terbuat dari kaca itu.

Kemudian disusul oleh dua orang lainnya, Nesa dan Mila. Tiga sekawan yang sama-sama mengincar perhatian dari CEO baru mereka yang tampan.

Lyra hanya tersenyum, ingin sekali rasanya memberitahu mereka bahwa dirinya pernah tidur dengan berbagi ranjang bersama CEO Aldrich Tama Wicaksana. Apa tidak gila mereka bertiga karena rasa iri yang sangat membuncah.

"Itu, itu! Pak Aldrich udah keluar dari ruangannya!" Seru Nesa sambil memukul-mukul pundah Vina yang berdiri paling depan.

"Ish, sakit tahu!" Protes Vina.

Sedangkan Mila tampak diam terkesima.

Dapat Lyra dengar kehebohan dari tiga sekawan dan dapat dipastikan itu berarti CEO tampan mereka sudah menunjukkan wujudnya. Bukan hanya Lyra yang terkikik pelan, melainkan karyawati lainpun sama. Bahkan beberapa karyawan tampak menggeleng tak habis pikir melihat rekan mereka yang centil seperti cacing kepanasan.

Namun ketika Lyra kembali fokus membereskan sisa perkejaannya tiba-tiba saja suasana berubah jadi hening. Maka Lyra pun kembali melihat ke arah pintu dan mendapati Aldrich berdiri di tengah-tengah ambang pintu.

Lyra melihat kesekitar karena takutnya bukan dia yang sedang Aldrich tatap. Hingga akhirnya dia sadar bahwa hanya dirinya yang duduk di dekat jendela menghadap meja para karyawan.

"Lyra." Panggil Aldrich.

Lyra mengangguk sambil beranjak dari kursi, kemudian berjalan menghampiri atasannya itu. Bisa Lyra lihat kalau saat ini Vina dan kedua temannya sedang melayangkan tatapan sinis, Lyra tidak begitu peduli.

Kehlani, teman Lyra yang paling akrab di divisi mereka sedang absen, jadi, niat Lyra tadinya akan makan berdua saja dengan Adnan. Pria itu mungkin sedang menunggu di kantin.

"Kenapa, Pak?" Tanya Lyra saat berdiri di hadapan Aldrich.

"Ikutlah denganku." Kata Aldrich.

Lyra yang sudah kelaparan rasanya sudah tidak punya tenaga untuk melakukan pekerjaan tambahan. Karena itulah dia tidak bisa ikut dan tidak ingin ikut.

Lyra menggeleng, penolakan halus itu membuat mereka yang melihat terkejut.

"Ini sudah jam makan siang, Pak. Maaf, tapi perut saya tidak bisa menunggu lagi." Katanya dengan ekspresi lelahnya.

"Pak, kalau ada pekerjaan itu sekiranya bisa saya kerjakan, maka biar saya saja yang menggantikan Bu Lyra." Kata Vina karena memang itu yang dia inginkan.

Ibu? Lyra mengernyit, tumben sekali dia memanggilnya seperti itu, selama menjadi atasan mereka rasanya Lyra hanya mendengar Vina and the gang memanggilnya dengan nama.

Aldrich tak pernah mengalihkan pandangannya dari Lyra, lalu, "Kita akan makan siang bersama, mari."

Mata Lyra membelalak tak percaya. "Hah?"

Aldrich tidak mengonfirmasi, melainkan berlalu terlebih dahulu. Melihat pria itu bersikeras agar Lyra ikut sepertinya memang ada sesuatu yang penting yang ingin Aldrich katakan secara langsung.

"Aish ..." Lyra merogoh ponselnya dan mengirimkan sebuah pesan singkat pada Adnan agar temannya itu bisa makan siang tanpa harus menunggu.

Setelah itu, Lyra pergi menyusul langkah Aldrich yang sedang berjalan menuju lift. Dapat Lyra tebak jika saat ini orang-orang iri sedang menyebar gosip dan mengumpat atau bahkan mengutuk dirinya. Tapi, sudahlah.

***

Ternyata Aldrich mengajak Lyra untuk makan siang di luar, di sebuah restoran yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kantor perusahaan. Saat melihat menunya otomatis membuat Lyra merasa bahwa keputusannya untuk ikut adalah yang terbaik, kapan lagi bisa memakan makanan mahal tanpa harus mengeluarkan uang.

Dan sesuai dengan dugaan, sembari menunggu pesanan disiapkan, Aldrich mulai mengajukan pertanyaan seputar penyelidikan rahasianya mengenai Manajer Perencanaan yang diduga telah menggelapkan dana.

Untung saja Aldrich memesan ruang VIP, jadi mereka bisa berbicara dengan leluasa.

Lyra tampak mengeluarkan sebuah flashdisk dari dalam rok span kerjanya. "Saya sudah menyalin beberapa berkas yang mencurigakan Pak, sebagian berkasnya di kunci. Mungkin Pak CEO bisa meminta seseorang untuk membukanya, saya tidak ada kenalan yang pandai meretas."

Aldrich mengambil flahdisk tersebut. "Terima kasih. Dan ya, kecurigaan kita sepertinya tidak salah." Katanya.

Lyra mengerutkan kening, "Maksudnya?"

"Om Darmawan, maksudku Manaj--"

"Saya sudah tahu kalau Pak Darmawan adalah Pamannya Pak CEO, jadi memanggilnya Om juga tidak masalah." Kata Lyra.

Aldrich mengangguk. "Aku sudah mendapatkan bukti kuat kalau manajer keuangan, salah satu staff intern produksi sudah melakukan kerja sama dalam kasus penggelapan dana. Semua bukti itu mengarah pada Darmawan, my fcking uncle." Ucapnya.

"Tapi kan kita belum punya bukti tentang Pak Darmawan, dia bisa saja mengelak. Kalau kita menangkap Manajer keuangan sama staff produksi itu agak beresiko juga, takutnya mereka berdua diapa-apain supaya mau tutup mulut. Pak Darmawan bisa saja memakai nama keluarga Pak CEO sebagai backingan." Kata Lyra sembari memainkan garpu dan sendok.

Aldrich menatap jari jemari lentik itu. "Sudah lapar? Aku akan meminta mereka untuk--"

Lyra langsung menggeleng. "Tidak, tidak Pak ... saya belum terlalu lapar, menunggu sebentar lagi tidak akan membuatku meninggal."

"Baiklah."

Lyra tersenyum. "Jadi, rencana Pak CEO kedepannya bagaimana? Sudah hampir satu bulan kita melakukan penyelidikan ini."

"Satu bulan itu sudah cepat, kamu sudah melakukannya dengan baik." Ucap Aldrich.

Kalimat itu membuat kedua pipi Lyra memerah dan tersenyum malu-malu, selama bekerja dia tidak pernah mendengar kalimat seperti itu dari atasannya.

"Benarkah?" Tanya Lyra memastikan.

Aldrich mengangguk. "Yeah, you did great."

"Terima kasih."

"Kenapa berterima kasih?" Tanya Aldrich kebingungan.

"Se-- sebelumnya tidak pernah ada yang memuji pekerjaanku. Jadi, terima kasih ...." Jawab Lyra tersenyum hingga menampilkan lesung pipi yang sebelumnya tidak pernah terlihat oleh Aldrich.

Aldrich baru menyadari bahwa gadis itu terlihat jauh lebih cantik saat tersenyum lebar dengan dihiasi oleh lesung pipinya.

Senyuman itu, Aldrich terdiam untuk beberapa saat.

"Lyra," panggilnya.

"Iya, Pak?"

"Apa kamu selalu tersenyum seperti itu?"

Lyra menggeleng tidak tahu, "Aku tidak pernah mengingat seperti apa aku tersenyum, tapi--"

"Indah, aku baru menyadari lesung pipi di sebelah kanan." Ucap Aldrich.

Deg.

Lyra hampir saja tersedak air ludahnya sendiri. Ia sampai tidak bisa berkata-kata mendengar pria yang paling dihormati di perusahaannya memuji dirinya tentang sesuatu di luar pekerjaan.

Aldrich menyadari kecanggungan yang menyelimuti karyawati di hadapannya kini.

"Sepertinya tidak ada yang memujimu tentang hal itu juga." Kata Aldrich.

Lyra terkekeh pelan. "Pernah ada."

"Ah, your ex." Tebak Al.

Lyra mengangguk.

"Semoga dia sudah tidak mengganggumu lagi."

"Pak CEO masih mengingatnya ternyata ... Auh, tolong lupakan tentang kejadian di Tahun baru itu, aku merasa sangat malu setiap kali mengingatnya." Lyra menutupi wajah dengan kedua tangannya.

Aldrich terkekeh pelan.

"Tunggu, Pak CEO ketawa? Woah, kejadian langka!" Lyra tiba-tiba heboh sendiri dan itu membuatnya merasa bodoh karena seakan-akan ia sedang menunggu momen Aldrich tersenyum.

Aldrich memang jarang berbicara, tapi kharisma dan pembawaannya membuat orang-orang segan bahkan cenderung takut lebih dulu. Mereka yang dipanggil menghadap pun sering kelojotan dan panik sendiri, tapi dia adalah pimpinan yang adil, jika tidak melakukan kesalahan maka aman.

Lyra mengusap tengkuk dengan gugup, "Maaf Pak ..." Sesalnya.

"It's fine." Kata Al dan bersamaan dengan itu pesanan pun akhirnya datang.

Salah satu pelayan datang dengan membawa sebuah kue coklat berukuran sedang. Baik Lyra ataupun Aldrich tampak bertanya-tanya mengenai kue yang saat ini diletakan di atas meja.

"Permisi Kak, restoran kami memiliki hadiah untuk pasangan yang menjadi pemesan ke 10 yang memesan paket valentine couple." Ucap seorang pelayan.

Aldrich tidak merasa memesan paket, tapi dia memang memesan makanan yang sama dengan Lyra agar tidak lama.

Pelayan tersebut memperlihatkan halaman buku menu yang makanannya Lyra pesan dan di atasnya ternyata bertuliskan "Valentine Couple Packet".

Aldrich dan Lyra seketika saling memandang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status