Chayyara baru saja menyelesaikan ritual mandinya, ia jadi teringat niatannya untuk mengingatkan Armor bahwa sudah saatnya makan malam.
Chayyara mengetuk pintu ruang kerja Armor. Namun, tidak terdengar jawaban dari dalam. Chayyara pun memutuskan untuk kembali ke dapur, tetapi langkahnya terhenti saat mendengar suara Armor di pinggir kolam yang kini tengah berbicara dengan seseorang melalui telepon.Chayyara berhenti di ambang pintu, lantas secara tidak sengaja Chayyara mendengar sesuatu yang membuat hatinya berdenyut nyeri. Chayyara menutup mulutnya tidak percaya. Saat Armor akan berbalik, dengan cepat Chayyara pergi dari sana, Chayyara memutuskan untuk kembali ke kamarnya.Chayyara menenangkan dirinya di dalam kamar, menghapus air matanya yang terus saja mengalir, lantas tatapannya terjatuh ke arah perutnya, ia mengusap perutnya dengan penuh kasih sayang.Setelah sesi menangisnya selesai, Chayyara memutuskan untuk kembali ke dapur dan menyiapkan makan malam untuk Armor, Chayyara berusaha menyembunyikan kesedihannya dengan bersikap seolah-olah dirinya tidak mengetahui apa-apa.Armor menoleh ke arah Chayyara yang baru saja datang, pria itu pun mengikuti Chayyara dari belakang menuju meja makan. Mereka menikmati makan malamnya dengan keadaan hening."Bagaimana sekolahnya?" tanya Armor."Baik," ujar Chayyara pelan, namun lagi-lagi Chayyara tidak menatap Armor, Chayyara memilih fokus pada makan malamnya.Armor mengangguk, lantas berdiri saat makanannya sudah habis di piring."Bawakan saya kopi ke ruang kerja.""Iya.""Tidak pakai gula.""Baik, Kak."Terdengar seperti perintah, hal itu membuat Chayyara mau tak mau menganggukkan kepalanya. Saat Armor sudah meninggalkan ruang makan, Chayyara menghentikan aktivitas makannya. Ia sudah tidak berselera untuk menghabiskan makan malamnya.***Armor mengepalkan tangannya sekuat tenaga saat melihat berita panas mengenai Feranda. Perempuan itu ketahuan berciuman dengan salah satu model pria terkenal, dan tertangkap oleh kamera paparazi, membuat berita itu menjadi tranding saat ini.Tidak dapat mengelak jika di dalam lubuk hati Armor, pria itu masih memiliki perasaan pada Feranda.Namun di sisi lain ia akan menjadi seorang ayah dari anak yang kini tengah dikandung oleh adik mantan kekasihnya. Seakan dunia mengajaknya bercanda, rencana yang sudah Armor rancang dengan matang, soal pernikahan, rumah, liburan, hadiah bahkan masa depan tentang anak bersama Feranda, hancur dalam seketika.Terlebih Armor harus menjaga sikap pada Feranda karena ia tidak ingin membahayakan bayinya yang mungkin akan mendapat karma atas perbuatannya sendiri.Armor mendapat panggilan, melihat nama seseorang tertera di sana, ia pun langsung mengangkatnya. Armor memejamkan mata lalu menarik nafasnya dalam-dalam. Fredy baru saja memberi kabar bahwa partner bisnis mereka membatalkan kerja sama secara sepihak, dan hal itu membuat Armor sangat marah.Tok...Tok...Tok..."Masuk," ujar Armor dingin.Terlihat tubuh kecil itu memasuki ruang kerjanya dengan membawa secangkir kopi. Chayyara tersenyum, lantas berjalan secara perlahan ke arah Armor."Kak ini kopinya..."Armor mengangguk, lalu kembali fokus pada berkas-berkasnya.Tak"Ah..."PYARRRChayyara tidak tahu jika lantai ruang kerja Armor terdapat undakan tangga, membuatnya hampir saja terjatuh. Beruntungnya, Chayyara berhasil menahan tubuhnya dengan kedua tangan dan membuat perutnya tidak langsung menghantam lantai."Eh-"Mata Chayyara membelalak saat melihat pemandangan di depannya. Kopi yang baru Chayyara bawa terlempar ke depan dan mengenai berkas-berkas yang tergeletak di meja kerja Armor.“Kak—Kay… Kay… tidak sengaja, Kay minta maaf… Kay—”Armor yang terdiam dan masih memproses apa yang baru saja terjadi, mendadak emosinya kembali memuncak saat melihat berkas-berkas pentingnya terkena tumpahan kopi. Armor menggebrak meja, menatap tajam ke arah Chayyara yang kini tengah menatapnya dengan sorot ketakutan."Keluar, Chayyara." Armor berujar dingin, namun auranya terasa menyeramkan."Kak Armor, Kay minta maaf, Kay—""Saya bilang keluar!" ujar Armor meninggikan nada bicaranya."Tapi Kay tidak bermak—""KELUAR!" bentak Armor dengan suara lantangnya.Chayyara langsung diam, jantungnya berdegup kencang, matanya memanas. Chayyara membalikkan tubuhnya, berlari keluar dari ruang kerja suaminya itu.Armor mengacak-acak rambutnya. Sungguh hari ini benar-benar kacau, hari yang teramat sial bagi seorang Armor Musa Altamiz.Armor mengambil berkas-berkas yang terkena tumpahan kopi itu, membuangnya ke tempat sampah, lantas menelepon Fredy untuk kembali mengirimkan salinan berkas-berkas penting itu. Pria itu menghela nafas berat, benar-benar hari yang melelahkan.***Chayyara jadi teringat obrolan yang tak sengaja ia dengar tadi sore di dekat kolam berenang. Air matanya lagi-lagi mengalir, tidak seperti biasanya, kini dirinya memang menjadi lebih sensitif."Siapkan surat perceraian...""Ya. Setelah bayi itu lahir...""Aku ingin hak asuh anak jatuh ke tanganku."Perempuan itu menghela nafas panjang, menghapus air matanya, lalu mulai memejamkan matanya.Ya, sampai kapan pun Chayyara akan menyadarkan dirinya bahwa mustahil jika ia dapat membangun keluarga harmonis sesuai impiannya karena Armor akan menceraikannya setelah bayi di dalam kandungannya lahir.Mengingat ucapan dan sikap Armor, Chayyara kembali terisak, membiarkan segala pertanyaan memenuhi pikirannya, dan sibuk menyalahkan dirinya hingga Chayyara pun jatuh tertidur.***Armor berjalan ke ruang makan saat dilihat ternyata sarapan nasi goreng sudah siap di meja. Namun, Armor tidak melihat sosok kecil yang biasanya selalu menemani dirinya sarapan. Ada apa? Apa Chayyara sengaja menjauhi dirinya karena insiden kemarin?Apa Armor terlalu kasar dengan membentak Chayyara kemarin? Armor benar-benar hilang kendali karena kemarin adalah hari yang benar-benar buruk bagi dirinya.Armor menghabiskan sarapan nasi gorengnya, setelah itu ia melangkah keluar rumah, sebelum itu pandangannya mengarah ke pintu kamar Chayyara. Pria itu pun menghela nafas panjang, ada setitik rasa bersalah di hatinya.***"Pak!" panggil Fredy.Fredy melambaikan tangannya di depan wajah Armor, menggelengkan kepalanya saat menyadari jika direktur utama tempat Fredy bekerja tengah melamun."Hello, Pak!""Gue gak transparan kan ini sampe gak dilihat gini?" tanya Fredy pelan pada dirinya sendiri."Pak Armor, mohon segara sadar dan dengarkan saya."Fredy menatap jengkel Armor, "Woy!" sentak Fredy dengan nada tinggi membuat Armor langsung menoleh ke arah Fredy dengan tatapan membunuh."Kenapa lo? Gak di kasih jatah sama bini sampe melamun gini?" sindir Fredy. "Gue panggil dari tadi, astaga!""Berisik!" ujar Armor. "Apaan?" tanya Armor lagi dengan wajah kesalnya."Masalah lo udah kelar, mereka udah di basmi, malam ini siap eksekusi." Fredy menyerahkan map tebal yang dibawanya kepada Armor.Armor lantas menerima map itu, membukanya, lantas mengangguk. Armor tersenyum miring saat melihat daftar nama para pengkhianat yang membuat kerugian besar pada anak perusahaan yang baru saja dirintisnya.“Hukum di negara ini emang gak bisa dipercaya lagi,” ujar Fredy. “Untung aja ada yang laporan, kalau nggak, udah pasti mereka pergi bersembunyi.”“Huft… emang di jaman sekarang kalau mau puas ngehukum orang, harus turun tangan, gak bisa ngandelin orang lain yang gampang banget disogok uang.”Armor mengangguk setuju. Ia tidak bisa membiarkan pengkhianat itu bebas begitu saja karena berhasil menyuap para petinggi hukum. Jika mereka berniat bermain-main dengan Armor, makan dirinya tidak akan segan-segan mengeluarkan taring untuk menghabisi mereka langsung.To be continued...Chayyara menghirup bau lembaran kertas yang sudah menjadi favoritnya. Matanya berbinar saat mulai memperhatikan rak-rak menjulang tinggi di depannya. Armor berdiri di sebelahnya sambil menggendong Valerio. Mereka sengaja mendatangi perpustakaan ibu kota untuk meminjam buku-buku yang dibutuhkan Chayyara. Sebenarnya Armor sudah memaksa Chayyara untuk membeli saja buku-buku yang dibutuhkannya, tetapi istrinya itu menolak dengan alasan bahwa Chayyara ingin melihat dulu isi dari buku-buku yang ada di perpustakaan. Armor pun hanya bisa mengiyakan. "Sayang, aku ke rak yang di sana ya." Chayyara menunjuk jajaran rak di sebelah kanan.Armor mengangguk. Pria itu menepuk-nepuk pelan punggung putranya yang tertidur, terdengar suara Valerio yang tengah mendengkur halus. Seharian ini mereka telah menghabiskan banyak waktu bersama, dari mulai piknik di taman, bermain sepeda, dan membacakan cerita anak untuk Valerio sambil bersantai. Langit sudah menunjukan warna senja, yang berarti siap menjemput
"Kak Armor," panggil Chayyara.Armor tidak menjawab."Kak."Tetap tidak ada jawaban."Kak Armor! Kay panggil-panggil!" Chayyara mengerucutkan bibirnya melihat Armor yang tidak meresponnya sama sekali. Pria itu tampak sibuk dengan iPadnya di meja kerja.Chayyara beranjak dari ranjang menghampiri Armor. Perempuan itu merebut iPad Armor, lantas ia mendudukkan dirinya di pangkuan Armor. Chayyara menyimpan iPad suaminya itu di atas meja kerja."Kay panggil-panggil, tidak dengar?" tanya Chayyara dengan raut wajah kesal."Panggil apa?" tanya Armor terlihat santai."Tadi Kay panggil. Kak Armor? Kak? Tapi Kakak cuek," ujar Chayyara. Kini tangan Chayyara sudah menangkup wajah suaminya itu. Menatap serius ke arah Armor, "Kak Armor marah?"Armor diam."Kay sudah bikin Kak Armor kesal?"Hening diantara keduanya. Chayyara berdecak setelah menunggu lama Armor untuk menjawab pertanyaannya."Kay sudah bikin Kakak kesal kan? Coba jelaskan, Kay akan bertanggung jawab. Kay janji." Chayyara mengangguk-ang
Setelah obrolan mereka semalam, Chayyara jadi tahu dunia perkuliahan. Armor mengizinkannya untuk kuliah. Suaminya itu juga sengaja menanyakan hal apa saja yang diminatinya selain memasak dan membaca. Chayyara sempat kebingungan, seperti remaja yang baru lulus SMA yang tidak tahu arah tujuannya akan kemana. Chayyara meminta waktu kepada Armor untuk mempertimbangkan jurusan yang akan dirinya pilih karena Chayyara tidak mau salah jurusan dan menyesal di akhir tahun, seperti pengalaman orang-orang di sosial media yang bercerita bahwa penyesalan datang di akhir karena lebih memilih jurusan yang tidak selaras dengan minat dan bakarnya hanya karena agar bisa masuk kampus impian. Begitu banyak hal yang Chayyara tanyakan kepada Armor dan syukurnya suaminya itu sangat sabar dalam menjawab segala pertanyaan-pertanyaannya. Chayyara juga terlihat antusias mendengar penjelasan Armor. Terlihat sekali jika suaminya itu pintar dan berwawasan luas. Ah, semoga Valerio memiliki kepintaran yang sama
Armor berjalan memasuki perpustakaan. Terlihat di sofa, Chayyara tengah tertidur dengan Valerio yang terlelap di dadanya. Armor berdecak melihat putranya itu yang semakin hari semakin menguasai istrinya.Armor melepas jasnya, melampirkannya di lengan sofa. Pria itu menggulung lengan kemejanya hingga siku. Pandangannya terarah ke arah meja kecil di samping sofa. Armor melihat formulir pendaftaran Universitas di sana. Satu alisnya terangkat, lalu beralih menatap istrinya yang masih nyenyak tertidur di sofa.Setelah permasalahan mereka mengenai Hyunjae mereda, Armor dibuat tanda tanya dengan tingkah laku Chayyara akhir-akhir ini. Armor menghampiri Chayyara, mengangkat pelan Valerio dari pelukan Chayyara. Chayyara yang menyadari Valerio diambil dari pelukannya pun terbangun. "Kak?""Tidur lagi saja. Aku akan memindahkan Valerio ke kamar.""Sekarang sudah jam berapa?""Jam delapan."Chayyara membulatkan matanya, "Kay belum memasak apapun!"Armor tersenyum, "Kita makan di luar. Aku sudah b
Chayyara menggembungkan pipinya. Menatap Armor dengan mata berkaca-kaca. Sedangkan Armor tengah duduk di lengan sofa yang tersedia di kamar mereka. Armor tersenyum sinis, "Hanya karena meminjamkan sebuah payung?" Chayyara mengangguk. "Kamu pasti pernah menyukainya kan?" Chayyara membelalakan matanya, lantas menggeleng cepat, "Tidak! Kay tidak pernah menyukainya!" "Lalu kenapa dia sering menyapamu?" "Kay tidak tahu." "Siapa namanya?" Chayyara diam. "Chayyara..." Armor mencoba bersabar. "Hyun...Hyunjae," jawab Chayyara pelan. Armor melangkahkan kakinya perlahan ke arah ranjang. Ia membuka kemeja kerja yang dikenakannya. Menjatuhkan kepalanya di paha Chayyara. Armor tahu jika istrinya itu mulai ketakutan, maka cara yang paling ampuh, Armor harus meredamkan amarahnya. Armor tidak mau sampai mulutnya mengatakan hal yang menyakitkan kepada Chayyara. "Kak Armor masih marah?" tanya Chayyara pelan. Armor tidak menjawab. Pria itu justru memilih memejamkan matanya. Tida
Chayyara dan Armor masih menikmati liburan mereka di Gangwon, banyak tempat-tempat yang mereka kunjungi, salah satunya museum. Chayyara sudah menduga jika Pangeran tidak terlalu menyukai tempat yang memiliki khas ala rumah tradisional di Korea. Anak kecil itu sudah jelas lebih menyukai taman bermain. Sebenarnya ini juga salahnya yang terlalu memikirkan keinginan dirinya karena meski sebelumnya Chayyara pernah tinggal di Korea Selatan, tetapi Chayyara jarang mengunjungi tempat-tempat wisata.Armor yang menyadari sikap Chayyara pun langsung mencium kepala istrinya itu. “Pangeran akan terbiasa.”Chayyara menatap ragu, namun Chayyara tetapmengangguk, melihat Valerio yang terlihat nyenyak di dalam di gendongannya. Pangeran sedari tadi hanya diam di gendongan Armor. Itu cukup membuat Chayyara merasa bersalah.***Chayyara baru selesai dari toilet, tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil namanya. “Yara!”“Sunbae,” ujar Chayyara pelan saat melihat seseorang tengah melambaikan tangan k