Seharian Sinta suntuk. Dia sudah membersihkan semua ruangan, sudah mencuci pakaian dan terlihat sangat lelah. Tetapi Nino masih sibuk dengan laptopnya. Sinta dongkol melihat perubahan sikap Nino. Puncaknya Sinta kesal saat tidak menemukan apapun yang bisa di makan di dalam lemari es miliknya padahal perut Sinta sudah keroncongan meminta untuk diizi. Sinta terkulai lemas diatas sofa, dia sudah tidak bisa bergerak karena lelah sekaligus lapar.
“ACH...” keluh Sinta. Nino yang mendengar keluhan Sinta langsung meletakkan laptopnya kemudian memeriksa keadaan Sinta. Sinta menyingkirkan tangan Nino yang mencoba untuk menyentuhnya. Sinta menatap tajam ke arah Nino.
“Kenapa?” tanya Nino lembut yang membuat Sinta luluh.
“Lapar,” kata Sinta.
“Bukannya kamu habis dari luar? Katanya belanja bulanan,” kata Nino yang menyulutkan amarahnya.
“Pacar kamu tuh mengusik aku. Aku naik pitam dan langsung menamparnya, a
Sinta kesepian sendirian di apartemennya. Sejak tadi Nino pamit untuk mengerjakan proyek game di tempat Gledis. Nino mengajak Sinta ke rumah Gledis tetapi Sinta menolak dengan alasan takut emosional setiap kali melihat Geldis bergelayut manja di lengan Nino. Saat itu Nino hanya tersenyum mendengar alasan kekasihnya.Tik..tik..tikSuara kode pintu apartemen Sinta. Sinta langsung menyunggingkan senyum kemudian bangkit dari sofa menuju pintu apartemen dan berusaha menyambut Nino. Sinta langsung mendekap erat seseorang yang muncul dari balik pintu apartemennya.“Baru ditinggal sebentar saja aku sudah merindukanmu,” kata Sinta.“aku tahu,” suara bariton itu mengejutkan Sinta. Pemilik suara itu bukan Nino melainkan Mario. Sinta juga mulai sadar dengan aroma tubuh Mario. Sinta ingin melepas dekapannya namun Mario makin memeluknya erat. Sinta berusaha mencari rasa yang pernah ada. Mencoba menyelami kerinduan yang kini lenyap. Sinta yakn ba
saat Sinta terbangun ada rasa hampa menyerang hatinya. sesar begitu menyiksa. dan hanya tangis pilu yang terdengar memenuhi ruang apaetemennya. Easanya berbeda. Sinta pernah kehilangan, pernah merasakan sakit namun tidak seperti ini. tik...tik..tik..bunyi kode password apartemen. Sinta tersentak. dengan penuh harapan sinta berlari. berdiri di belakang pintu. sosok lelaki muncul dari balik pintu. tersenyum penuh arti. sinta tertunduk lesu. orang yang diharapkan tidak kunjung muncul. "selamat pagi sayang," kata Mario. dia mendekat. ingin mengecup kening Sinta namun Sinta menghindar.tiba-tiba Sinta merasa lemas. lututnya gemetaran. lalu kakinya tidak mampu menopang tubuhnya. sinta terjatuh ke lantai. dia menangis tergugu. Mario panik dan langsung meraih tubuh Sinta."ada apa?" tanya mario panik. Sinta terus saja menangis, tidak peduli dengan mario.Mario mendekap tubuh Sinta."Tidak apa-apa," kata Mario. "Semua sudah berlalu. Sekarang ada aku disisinu," bisik Mario di telinga Sinta
Sinta menatap tangan Mario yang melayang di udara, berhenti sejenak di dekat pipi Sinta lalu tangam itu berubah membelai lembut wajah Sinta."Kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu," kata Mario membuat Sinta kembali menangis."Kau tahu bahwa aku sangat terluka dengan sikapmu," kata Sinta."Aku minta maaf. aku tidak bermaksud akan menyakiti hatinu, " kata Mario."Kau sudah menyakitiku terlalu dalam," kata Sinta. "Aku minta maaf," kata Mario."Hanya itu yang bisa kamu lakukan?" tanya Sinta.tiba-tiba Mario berlutut. Sinta terkejut. Sinta berusaha untuk membantu Mario untuk berdiri."Jangan lakukan itu," Mario menggeleng. tetap berlutut. Sinta tersentak saat mendengar isak tangis Mario. Sinta tidak tahan. dia mendekap tubuh Mario. "Jangan seperti ini. Jangan jatuhkan harga dirimu," bisik Sinta."Kaulah harga diriku," kata Mario disela tangisnya. Sinta berusaha tenangkan Mario. mengelus lembut punggung Mario hingga Mario merasa tenang. Sinta melepaskan pelukannya. menatap wajah Mario. me
“Mari kita pisah” ucap Mario tepat diacara makan malamnya dengan Sinta untuk memperingati hari jadian mereka yang ke 10 tahun. Sejak kelas satu SMU, Mario jatuh cinta pada Sinta. Gadis biasa yang selalu tersenyum meski sedang dihukum saat ospek dulu. Sinta tetap tersenyum memamerkan lesung pipinya dan menjadi pusat perhatian semua siswa baru yang menhundang rasa jengkel pada semua kakak seniornya. Tidak jarang Sinta kena marah dan hukum hanya karena dia selalu tersenyum,namun hal itu yang membuat Mario jatuh cinta.Mario lelaki tampan, kaya dan cerdas sejak awal dibentuk untuk menjadi pewaris perusahaan kontraktor terbesar di Indonesia. Karena itu sejak SMP Mario sudah terlibat dalam urusan remeh temeh perusahaan tersebut. sama seperti saat Mario masih menjadi siswa baru.Tepat setelah acara ospek selesai, Mario mengaja Sinta untuk makan malam di sebuah restourant mewah yang tepat berhadapan dengan sebuah gedung yang sedang dibangunnya. Gedung tersebut baru
Sudah seminggu Mario tidak menemui Sinta sejak insiden di restourant tersebut. Sinta ingin memberikan waktu pada Mario untuk berfikir. Sinta yakin Mario hanya sedang bosan dengan hubungan mereka.Tetapi Sinta tidak ingin benar-benar dilupakan oleh Mario. Dia tidak ingin menyerah pada hubungan mereka. Karena itu Sinta memutuskan seminggu sekali Sinta akan menemui Mario, sebagai pengobat rindu diantara mereka.Seperti hari ini, Sinta memutuskan untuk menemui Mario di kantornya.“Anda mau kemana?”cegat seorang security saat Sinta memasuki gedung pencakar langit tempat Mario bekerja. Sinta memperlihatkan sebuah kotak makan.“Aku akan membawa makanan Pak Mario,” kata Sinta. Security yang selama ini mengenal Sinta sebagai pembawa makanan untuk Mario mengizinkan Sinta menemui Mario. Semua orang di perusahaan Mario hanya mengenal Sinta sebagai pembawa makanan meski tidak memakai seragam. Dandanan Sinta yang terlihat ndeso lebih dipercaya s
Sinta tidak pernah menyerah dengan Mario. Sinta akan melakukan segala cara untuk mempertahankan hubungan mereka. Terlalu banyak hal yang Mario lakukan untuk Sinta dan Sinta tidak ingin menyesal jika hanya melepaskan Mario begitu saja.Dan seperti biasa, Sinta mengawasi Mario dibalik jendela cafe di seberang jalan. Hujan turun deras namun tidak membuat Sinta mundur barang selangkah pun. Sinta melap jendela cafe yang sedang berkabut berusaha untuk memperjelas penglihatannya. Sinta tidak ingin kecolongan. Saat Sinta sedang sibuk memperhatikan gedung di seberang jalan, Nino datang dan memilih duduk di hadapan Sinta tanpa harus meminta izin terlebih dahulu.Nino menatap Sinta yang tidak merasakan kehadirannya. Kemudian Nino menata gedung yang sama dengan yang Sinta tatap.“Ada apa?” tanya Nino penasaran.“Apakah perusahaan di seberang jalan akan mengalami kehancuran?” gumam Sinta. Tentu saja Nino terbahak mendengar perkataan Sinta. Dan
Mario duduk bersandar di sofa. Dia memakai kemeja putih bergariskan biru lembut, memakai dasi biru dan kemeja yang senada dengan dasi dan celananya. Dia terlihat keren, saat bertopangkan dagu menatap ke arah Sinta yang baru muncul dari dalam kamarnya. Meski Mario menghujaninya dengan tatapan tajan namun Sinta tetap saja mengirimkan senyum bahagia ke arah Mario. Sinta berlari-lari kecil kemudian duduk di dekat Mario. Ekor mata Mario mengikuti setiap langkah Sinta.“Terima kasih,” ucap Sinta dengan wajah merona.“Syukurlah kau baik-baik saja,” kata Mario kemudian memperbaiki duduknya. Dia menyerahkan sebuah map.“Bacalah,” kata Mario. Sinta meraih map tersebut dan membacanya.SURAT PERJANJIANaku yang bertanda tangan dibawah ini sebagai pihak pertama:Nama : SintaUsia : 25 tahunPekerjaan : Pengangguran.Bersumpah tidak akan menganggu pihak kedua :Nama : Mario
Sebuah lengan kokoh menyusup masuk ke pinggang Sinta yang tertidur pulas. Sinta tiba-tiba membuka matanya saat merasakan betapa kuat lengan itu menarik tubuhnya. Hemburan nafas seorang pria terasa begitu nyata di tengkuknya. Tiba-tiba Sinta merasa begitu murahan sebab tidur bersama dengan lelaki yang baru dikenalnya. Meski itu hanya sekedar tidur tidak lebih dan tidak kurang. Sinta berbalik dan menatap wajah Nino yang tenang. Kali ini Nino tidak memadamkan lampu kamar Sinta. Membuat Sinta tahu siapa yang selama beberapa ini selalu menemani malam-malamnya tanpa keluhan.“Nino?” bisik Sinta. Nino hanya tersenyum tanpa membuka matanya. Sinta sendiri makin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Nino sehingga dekapan Nino semakin erat. Dalam keadaan rapuh seperti ini, Sinta sangat membutuhkan sandaran dan Nino tidak pernah keberatan jika Sinta menjadikannya tempat berlabuh setelah mengarungi kerasnya kehidupan.“Apakah perusahaan terlalu rapuh jika bangkrut hanya k