Share

8. Friend Always Got Your Back

Lyra duduk termenung dan sibuk mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana tidak, kejadian kemarin masih memenuhi kepalanya. Kelakuan bodoh yang bisa saja membuat Aldrich menjaga jarak bahkan mungkin menghindar. Apalagi pria itu mengatakan bahwa tugas Lyra mengenai korupsi di perusahaan telah selesai tinggal Aldrich yang mengerjakan sisanya.

Untuk itu Lyra mendapatkan bonus yang cukup besar, bahkan ada kemungkinan akan naik jabatan. Tapi, Lyra ragu kalau Aldrich akan melakukan itu setelah apa yang terjadi kemarin sore. Bodoh. Lyra benar-benar menyesal karena sudah gagal mengontrol diri.

Lagi-lagi Lyra hanya bisa menghela nafas frustrasi disaat karyawan lain sedang sibuk bergosip tentang pemanggilan beberapa atasan mereka, termasuk Manajer Perencanaan dan Evaluasi, Darmawan.

Kehlani berjalan menghampiri cubicle Lyra, satu-satunya meja yang berlawanan arah dengan milik karyawan di bawah awasannya.

"Katanya ada salah satu karyawan yang jadi mata-mata, dia bantuin Pak Aldrich buat nyari bukti-bukti." Kata Kehlani sembari melipat tangan di depan dada dengan ekspresi mengawang menebak-nebak siapa orang pandai yang berhasil melakukan pekerjaan beresiko itu secara diam-diam.

Lyra hanya bisa menghela nafas. Pikirannya sedang kacau, sangat kacau sampai-sampai tidak peduli tentang apapun.

"Lani ..." Lyra mencorat-coret kertas di atas mejanya.

"Apa? Lo kenapa sih aneh banget hari ini? Lo lagi sakit atau gimana?" Tanya Kehlani mengeluarkan pertanyaan yang sedari pagi tertahan di kerongkongan.

Lyra ragu untuk bercerita bahkan pada Anand yang merupakan teman terdekatnya, Kehlani adalah teman lain yang bisa ia percayai untuk menjaga rahasia.

"Gue lagi ada dalam masalah, masalah besar dan terlalu bodoh sampai gue malu sendiri." Lyra tertawa hambar pada dirinya sendiri.

"Iya, apa? Buruan, jangan setengah-setengah." Desak Kehlani seraya membungkukan tubuhnya lebih dekat sambil bertopan pada meja kerja Lyra.

Lyra menelan ludahnya dengan susah payah dan, "I kissed him."

Mata Kehlani membola tak percaya. "APAA?!" Refleks ia menutup mulut saat suara kerasnya menjadi perhatian seisi ruangan. "What the fck, gue kira lo beneran mati rasa semenjak diselingkuhin tunangan lo sendiri."

Ya begitulah, Lyra pun tidak mengerti kenapa perasaannya yang ia miliki untuk Aldrich bisa sampai membuat dirinya lupa diri.

Lyra mengusap kedua matanya yang tampak dihiasi lingkaran hitam, tidak tidur semalaman membuat tenaganya cepat sekali hilang.

Kehlani menutup sisi mulutnya, "Siapa yang lo cium? Adnan?" Tanyanya berbisik.

Lyra menggeleng sembari membereskan apapun yang ada di mejanya. "Bukan, andai aja itu dia, gue gak akan setertekan ini."

Kehlani tidak memiliki tanda dari pria manapun karena selama ini Lyra tidak pernah bercerita sedang dekat dengan seorang pria selain Adnan yang merupakan sahabat Kehlani juga.

"Lo main ke club malam lagi ya anjir?!" Sungut Kehlani dengan mata melotot.

Sontak Lyra pun terkejut atas tuduhan itu, "Gak ada, yaa! Gue gak ke club ataupun mabuk dimanapun." Protesnya.

Kehlani menghela nafas lega, "Kalau gitu, siapa cowoknya?"

Lyra meminta Kehlani untuk mendekatkan telinganya, kemudian dengan sisa keberanian akhirnya satu nama pun keluar. Nama yang tidak pernah terpikir oleh Kehlani sama sekali.

"Aldrich." Bisik Lyra.

Kehlani hampir mati tersedak air ludahnya sendiri, jantungnya tersentak dan terasa lepas dari tempatnya. Kini Kehlani pun ikut termenung.

"Kok bisa?!"

Maka mau tidak mau, Lyra pun menceritakan tentang kejadian kemarin sore. Dari awal sampai ia mengutarakan perasaan dan berakhir dengan sebuah ciuman. Ciuman yang memabukan tapi terpaksa harus selesai karena Aldrich yang tiba-tiba menarik diri.

Ya, mereka hampir berakhir dengan adegan yang jauh lebih intim. Namun, tiba-tiba saja Aldrich menjauh dan mengatakan bahwa mereka tidak bisa berbuat lebih jauh lagi. Pria itu benar-benar menegaskan penolakannya dengan meminta Lyra untuk segera pulang.

Setelah mendengar rentetan ceritanya, Kehlani termenung untuk beberapa saat.

"Lo dalam masalah besar." Kata Kehlani sambil menggeleng tak habis pikir. "Lo ya! Ya Tuhan, bisa-bisanya Lyra ...." Tambahnya sembari mengusap wajah.

Beberapa karyawan pun ada yang menatap mereka berdua dengan kebingungan, penasaran tapi tidak bisa mendengar.

"See, lo aja yang cuma denger stress sendiri. Apalagi gue." Kata Lyra terdengar pasrah.

"Tapi, dia hampir hilang kendali, berarti emang intensi kesana cuma ada yang nahan dia." Kata Kehlani menebak-nebak.

Lyra mengangguk, "Memang, sudah pasti karena dia gak ada perasaan sama gue, makanya dia nolak. Aldrich bukan pria sembarangan, dia gak tidur sama cewek random. Waktu malam tahun baru itu juga gue gak diapa-apain sama dia."

Dang.

"What? Jadi, itu Pak Al juga?" Dengan isyarat mulut Kehlani memastikannya.

Lyra mengangguk. "Sorry gak ngasih tahu. Tapi jujur aja pas ketemu lagi di sini gue jadi suka sama dia."

"Ye, gue juga kalau belum nikah pasti suka. Cuma lo terlalu berani." Kata Kehlani.

"Gue takut kalau dia jadi menghindar apalagi benci liat gue. Hadeuh ...." Lirih Lyra menahan rasa sesak di dalam dadanya.

"Udah ketemu dia belum hari ini?"

Lyra menggeleng. "Semoga gak ketemu deh, takutnya dia beneran menghindar nanti gue sakit hati sendiri." Ucapnya.

"Lo tenang aja, he is a profesional. Dia gak bakalan bawa masalah pribadi ke pekerjaan. Tapi, emangnya lo sedekat apa?" Tanya Kehlani.

Lyra kembali mengingat beberapa telpon serta pesan teks yang dirinya lakukan bersama Aldrich, bahkan makan siang bersama pun Lyra ingat. Meskipun pada intinya semua itu hanya membahas tugas mencari bukti korupnya pak Darmawan.

Tapi tetap saja, Aldrich kerap kali memberikan perhatian kecil atau melakukan hal sederhna yang membuat hati kecil Lyra bergetar dan mengharapkan hal yang lebih besar daripada hal itu.

"Cukup deket. Tapi, kayaknya gue aja yang ngerasa deket."

Kehlani mengangguk pelan. "Lo juga beberapa kali diajak keluar bareng, kan? Jadi, wajar sih kalo lo baper. Padahal itu cuma mau bahas pekerjaan karena Pak Darmawan jarang masuk dan mau gak mau lo yang harus maju, iya kan?"

Lyra mengiyakan hal itu, ia tidak bisa mengatakan kalau dirinya sering bertemu Aldrich untuk memberikan bukti kecurangan Darmawan di saat genting seperti ini. Bisa-bisa langsung dihabisi oleh Darmawan kalau ketahuan bahwa asistennya sendiri yang telah membuka keburukannya.

Kehlani menepuk bahu Lyra dengan lembut, tipikal seorang Kakak yang baik untuk adiknya. "Lo tenang aja, fokus sama kerjaan aja dulu. Siapa tahu semesta memutar balikan keadaan kalau keinginan lo itu emang kuat."

Lyra tersenyum, harapannya sih begitu. "Semoga ya, maybe i'll try again kalo ada kesempatan. Gue masih gak bisa berhenti, gue masih ragu sama penolakan dia. Tapi gue juga gak tahu apa alasannya. Padahal logis banget kalau dia nolak gue, gue cuma anak yatim piatu dan gak kaya pula. Gue kok masih mengelak yaa? Au ah! Pusing."

"Ish, lo itu bener-bener ya. Terserah mau bagaimana, tapi lo harus tahu kapan harus berhenti. Gue gak mau liat lo galau terus tersakiti kayak si brengsek mantan tunangan lo itu." Ujar Kehlani sembari berlalu dan kembali ke cubiclenya. "Apapun yang terjadi, gue sma Anand will always got your back, understand?"

"Ouwh, thank you bestie ..."

Lyra menarik nafas panjang lalu dikeluarkannya dengan perlahan. Patah hati karena diselingkuhi ketika sedang menyiapkan pernikahan adalah hal yang menyakitkan, dia sampai tidak masuk kantor selama hampir dua minggu. Bagaimana tidak, Blake adalah rumah bagi Lyra pada saat itu. Kemudian dalam waktu singkat rumahnya digusur. Hati serta harapannya hancur lebur dan membuatnya harus membangun kembali fondasi dari awal dengan dirinya sendiri.

Kehadian Aldrich adalah angin segar bagi hatinya yang semakin terasa sepi. Mungkin hal itu yang membuat Lyra begitu berapi-api sampai tidak memedulikan konsekuensi apapun.

"Lyra!" Panggil seseorang dari ambang pintu kaca.

Lyra pun menolehkan kepalanya dengan sedikit terkejut, "Iya?"

"Pak Aldrich memintamu untuk datang ke ruangannya saat makan siang nanti." Kata seseorang itu.

Lyra saling menatap dengan Kehlani dan tersenyum penuh arti.

"Iya, makasih ya infonya." Ujar Lyra pada orang itu.

Makan siang. Lyra tidak sabar untuk menemui Aldrich nanti.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status