Home / Romansa / CEO di Tempat Tidurku / 8. Friend Always Got Your Back

Share

8. Friend Always Got Your Back

Author: Dijeonie
last update Huling Na-update: 2022-08-26 04:14:49

Lyra duduk termenung dan sibuk mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana tidak, kejadian kemarin masih memenuhi kepalanya. Kelakuan bodoh yang bisa saja membuat Aldrich menjaga jarak bahkan mungkin menghindar. Apalagi pria itu mengatakan bahwa tugas Lyra mengenai korupsi di perusahaan telah selesai tinggal Aldrich yang mengerjakan sisanya.

Untuk itu Lyra mendapatkan bonus yang cukup besar, bahkan ada kemungkinan akan naik jabatan. Tapi, Lyra ragu kalau Aldrich akan melakukan itu setelah apa yang terjadi kemarin sore. Bodoh. Lyra benar-benar menyesal karena sudah gagal mengontrol diri.

Lagi-lagi Lyra hanya bisa menghela nafas frustrasi disaat karyawan lain sedang sibuk bergosip tentang pemanggilan beberapa atasan mereka, termasuk Manajer Perencanaan dan Evaluasi, Darmawan.

Kehlani berjalan menghampiri cubicle Lyra, satu-satunya meja yang berlawanan arah dengan milik karyawan di bawah awasannya.

"Katanya ada salah satu karyawan yang jadi mata-mata, dia bantuin Pak Aldrich buat nyari bukti-bukti." Kata Kehlani sembari melipat tangan di depan dada dengan ekspresi mengawang menebak-nebak siapa orang pandai yang berhasil melakukan pekerjaan beresiko itu secara diam-diam.

Lyra hanya bisa menghela nafas. Pikirannya sedang kacau, sangat kacau sampai-sampai tidak peduli tentang apapun.

"Lani ..." Lyra mencorat-coret kertas di atas mejanya.

"Apa? Lo kenapa sih aneh banget hari ini? Lo lagi sakit atau gimana?" Tanya Kehlani mengeluarkan pertanyaan yang sedari pagi tertahan di kerongkongan.

Lyra ragu untuk bercerita bahkan pada Anand yang merupakan teman terdekatnya, Kehlani adalah teman lain yang bisa ia percayai untuk menjaga rahasia.

"Gue lagi ada dalam masalah, masalah besar dan terlalu bodoh sampai gue malu sendiri." Lyra tertawa hambar pada dirinya sendiri.

"Iya, apa? Buruan, jangan setengah-setengah." Desak Kehlani seraya membungkukan tubuhnya lebih dekat sambil bertopan pada meja kerja Lyra.

Lyra menelan ludahnya dengan susah payah dan, "I kissed him."

Mata Kehlani membola tak percaya. "APAA?!" Refleks ia menutup mulut saat suara kerasnya menjadi perhatian seisi ruangan. "What the fck, gue kira lo beneran mati rasa semenjak diselingkuhin tunangan lo sendiri."

Ya begitulah, Lyra pun tidak mengerti kenapa perasaannya yang ia miliki untuk Aldrich bisa sampai membuat dirinya lupa diri.

Lyra mengusap kedua matanya yang tampak dihiasi lingkaran hitam, tidak tidur semalaman membuat tenaganya cepat sekali hilang.

Kehlani menutup sisi mulutnya, "Siapa yang lo cium? Adnan?" Tanyanya berbisik.

Lyra menggeleng sembari membereskan apapun yang ada di mejanya. "Bukan, andai aja itu dia, gue gak akan setertekan ini."

Kehlani tidak memiliki tanda dari pria manapun karena selama ini Lyra tidak pernah bercerita sedang dekat dengan seorang pria selain Adnan yang merupakan sahabat Kehlani juga.

"Lo main ke club malam lagi ya anjir?!" Sungut Kehlani dengan mata melotot.

Sontak Lyra pun terkejut atas tuduhan itu, "Gak ada, yaa! Gue gak ke club ataupun mabuk dimanapun." Protesnya.

Kehlani menghela nafas lega, "Kalau gitu, siapa cowoknya?"

Lyra meminta Kehlani untuk mendekatkan telinganya, kemudian dengan sisa keberanian akhirnya satu nama pun keluar. Nama yang tidak pernah terpikir oleh Kehlani sama sekali.

"Aldrich." Bisik Lyra.

Kehlani hampir mati tersedak air ludahnya sendiri, jantungnya tersentak dan terasa lepas dari tempatnya. Kini Kehlani pun ikut termenung.

"Kok bisa?!"

Maka mau tidak mau, Lyra pun menceritakan tentang kejadian kemarin sore. Dari awal sampai ia mengutarakan perasaan dan berakhir dengan sebuah ciuman. Ciuman yang memabukan tapi terpaksa harus selesai karena Aldrich yang tiba-tiba menarik diri.

Ya, mereka hampir berakhir dengan adegan yang jauh lebih intim. Namun, tiba-tiba saja Aldrich menjauh dan mengatakan bahwa mereka tidak bisa berbuat lebih jauh lagi. Pria itu benar-benar menegaskan penolakannya dengan meminta Lyra untuk segera pulang.

Setelah mendengar rentetan ceritanya, Kehlani termenung untuk beberapa saat.

"Lo dalam masalah besar." Kata Kehlani sambil menggeleng tak habis pikir. "Lo ya! Ya Tuhan, bisa-bisanya Lyra ...." Tambahnya sembari mengusap wajah.

Beberapa karyawan pun ada yang menatap mereka berdua dengan kebingungan, penasaran tapi tidak bisa mendengar.

"See, lo aja yang cuma denger stress sendiri. Apalagi gue." Kata Lyra terdengar pasrah.

"Tapi, dia hampir hilang kendali, berarti emang intensi kesana cuma ada yang nahan dia." Kata Kehlani menebak-nebak.

Lyra mengangguk, "Memang, sudah pasti karena dia gak ada perasaan sama gue, makanya dia nolak. Aldrich bukan pria sembarangan, dia gak tidur sama cewek random. Waktu malam tahun baru itu juga gue gak diapa-apain sama dia."

Dang.

"What? Jadi, itu Pak Al juga?" Dengan isyarat mulut Kehlani memastikannya.

Lyra mengangguk. "Sorry gak ngasih tahu. Tapi jujur aja pas ketemu lagi di sini gue jadi suka sama dia."

"Ye, gue juga kalau belum nikah pasti suka. Cuma lo terlalu berani." Kata Kehlani.

"Gue takut kalau dia jadi menghindar apalagi benci liat gue. Hadeuh ...." Lirih Lyra menahan rasa sesak di dalam dadanya.

"Udah ketemu dia belum hari ini?"

Lyra menggeleng. "Semoga gak ketemu deh, takutnya dia beneran menghindar nanti gue sakit hati sendiri." Ucapnya.

"Lo tenang aja, he is a profesional. Dia gak bakalan bawa masalah pribadi ke pekerjaan. Tapi, emangnya lo sedekat apa?" Tanya Kehlani.

Lyra kembali mengingat beberapa telpon serta pesan teks yang dirinya lakukan bersama Aldrich, bahkan makan siang bersama pun Lyra ingat. Meskipun pada intinya semua itu hanya membahas tugas mencari bukti korupnya pak Darmawan.

Tapi tetap saja, Aldrich kerap kali memberikan perhatian kecil atau melakukan hal sederhna yang membuat hati kecil Lyra bergetar dan mengharapkan hal yang lebih besar daripada hal itu.

"Cukup deket. Tapi, kayaknya gue aja yang ngerasa deket."

Kehlani mengangguk pelan. "Lo juga beberapa kali diajak keluar bareng, kan? Jadi, wajar sih kalo lo baper. Padahal itu cuma mau bahas pekerjaan karena Pak Darmawan jarang masuk dan mau gak mau lo yang harus maju, iya kan?"

Lyra mengiyakan hal itu, ia tidak bisa mengatakan kalau dirinya sering bertemu Aldrich untuk memberikan bukti kecurangan Darmawan di saat genting seperti ini. Bisa-bisa langsung dihabisi oleh Darmawan kalau ketahuan bahwa asistennya sendiri yang telah membuka keburukannya.

Kehlani menepuk bahu Lyra dengan lembut, tipikal seorang Kakak yang baik untuk adiknya. "Lo tenang aja, fokus sama kerjaan aja dulu. Siapa tahu semesta memutar balikan keadaan kalau keinginan lo itu emang kuat."

Lyra tersenyum, harapannya sih begitu. "Semoga ya, maybe i'll try again kalo ada kesempatan. Gue masih gak bisa berhenti, gue masih ragu sama penolakan dia. Tapi gue juga gak tahu apa alasannya. Padahal logis banget kalau dia nolak gue, gue cuma anak yatim piatu dan gak kaya pula. Gue kok masih mengelak yaa? Au ah! Pusing."

"Ish, lo itu bener-bener ya. Terserah mau bagaimana, tapi lo harus tahu kapan harus berhenti. Gue gak mau liat lo galau terus tersakiti kayak si brengsek mantan tunangan lo itu." Ujar Kehlani sembari berlalu dan kembali ke cubiclenya. "Apapun yang terjadi, gue sma Anand will always got your back, understand?"

"Ouwh, thank you bestie ..."

Lyra menarik nafas panjang lalu dikeluarkannya dengan perlahan. Patah hati karena diselingkuhi ketika sedang menyiapkan pernikahan adalah hal yang menyakitkan, dia sampai tidak masuk kantor selama hampir dua minggu. Bagaimana tidak, Blake adalah rumah bagi Lyra pada saat itu. Kemudian dalam waktu singkat rumahnya digusur. Hati serta harapannya hancur lebur dan membuatnya harus membangun kembali fondasi dari awal dengan dirinya sendiri.

Kehadian Aldrich adalah angin segar bagi hatinya yang semakin terasa sepi. Mungkin hal itu yang membuat Lyra begitu berapi-api sampai tidak memedulikan konsekuensi apapun.

"Lyra!" Panggil seseorang dari ambang pintu kaca.

Lyra pun menolehkan kepalanya dengan sedikit terkejut, "Iya?"

"Pak Aldrich memintamu untuk datang ke ruangannya saat makan siang nanti." Kata seseorang itu.

Lyra saling menatap dengan Kehlani dan tersenyum penuh arti.

"Iya, makasih ya infonya." Ujar Lyra pada orang itu.

Makan siang. Lyra tidak sabar untuk menemui Aldrich nanti.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • CEO di Tempat Tidurku   20| Malam yang Kacau

    Lyra melirik jam dinding. Sudah lewat jam delapan malam, sedikit lebih lama dari biasanya, tapi dia tahu Aldrich pasti sibuk di kantor. Jika bukan karena kasus penggelapan dana, mungkin situasi di perusahaan tidak akan sekacau beberapa hari terakhir ini."Tadi dia bilang lagi di jalan pulang, harusnya bentar lagi sampe," gumamnya.Ia menata meja makan dengan perasaan bahagia, mengetahui kekasihnya akan pulang kembali padanya. Aroma ayam goreng bawang putih bercampur dengan wangi tumis kangkung dan telur puyuh memenuhi udara. Lyra tak sabar melihat reaksi Aldrich setelah mencicipi masakannya setelah sekian lama.Lalu, terdengar suara kode pintu ditekan dan disusul dengan uara pintu apartemen terbuka. Langkah kaki terdengar mendekat, lalu suara berat yang sudah sangat dirindukannya mengisi ruangan."Aku pulang."Lyra berlari ke arah pintu untuk menyambut Al dengan hangat. "Selamat datang di rumah, sayang!"Aldrich tersenyum, dengan jas kerja tersampir di lengannya, melangkah mendekat. B

  • CEO di Tempat Tidurku   19| Malam yang Mendebarkan (Kembali bersama)

    Aldrich berdiri diambang pintu apartemen, berhadapan dengan Lyra yang terlihat berantakan, air matanya tak mau berhenti mengalir walau sudah ia tahan sebisa mungkin. Lyra bahkan tak mampu memalingkan wajahnya dari Aldrich, dia kesal tapi juga rindu dalam waktu yang bersamaan."Kamu... Kamu bakalan berdiri terus disitu?" Lyra bertanya dengan suara bergetar."Will you be my girlfriend?" Aldrich mengungkapkan niat utamanya."Hah?"Lyra tampak kebingungan. Aldrich tersenyum samar seraya melangkah masuk apartemen, membuat Lyra refleks mundur."Maksudnya ap--apa?""Kamu udah mutusin aku dan ebelumnya kamu yang confess lebih dulu, you always bring that up tiap kali berantem. So now, giliranku. Will you be my girlfriend?" Aldrich menarik pinggang ramping Lyra hingga tubuh mereka saling bersentuhan.Hati Lyra berdebar jauh lebih cepat, mulutnya pun tak mampu untuk mengeluarkan kata-kata. Jadilah ia hanya memberi anggukan kecil sebagai jawaban.Tapi Aldrich tidak menerima jawaban seperti itu."

  • CEO di Tempat Tidurku   18. Kesempatan Mendapat Restu

    Aldrich berdiri di hadapan sang Ayah, Tuan besar Herdiano Wicaksana. Hubungan anak dan Ayah itu memang kurang baik, Aldrich yang ikut tinggal bersama sang Ibu setelah perceraian membuat mereka jadi jarang berhubungan. Meskipun begitu, Herdiano kerap kali pergi ke London untuk perjalanan bisnis dan mampir menemui Aldrich selagi ada di sana. Ya, jika dilihat dari jadwal kunjungannya yang sangat jarang dan selalu bertepatan dengan adanya pekerjaan, Aldrich yakin bahwa Ayahnya tidak sengaja pergi untuk bertemu dengannya.Kerajaan bisnis milik Wicaksana sangatlah besar dan butuh dedikasi tinggi agar bisa demikian. Herdiano seperti hidup hanya untuk bekerja, dia tidak peduli istrinya merasa kesepian atau tidak. Itulah yang membuat Adisti, sang istri memilih bercerai lalu menikahi pria asing dari negeri seberang. Aldrich tidak bisa menyalahkan Ibunya, dia berhak mendapatkan kebahagiaan, sama seperti Lyra."Dad, aku gak mau. Stella gadis yang baik, tapi aku gak bisa menghabiskan sisa umurku d

  • CEO di Tempat Tidurku   17. Kita Putus

    Hari bahkan minggu telah berlalu, selama itu pula kehidupan Lyra mengalami banyak perubahan. Kehadiran Aldrich sebagai kekasih terkesan banyak mengatur, dan Lyra yang memang bucin sering kali tidak bisa menolak. Tapi sejauh ini, hubungan mereka lancar-lancar saja. Keduanya tampak menikmati waktu bersama dengan sangat baik.Meskipun begitu, sampai saat ini setelah 4 bulan menjalin hubungan, Lyra masih belum diperkenalkan pada keluarga ataupun kerabat dekat Aldrich. Tidak masalah, Lyra mengerti. Toh, hubungan mereka juga belum seberapa lama.Hari ini, pekerjaan Lyra di kantor tidak terlalu banyak, berbeda dengan Aldrich yang sibuk rapat kesana-kemari. Hal itu menyebabkan keduanya belum sempat berbicara dari pagi. Lyra merindukannya. Tidak melihat wajah Aldrich sehari saja rasanya sungguh menyiksa."I miss you." Lyra membaca ulang pesannya sebelum benar-benar dikirim pada Aldrich.Kepada: Aldrich💜|I miss you...|/Read/"Ha? Kok cuma dibaca?!" Lyra mendengus kesal, "Ngeselin banget, ck.

  • CEO di Tempat Tidurku   16. Bayang-Bayang Masa Lalu

    Lyra mulai membuka mata dengan perlahan. Cahaya matahari yang menerobos jendela begitu terang-terangan mengekspos dirinya dengan kondisi masih acak-acakan, rambut panjangnya terlihat seperti singa sehabis melakukan perburuan.Tunggu, Lyra tidak merasakan kehadiran Aldrich di sampingnya. Ia pun membuka mata secara penuh dan menengok ke arah jam yang ternyata sudah menunjukan pukul 7 pagi.Darn."Dia kemana?" Gumamnya setengah sadar.Lyra duduk bersila sembari mengumpulkan kesadaran sebelum beranjak dan mulai beraktifitas. Toh hari ini dia tidak akan pergi bekerja, begitupun dengan Aldrich yang sudah berjanji akan membantu dirinya berbenah di apartemen baru.Ya, tebakan kalian benar, Aldrich yang menyewakan apartemen itu. Dengan sedikit paksaan dan berbagai macam alasan yang sangat masuk di akal, yaitu tentang keamanan, Aldrich takut jika pihak Darmawan tidak terima jika keponakan jauhnya sendirilah yang telah melaporkan pria jahat itu. Dan, akhirnya Lyra mau menerima sarannya untuk pin

  • CEO di Tempat Tidurku   15. Hug Me, All Night

    Rasanya aneh, seperti baru kemarin Lyra diselamatkan Aldrich dari serangan sang mantan kekasih. Tapi sekarang, pria penyelamat itu sedang berbaring berbantalkan pangkuan Lyra yang juga asik mengelus rambut lembutnya.Entah sudah berapa lama Aldrich menceritakan hal yang menurutnya harus Lyra ketahui, dan gadis itu tampak sabar mendengarkan tanpa memotong apalagi menghakimi."Jujur saja, aku takut untuk mencintai seseorang lagi sejak sepeninggalnya Marissa. Dia seorang kasir minimarket dan semua orang menganggap kami tidak cocok bersama dengan alasan status sosial yang berbeda." Ucap Aldrich. "Rissa mendapatkan banyak tekanan, hingga akhirnya dia menyerah, menyerahkan kehidupannya." Lanjut Al.Lyra menunduk pelan, lalu dikecupnya kening Aldrich yang mulai menunjukan kesedihan. Bagaimanapun Aldrich merasa bersalah atas apa yang menimpa sang mantan kekasih, gadis malang itu tidak akan tersiksa dan menderita jika saja Aldrich tak pernah menyukainya."Aku takut, aku takut gagal menjagamu..

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status