Hati Aidan memanas saat membaca pesan di ponsel istrinya Namira, chat mesra yang ditunjukkan untuk orang yang ia kenal. Akankah Aidan mampu membuktikan perselingkuhan istrinya tersebut? Ikuti kisah selengkapnya...
View More20 tahun kemudian ....Seorang wanita melenguh panjang kala menikmati sentuhan pria yang sedang mengukung tubuhnya.Ia mencoba membuka mata untuk melihat siapa pria yang sedang menggagahinya itu. Wanita muda bernama Safira itu tak bisa melihat wajah pria tersebut dengan jelas, pengaruh alkohol membuat pandangannya menjadi kabur.Namun, persetan dengan itu semua. Safira pasrah, gairah dalam tubuhnya semakin membuncah. Dia tak perduli dengan kehormatan yang sudah terkoyak. Rasa nikm4t itu semakin membara. “Ahh ... si-siapa ka—” belum sempat Safira bertanya. Pria itu sudah membungkam mulut Safira dengan bibirnya.Terdengar suara des4han pria itu membuat tubuh Safira berdesir. Rasa nikm4t yang di ciptakan membuatnya hilang akal.“Akhh ...!” tubuh Safira melemas kala mendapatkan pelepasan berkali-kali. Napasnya tersengal-sengal, tubuhnya terasa bagai di awang-awang.Baru istirahat beberapa menit, pria itu langsung menggempurnya lagi dengan lumat4n menggairahkan. Leher jenjangnya tak lepas
"Aku butuh waktu."Hana segera pergi dari sana. Tak menghiraukan Fadil yang masih memandangi kepergiannya.Setiba di ruang rawat Arini, terlihat Hamid dan Arini sedang bermain bersama Fatin.Arini telah menceritakan segalanya pada hamid. Pria paruh baya itu telah mengerti. Jadi tidak perlu bertanya lagi pada Hana."Tuh Bunda sudah datang." seru Arini.Arini memperhatikan wajah Hana yang terlihat gusar. Sepertinya Hana tengah kebingungan. Entah pembahasan apa yang Fadil dan Hana bahas di luar. Yang jelas Arini yakin pada putranya. Pasti Fadil meminta Hana untuk kembali."Terima kasih Paman mama sudah menjaga Fatin.""Fatin ayo kemari Nak, kita pulang." ujar Hana.Fatin berlari menghampiri Hana."Hana.... Kau dan Fatin akan menemuiku lagi bukan?" tanya Arini, dia begitu takut setelah ini Hana akan pergi lagi.Hana tersenyum, kemudian mengangguk."Pasti Ma, aku dan Fatin akan menemui mama lagi."Arini meras hangat, dia ikut tersenyum mendengarnya."Baiklah, terimakasih Hana."Sebelum pam
Tak lama kemudiannya langkah kaki kecil menghampiri keduanya."Bunda..."Arini melepaskan pelukannya pada Hana, kemudian melihat ke arah sosok bocah perempuan di daun pintu.Arini menatap lekat bocah kecil yang berjalan mendekat.Pandangan Arini beralih pada Hana, mulutnya menganga namun tak ada sedikitpun suara yang keluar. Arini terperangah."Ha-Hana... Di-dia." tunjukknya pada Fatin yang telah sampai di dekatnya.Hana mengusap sudut matanya."Dia... Cucumu."Mata Arini membulat sempurna, kemudian memeluk Fatin yang berada di sampingnya. Berkali-kali Arini mencium kening Fatin. Mengungkapkan betapa besar kasih sayang nya."Cucuku!"Arini terus mencium Fatin. Fatin merasa risih diperlakukan seperti itu oleh orang yang tidak dia kenal."Bunda, dia siapa?"Fatin yang berbicara seperti itu, hari ini melepaskan pelukannya kemudian meminta anak untuk memberitahukan siapa dirinya. Anak mendekat ke arah Fatin kemudian mengusap kedua pundaknya."Sayang... Dia nenekmu.""Nenek! Jadi Fatin pun
Keesokan hari...Namira dan Aidan sedang berada di rumah sakit Permata Hospitals dimana Hana dan putrinya di rawat.Mereka datang untuk menjenguk Hana. Namira sengaja tidak mengajak Baby Arsya demi kesehatan bayi mungil itu. Namira menitipkan Arsya pada Bi Rima untuk menjaganya sebentar selama dia berada di rumah sakit.KREK! Pintu ruangan terbuka menampakkan Hana yang tengah berbaring dengan bayi di sampingnya. Namira dan Aidan masuk ke dalamnya.Melihat kedatangan Namira dan juga Aidan, Hana mencoba untuk bangun, namun Namira mencegahnya."Tidur saja, Hana! Kau pasti lelah begadang semalaman."Hana menjadi canggung, dia tetap bersikeras untuk duduk."Em, Hai Namira..."Namira tersenyum kemudian mendekat ke bibir ranjang."Bagaimana kabarmu Hana?""Aku baik Mira, dan kau sendiri?""Aku juga baik. Aku kesini ingin melihat teman anakku." ujar Namira sambil melirik ke arah Bayi mungil di samping Hana yang tengah terlelap."Bolehkah aku menggendongnya Hana?" "Tentu saja," balas Hana.H
Fadil tersenyum. " Hem, ya.""Aku tidak menyangka Hana menikah denganmu. Tapi kenapa kau tidak menemaninya saat cek kandungan kemarin?"Seketika senyum di bibir Fadil pudar. Ekspresinya berubah, matanya kini membulat sempurna."Ma-maksudmu?""Aku kemarin bertemu dengannya di rumah sakit Permata Hospitals, untuk mengantar istriku yang memang sedang hamil. Disana aku bertemu Hana. Dia duduk seorang diri. Aku menyapanya. Tapi tidak melihat suaminya. Dan aku baru tau hari ini, jika suami Hana adalah dirimu... Fadil."Fadil shock mendengarnya. Hana berada di rumah sakit kemarin? batinnya tak percaya. Fadil mengulum bibirnya. Memikirkan langkah apa yang akan dia ambil untuk bertemu Hana. Hana masih saja bersembunyi darinya.Kini Fadil kembali yakin, bahwa Han semakin dekat dengannya. Buktinya saja sudah dua orang yang melihat keberadaan Hana."Fadil, kenapa?" tanya Adnan merasa aneh dengan sikap Fadil.Seketika lamunan Fadil terhadap Hana menjadi buyar."Kau kenapa? Apa kalian ada masalah?
Wanita yang bernama Nurma itu berjalan mendekat ke arah namirah yang sedang menggendong bayinya."Hai tampan." Ucapnya pada bayi yang sedang terlelap di pangkuan Namira.Namira membiarkan Nurma mengelus pipi anaknya."Putramu sangat tampan Mira!""Terima kasih Nurma," sahut Namira tersenyum."Nurma, kenapa kau lama sekali sampai kemari?""Aku kan sudah bilang, jalanan macet dan aku tadi mampir ke supermarket untuk membeli hadiah pada keponakanku ini.""Tidak ada yang mencurigaimu kan?"Nurma menghembuskan nafas kasar."Huh! Kau benar Namira.... Cepat atau lambat aku pasti akan ketahuan.""Kapan kau akan kembali Hana!" tukas Aidan."Entahlah aku masih belum yakin." ujar Nurma yang tak lain adalah Hana."Fadil juga terlihat menyesal, dia hancur tanpamu. Kembalilah Hana. Sampai kapan kau akan seperti ini. Kasihanilah bayi yang ada dalam perutmu itu." seru Namira."Aku lelah hidup dalam kepura-puraannya Mas Fadil, mungkin saja dia juga masih berpura-pura dengan mencariku." terang Hana, wa
Fadil pulang ke apartemen setelah banyak bercerita dengan sang ibu. Dia berjalan gontai menuju kamarnya.Hening.Kamar itu menjadi senyap. Kehangatan yang dia rasakan dua bulan terakhir lenyap begitu saja dengan kepergian Hana.Sampai saat ini dia tidak tau pasti dimana Hana berada. Fadil merebahkan t u b u h nya di ranjang. Dia menoleh ke arah sisi ranjang yang kosong.Fadil tidak menyangka, betapa kehilangannya dia akan sosok Hana. Di usapnya sisi itu. berharap jejak Hana masih tertinggal. Namun yang ada dirinya malah semakin merindukan Hana."Hana... Kamu dimana?" lirihnya, kemudian dia terisak."Aku mencintaimu Hana... Kembalilah!"Dua bulan kemudian...Selama dua bulan itu Fadil tak bisa menemukan Hana. Semua orang yang dia minta bantuan untuk menemukan istrinya itu menggeleng lemah. Keberadaan Hana tiada yang tahu. Bahkan Fadil sempat mengecek bandara, saat Hana baru pergi. Tak ada namanya yang terdaftar. Itu artinya Hana masih di sekitar sana. Keberadaan Hana tidak bisa terciu
Pagi hari Fadil terbangun, dia mengucek matanya. Berusaha cepat beradaptasi dengan cahaya mentari yang masuk melalui jendela. Namun saat retinanya mulai melebar, Fadil tak mendapati sosok Hana di sebelahnya."Hana!" Fadil menurunkan kakinya, duduk sebentar di tepi ranjang.Hening. Tidak ada sahutan dari si pemilik nama. Kamar itu benar-benar senyap."Hana, sayang!" panggil Fadil kembali.Fadil berjalan ke arah kamar mandi, dia berdiri di depan pintu."Hana kau di dalam?" tanya Fadil.Tak ada sahutan membuat Fadil membuka kamar mandi tersebut.Kosong.Tak ada siapapun disana."Kemana dia?" gumamnya sendiri.Secarik kertas yang tertindih handphone miliknya tergeletak di atas nakas tiba-tiba menarik perhatiannya.Ya, sebelum pergi Hana sempat menulis surat untuk suaminya. Lalu menempatkannya di atas nakas. [Untukmu... Fadil suamiku.Esok pagi jika kamu membaca surat ini, itu artinya aku sudah tak ada lagi di sampingmu.Terimakasih untuk luka yang kamu beri, untuk semua kebohongan yang k
Hana masuk ke dalam ruangan itu,namun pikirannya melambung pada kata-kata Fadil baru saja."Halo Bu Hana, apa kabar?" sapa seorang Dokter kandungan wanita."Saya baik, Dok." balas Hana tersenyum manis.Hana duduk di sebrang meja sang dokter, Fadil setia menemaninya dengan duduk di sebelahnya."Oh iya, apa masih ada keluhan pusing, mual, atau sebagainya Bu Hana?""Hem tidak ada, Dok. Oh iya Dokter, apa bisa sekarang kami tau jenis kelamin anak kami?""Bentar ya saya cek dulu." Dokter wanita itu mulai mengecek usia kandungan Hana, dari Buku catatan."Usianya memang sudah cukup untuk mengetahui jenis kelamin janin, namun ke akuratannya masih 60%,""Baiklah Dokter, tidak apa, kami hanya tidak sabar saja." balas Hana dengan senyum yang terpaksa.Fadil hanya memperhatikan dari jauh saat Dokter wanita itu membawa Hana duduk di ranjang, disana terlihat layar USG(Ultra sonografi) untuk melihat janin di dalam perut.Dokter itu menuang gel di atas perut Hana kemudian mulai menempelkan alat pada
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments