Share

Berdesir

Penulis: Rafasya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-30 14:29:23

Siapa yang mengirimnya? Apakah Hana? Apa tujuannya.

Aku akan menanyakannya nanti, kulihat Namira menangis, aku hendak memeluknya dan menjelaskan kesalahpahaman ini, namun lagi-lagi aku teringat perselingkuhannya dengan Ayah, aku urungkan niatku dan berlalu pergi dari kamar.

Aku mencoba untuk menghubungi Hana, saat panggilan tersambung aku langsung menodong Hana dengan pertanyaan.

"Hana apa maksudmu, mengirimkan foto kita yang sedang berpegangan tangan pada Namira?"

"Oh maaf Aidan, aku hanya ingin membantumu, aku tidak tau jika kau akan semarah ini,"

"Membantu apa?"

"Membalas Namira, bukankah kau ingin Namira merasakan apa yang kau rasakan,"

Ada benarnya juga apa kata Hana, tapi kenapa di lubuk hatiku yang terdalam aku tidak suka melihat Namira terluka. Tapi Namira sendiri tega menyakitiku.

"Oh seperti itu,"

Panggilan ku tutup saat Hana telah menjelaskan maksudnya. Aku kembali ke kamar, kulihat Namira sudah berhenti menangis, baguslah.

Hari-hari berlalu aku lebih sering menghabiskan waktu di kantor, Jika hari libur paling keluar bersama Hana, enggan berlama-lama di rumah, Bahkan aku tidak tahu Berapa usia kandungan Namira sekarang.

Malam ini aku pulang larut malam, saat membuka pintu utama aku tertegun melihat Namira yang tertidur di sofa, apa dia menunggumu? Cih! Masih penting kah aku untuknya? Aku mengangkat sebelah sudut bibir.

Aku berjalan melewati Namira yang sedang tertidur, tak berselang lama kudengar Namira menggeliat.

"Mas, kau sudah pulang?"

Aku mengangguk,

"Ayah sudah pulang, tadi sore."

"Oh, baguslah,"

Namira mengulum senyum.

"Mas, apa kau ada masalah dengan Ayah?"

Aku mengangkat sebelah alis, masalah apa? Jika bukan tentang kau, aku tidak bermasalah.

"Kenapa memangnya?"

"Aku lihat kau tidak menyukai kehadiran Ayah akhir-akhir ini."

Aku menghela napas kasar.

"Mungkin hanya perasaanmu saja."

Aku pergi meninggalkan Namira di ruang tamu, masuk ke dalam kamar untuk mandi agar badan terasa segar setelah seharian penuh bekerja.

Namira masuk ke dalam kamar, dengan wajah sendu, kulihat ia ingin mengatakan sesuatu, namun bibirnya terkatup lagi.

"Mas kau sudah makan?" ucapnya.

Apa untuk menanyakan aku sudah makan atau belum dia sampai menarik napas berkali-kali.

"Sudah..." jawabku.

"Bersama Hana." sambungku lagi.

Namira yang semula menunduk langsung mendongak,

"Oh, tidak apa-apa selagi masih dalam batas wajar, aku tidak masalah,"

"Maksudmu, hal wajar yang seperti apa?"

"Hanya sekedar makan malam, tanpa berpegangan tangan, apalagi sampai..."

Aku tersenyum sinis,

"Tentu saja tidak, aku tidak sepertimu,"

"Maksudmu?"

"Ah tidak! Maksudku aku tidak pernah melakukan itu."

Namira berusaha mencerna ucapanku, masih saja dia berpura-pura tidak mengerti.

Aku berjalan menuju ranjang, merebahkan diri disana. Kemudian Namira menyusuliku naik ke atas ranjang juga.

Aku bergegas berbalik badan, memunggungi Namira. Kemudian memejamkan mata.

Tak berselang lama, tidurku terusik saat tangan gemulai melingkar di pinggangku.

Aku langsung menoleh ke arahnya yang ternyata sedang melihat ke arahku. Namira tersenyum, pandangannya sendu.

"Mas, aku tidak bisa tidur,"

"Lalu? Apa hubungannya denganku?"

Namira terlihat malu-malu.

"Bukankah kita sudah lama tidak..."

Aku mengerti kemana arah bicaranya, aku memejamkan mata kemudian menghembuskan napas secara perlahan.

"Aku lelah," lirihku.

Kulihat wajah Namira kecewa, aku bukan tak ingin, hanya saja terbayang akan penghianatannya, membuatku tak bernafsu.

***

Aku terbangun saat mendengar suara orang muntah-muntah di kamar mandi, apakah itu Namira? Ah berisik sekali.

KRIET!

Pintu kamar mandi terbuka, menampakan Namira dengan wajah yang sedikit pucat. Bukankah semalam ia baik-baik saja Bahkan memberitahu keinginannya untuk bercint*, aneh, apa dia tidak mendapatkannya dari selingkuhan nya itu.

Melihat Namira yang seperti itu tak membuat diriku iba, itu adalah buah dari perbuatannya.

Namira berjalan menghampiriku dengan tubuh lunglai. Ia merebahkan diri di sebelahku.

"Mas kepalaku pusing, perutku juga mual."

"Setiap bangun pagi selalu begini, sepertinya anak kita perempuan," dia tersenyum, kemudian mengelus perutnya yang mulai terlihat membuncit.

Aku malas setiap Namira membahas soal anak, aku memandang ke arah lain.

Namira menggenggam tanganku kemudian di arahkan ke perutnya. Hatiku langsung berdesir, aku langsung menarik tanganku kembali, tak ingin berada diperutnya lebih lama.

Melihatku yang seperti itu, Namira langsung terkejut.

"Kenapa Mas?"

"Tidak ada, aku lupa hari ini masuk pagi."

Aku bergegas turun dari ranjang, lalu berjalan menuju kamar mandi.

Desiran itu masih terasa, ada apa ini?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   _END_

    Beberapa bulan kemudian, saat hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, Safira mengalami kontraksi yang membawa mereka berdua ke rumah sakit dengan perasaan campur aduk. Azka setia berada di sisinya, menggenggam erat tangan Safira sambil berusaha menenangkan perasaannya sendiri. Meskipun ia tahu bahwa setiap detik berlalu membawa mereka semakin dekat pada momen yang luar biasa, hatinya berdebar hebat. Sepanjang proses persalinan, Azka terus mendampingi Safira, memberi dukungan yang selama ini bahkan tak pernah ia bayangkan bisa ia berikan. Ini adalah sesuatu yang baru baginya, namun ia tahu bahwa ia ingin ada di sisi wanita yang dicintainya, di setiap detik yang berarti.Saat akhirnya bayi mereka lahir, dan tangisan kecil memenuhi ruangan, waktu seakan berhenti bagi Azka. Perasaan haru yang tak pernah ia bayangkan tiba-tiba membanjiri hatinya. Ia menatap bayi kecil yang sedang berada dalam dekapan Safira, begitu rapuh dan mungil, tetapi terasa begitu kuat menarik dirinya. Air matanya p

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Menghabiskan malam bersama

    Masa pemulihan Azka dan Safira selesai. Hari itu, keduanya meninggalkan rumah sakit dengan perasaan yang bercampur, antara lega dan sedikit gentar. Mereka tahu, kali ini mereka akan benar-benar memulai perjalanan sebagai suami istri dengan hati yang lebih terbuka. Di perjalanan menuju rumah, Azka menggenggam tangan Safira erat, seolah-olah ingin meyakinkan dirinya bahwa ia tidak akan melepaskan wanita itu lagi.Setibanya di rumah, mereka saling menatap, lalu Safira tersenyum dan berkata dengan hangat, “Selamat datang di kehidupan kita yang baru, Azka.” Ucapan sederhana itu membuat hati Azka terasa hangat. Dia mengangguk dan membalas senyumnya, kemudian mereka pun masuk ke rumah mereka yang terasa berbeda, lebih hangat, lebih penuh harapan.Hari-hari berlalu, dan mereka mulai menjalani pernikahan dengan sepenuh hati. Azka berusaha menunjukkan kasih sayangnya dalam berbagai hal kecil—seperti membuatkan teh hangat untuk Safira saat pagi, mempersiapkan makan malam bersama, atau sekadar me

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Rumah sakit

    Setelah kecelakaan yang nyaris merenggut nyawa mereka, Azka dan Safira sama-sama dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi luka-luka. Selama beberapa hari mereka harus menjalani masa pemulihan. Setiap hari Azka selalu bangun lebih awal untuk melihat keadaan Safira, memastikan ia baik-baik saja. Rasa sakit dari tubuhnya sendiri terasa tak ada artinya dibandingkan kekhawatiran yang ia rasakan terhadap Safira.Kecelakaan itu telah menjadi titik balik bagi Azka. Dia merenung panjang, memikirkan semua sikapnya selama ini terhadap Safira, semua penolakan dan kebekuan yang ia biarkan tumbuh di antara mereka. Dalam keheningan kamarnya, Azka mulai menyadari betapa dalam dirinya sebenarnya ada perasaan lebih dari sekadar tanggung jawab atau ikatan pernikahan.Suatu pagi, setelah dokter memastikan kondisinya cukup stabil, Azka memutuskan untuk mengunjungi kamar Safira. Dia membuka pintu perlahan, dan mendapati Safira yang masih berbaring lemah di ranjang. Azka duduk di kursi sampingnya, matanya men

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Kecelakaan

    Sesampainya di rumah orang tua Safira, Azka dan Safira turun dari mobil. Azka, yang selama ini memiliki sikap keras dan cenderung angkuh, kini tampak penuh kehormatan saat menyalami Hana dan Fadil. Dia membungkukkan badan, menatap keduanya dengan senyuman sopan. Hana dan Fadil saling berpandangan, tak menyangka bahwa Azka yang dulu mereka kenal sebagai sosok pemberontak kini terlihat penuh hormat di depan mereka.“Selamat sore, Bu Hana, Pak Fadil,” sapa Azka dengan nada hangat, tak ragu untuk memanggil Fadil dengan sebutan “Ayah” layaknya Safira.Keduanya tampak terharu dan sedikit tercengang. Hana tersenyum sambil menyilakan mereka masuk ke dalam rumah. Safira segera memeluk ibunya dengan hangat, seakan melepas rindu yang lama terpendam. Sementara itu, Azka mengobrol santai dengan Fadil, bertanya tentang keseharian dan kondisi kesehatan ayah mertuanya itu. Keakraban Azka dengan Fadil membuat Hana dan Safira tersenyum melihatnya, seakan dinding yang dulu menghalangi hubungan mereka pe

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Kantor

    Pagi hari .... Azka duduk di meja makan dengan segelas kopi di tangan, mengenakan setelan jas rapi dan dasi yang tampak sedikit miring. Wajahnya tampak tenang, namun sorot matanya menyiratkan ketegasan—hari ini adalah hari pertamanya secara resmi menggantikan ayahnya, Aidan, untuk sementara mengelola perusahaan keluarga. Perasaan gugup dan antusias bercampur menjadi satu di dadanya.Safira memperhatikan dari ujung meja, merasa ada yang berbeda dari sosok Azka pagi ini. Ada keseriusan yang tidak biasa dalam tatapannya. Ia berjalan mendekat, menatapnya lembut, lalu berkata, "Kamu ambil cuti kuliah selama satu minggu, Azka?"Azka mengangguk sambil tersenyum tipis. "Iya, Safira. Mulai hari ini, aku akan menggantikan Papa. Dia mempercayakan perusahaan kepadaku selama dia di New York, dan aku… aku tidak mau mengecewakannya."Safira menyunggingkan senyum kecil, merasakan kebanggaan sekaligus haru. Ia paham, keputusan ini bukan hal yang mudah bagi Azka. Ia ingin mendukungnya sepenuhnya, mesk

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Kampus bersama

    Pagi hari ....Sinar matahari perlahan menembus tirai kamar, menciptakan pancaran lembut yang menyelimuti tubuh Safira yang masih terbungkus selimut. Azka, yang sudah lebih dulu bangun, duduk di tepi ranjang dan menatap wajah Safira yang terlelap. Ada kedamaian yang menyelimuti hati Azka saat melihat wanita yang kini menjadi istrinya terlelap di sisinya, begitu tenang, seolah semua ketegangan di antara mereka seakan larut dalam kehangatan malam tadi.Perlahan, Azka mencondongkan tubuhnya dan mengecup pucuk kepala Safira dengan lembut, membiarkan bibirnya menyentuh rambut Safira beberapa kali, seperti sebuah ungkapan kasih yang masih terasa asing baginya. Sentuhannya membuat tidur Safira terusik, dan akhirnya matanya membuka perlahan. Ketika kesadarannya mulai terkumpul, Safira terlonjak, panik, merasa bahwa dirinya mungkin sudah kesiangan. “Jam berapa sekarang?” tanyanya cepat dengan mata yang masih setengah terbuka.Azka tersenyum kecil melihat kepanikan di wajah Safira. “Jam tujuh p

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Kehangatan

    Tanpa sadar, Azka mendekat, dia langsung memeluk Safira tanpa aba-aba, membuat wanita itu terkejut.Mereka berdua terdiam dalam pelukan yang hangat namun penuh beban. Azka memejamkan mata, menghirup aroma lembut rambut Safira yang entah kenapa terasa begitu menenangkan. Rasanya sudah lama ia tak merasakan kehangatan seperti ini, sesuatu yang ia butuhkan namun tak pernah ia akui.Safira, yang awalnya terkejut, perlahan-lahan meresapi pelukan Azka. Ada kehangatan yang mengalir, seolah pelukan itu membawa ketulusan yang selama ini hilang dari hubungan mereka. Ia tak tahu mengapa, tapi untuk pertama kalinya, ia merasa ada harapan di antara mereka, meskipun samar dan tak pasti.“Beri aku kesempatan,” bisik Azka di telinga Safira, suaranya parau namun penuh harap. Safira tak menjawab dengan kata-kata, ia hanya mengangguk perlahan. Meskipun hatinya masih terluka, ia sadar bahwa dalam dekapan Azka, ada sesuatu yang tulus, yang ia tak ingin sia-siakan begitu saja.Safira menarik napas dalam, m

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Suara lelaki

    Saat perjalanan pulang menuju apartemen, Azka masih merasakan hangatnya percakapan dengan sang ayah, Aidan. Di sepanjang perjalanan, ia tersenyum sendiri, merasakan perasaan yang berbeda—seperti ada semangat baru yang membara di dalam dadanya. Kepercayaan yang diberikan oleh Papanya tadi begitu berarti baginya. Ia berjanji pada diri sendiri untuk memikul tanggung jawab itu dengan baik, menunjukkan pada keluarganya bahwa ia bisa diandalkan.Langkahnya cepat saat ia memasuki gedung apartemen, mengabaikan orang-orang yang ia lewati di koridor. Namun, saat hampir tiba di depan pintu, langkahnya terhenti ketika mendengar suara Safira. Samar-samar, ia menangkap suaranya yang lembut dan terdengar sedikit manja, berbicara dengan seseorang di telepon.“Ah, kamu bisa saja.”“Aku tak secantik itu. Hahaha, ah Anton. sudahlah jangan menggombal terus.”Azka mendekatkan telinganya pada pintu, tanpa sadar menahan napas. Meskipun ia tak bisa mendengar setiap kata dengan jelas, nada suara Safira sudah

  • CHAT NAKAL ISTRIKU   Mencoba berbagi rasa

    Azka duduk diam di ujung sofa, menatap kosong ke arah jendela besar yang memamerkan pemandangan malam kota yang berkilauan. Apartemen itu begitu sunyi, hanya suara detik jarum jam yang terdengar perlahan, seolah menghitung detik-detik keheningan di antara mereka. Safira duduk di seberang ruangan, sibuk dengan bukunya, atau setidaknya berusaha tampak sibuk. Sesekali ia membalik halaman, namun Azka tahu bahwa pikiran wanita itu melayang ke tempat yang jauh. Azka tidak mengerti mengapa ia merasa begitu kikuk di dekat Safira. Ia merasa tersesat dalam keheningan, dalam jarak yang seolah mustahil dijembatani. Safira selalu terlihat begitu tenang, tenang hingga membuatnya merasa seperti dirinya adalah satu-satunya yang terpenjara dalam rasa kebingungan.Dia pikir, mungkin, ini hanya masalah waktu. Mereka baru mengenal satu sama lain, dan Safira memiliki hak untuk butuh waktu. Namun, ada sesuatu dalam sikap Safira yang terasa lebih dari sekadar keengganan membuka diri. Ada kebekuan yang begi

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status