Share

MEMBUKA LEMBARAN BARU

TOK..TOK..

Nino mengetuk pintu kamar Sinta tetapi Sinta tidak peduli. Dia beranjak dari pintu kamarnya, melangkah ke tempat tidur kemudian telungkup sambil menangis.

Ketukan Nino semakin kasar dan akhirnya menjadi gedoran. Sinta menutup telinganya dengan bantal sambil terus terisak.

“Sin... Buka pintunya,” teriak Nino dari balik pintu kamar. Sinta makin meradang, tubuhnya terguncang dan terus menangis.

“Sin..Sin..Sin..” teriakan panik Nino makin membuat Sinta menangis histeris.

Prak

Nino berhasil mengdobrak pintu kamar Sinta. Sinta tetap tidak peduli dengan perbuatan Nino. Hingga Nino memeluk erat tubuh Sinta meski Sinta terus meronta namun tenaga Nino terlalu kuat hingga berhasil menguasai Sinta, mendudukkannya kemudian membalikkan tubuh Sinta berhadapan dengan Nino. Nino menghapus air mata Sinta, mengecup lembut puncak kepala Sinta, lalu mendekapnya begitu dalam. Sinta menangis dalam pelukan Nino.

“Jangan menyangkal perasaan kamu lagi,” Bisik Nino.

“Aku nggak ingin dianggap murahan. Tidak butuh waktu lama untuk menghapus cinta selama sepuluh tahun terakhir akujalani,” kata Sinta.

“Nggak kok, kamu itu terlalu berharga,” kata Nino kemudian melerai pelukan mereka. Nino mendekatkan bibirnya ke bibir Sinta namun dengan sigap Sinta menutupnya. Nino tertawa.

“Kenapa lagi?” tanya Nino.

“ludahku bercampur air mata. Rasanya asin,” jawab Sinta. Nino terbahak kemudian mengelus lembut rambut Sinta.

“Ya udah.. sekarang kamu siap-siap,” perintah Nino.

“Untuk apa?”

“Kencan,” kata Nino senang. Nino mendekatkan wajahnya ke wajah Sinta, lalu mengecup dahi Sinta.

“Aku tuh sayang banget sama kamu,” bisik Nino. Sinta hanya terdiam.

“Aku bakalan nunggu kamu siap mengatakan cinta sama aku,” lanjut Nino.

“Maaf,” lirih Sinta.

“Nggak usah minta maaf.. kamukan nggak salah. Udah ya.. nanti kita terlambat kencannya,” kata Nino kemudian menarik kedua pergelangan tangan Sinta agar bisa bangkit dari tempat tidur, menuntun Sinta sampai ke kamar mandi dan menyuruhnya mandi sedangkan Nino sendiri bersiap dengan rencananya.

****$$$****

Sinta terbelalak. Dia harus terima kalau dia menjalin hubungan dengan seorang remaja. Harus beradaptasi dengan dunia remaja yang sudah lama dia lupakan. Sinta mengendus kesal namun Nino tampak cuek menggandeng tangan Sinta memasuki warung internet. Nino memesan satu kamar untuk main game. Nino tersenyum melihat wajah Sinta yang cemberut. Nino menarik paksa tubuh Sinta untuk mengikutinya.

“Lo bakalan suka,” kata Nino.

Sengaja Nino meminta Sinta duduk di depannya. Memeluk Sinta dari belakang kemudian memainkan game di layar komputer. Awalnya Sinta cuek saja namun saat Nino mulai mengajarinya, Sinta jadi senang bahkan begitu menikmatinya, teriakan seru memenuhi kamar yang mereka pesan. Sinta benar-benar bahagia.

“Apaan itu?” tanya Sinta penasaran saat Nino mentransfer income di gamenya ke dalam rekeningnya.

“Untuk sementara aku hanya bisa beri makan kamu dari hasil game. Tapi aku janji bakalan jadi laki-laki bertanggung jawab. Bakalan menjadi seorang ceo dari perusahaan game ternama. Tunggu aku sukses ya,” bisik Nino membuat Sinta terbuai.

“Aku bakal bahagiain kamu,” kata Nino yakinkan Sinta. Sinta mengangguk setuju.

“Asyikkan kencan sambil nyari duit?” Bisik Nino di tengkuk Sinta. Sinta merinding namun berusaha untuk menyembunyikannya dari Nino. Sinta hanya mengangguk meski tidak begitu paham dengan kata-kata Nino.

“Kita mau kemana?” tanya Nino membuat Sinta bingung.

“Maksudnya?” tanya Sinta.

“Kamukan sudah ikutin gaya pacaran remaja. Mau beradaptasi dengan duniaku, sekarang kamu mau kemana? Kita pacaran gaya dewasa saja,” kata Nino.

“Nggak usah.. jangan dibuat ribet. Kita jalani aja seperti yang kamu inginkan,” kata Sinta. Nino terbelalak kemudian mengecup sekilas bibir Sinta membuat Sinta merungut.

“Kamu gila? Kalau ada yang liat gimana? Kita dipikirnya buat mesum disini,” Bentak Sinta.

“Ide bagus tuh. Kalau di kamar apartemen terlalu biasa. Nggak ada tantangannya, kalau disinikan hati berdebar-debar, gimana kalau digrebek hansip atau jadi tontonan para pengguna warnet lainnya,” canda Nino yang langsung dihujani dengan pukulan oleh Sinta.

“ampu..ampuan..ampuan,” teriak Nino kesakitan sambil menggosok bagian tubuhnya yang kena pukulan membabi buta.

“Kalau kamu terus godain aku.. aku jamin kamu nggak bakalan ketemu aku lagi,” ancam Sinta. Riak wajah Nino berubah sendu dan langsung memeluk Sinta erat.

“Jangan pernah ucapkan kata-kata itu meski kamu sedang bercanda sekalipun,” bisik Nino dengan bibir bergetar. Ada rasa aneh yang menjalar di hati Sinta. Untuk pertama kalinya Sinta merasa seseorang sangat mencintainya. Selama sepuluh tahun bersama Mario, Sinta tidak pernah merasa bahwa Mario tidak bisa hidup tanpanya, malah Sinta yang merasa tergantung pada Mario. Nino menangis meski tanpa suara dan Sinta bisa rasakan air mata Nino yang menetes di bahunya. Pelukan Nino semakin erat, Nino berusaha menahan rasa sakitnya dengan bernafas lewat mulut yang membuat Sinta dapat merasakan sakit yang Nino rasakan.

“Aku tidak mengenalmu. Tidak tahu alasan tangismu, tidak tahu lukamu,” batin Sinta.

***$$$$****

Sinta membatalkan kencan hari ini sebab suasana hati Nino yang tiba-tiba lebay. Dan disinilah mereka. Sinta mendekap Nino yang ditidur di lengan Sinta. Meski Sinta merasa aneh dan harusnya lengan Nino yang menjadi bantal Sinta, namun Sinta tetap mengelus lembut rambut Nino, berusaha membuat Nino senyaman mungkin bersamanya.

“No...” tegur Sinta.

“Hmmm” jawab Nino sambil memejamkan matanya dalam dekapan Sinta.

“Kamu kenapa sih? Masa candaan aku sampai segitunya?” tanya Sinta.

“Aku tuh sayang banget sama kamu. Aku nggak bisa tanpa kamu, aku takut kehilangan kamu,” kata Nino masih tetap dengan mata terpejam.

“emang iya?” tanya Sinta. Nino melerai pelukan Sinta lalu duduk menghadap Sinta yang masih terbaring terlentang menatap Nino.

“Kamu nggak percaya?” tanya Nino jengkel.

“Iya.. kali No.. Kitakan baru kenal. Soal cinta juga mungkin baru setengah jalan. Dan sekarang kamu nangis karena ketakutan yang tidak jelas,” kata Sinta dengan tatapan yang berusaha menerobos masuk ke dalam hati Nino.

“Kamu nggak pernah merasakan cinta yang sebenarnya, makanya santai gitu,” kata Nino cemberut.

“Ya udah.. kita lupakan itu semua ya,” bujuk Sinta. Nino mengangguk kemudian kembali berbaring di samping Sinta.

“No..” panggil Sinta lagi.

“Hmmm” jawab Nino.

“Gimana dengan Melinda?” tanya Sinta penasaran.

“Tuh anak ngejar aku sejak kecil. Melarang semua perempuan dekat-dekat dengan aku, terobsesi sama aku,” jawab Nino santai. “Tapi aku nggak pernah peduli dengan dia, malah aku merasa nyaman sebab tidak satupun perempuan yang berani mendekat dan menggodaku,” lanjut Nino.

“Kenapa kamu menyukaiku?” tanya Sinta penasaran.

“Aku juga tidak tahu. Hanya saja aku merasakan hatiku berdebar saat melihatmu, aku terluka saat kau menangis dan aku selalu ingin bersamamu,” kata Nino dengan wajah serius.

“Gombal,” kata Sinta.

“Kamu ya.. kalau dibilangin nggak percayaan,” kata Nino kemudian menatap jail ke arah Sinta. Sinta berusaha untuk mengalihkan pandangannya, tetapi Nino meraih wajah Sinta dan memaksanya untuk menatapnya. Nino mendekatkan bibirnya ke bibir Sinta. Sinta ingin menutupnya dengan kedua tangannya namun Nino dengan sigap menangkap tangannya kemudian melumat bibir Sinta dengan lembut. Sinta membalas ciuman Nino membuat mereka semakin bersemangat dan bernafsu.

***$$$$***

Sinta terbangun dari tidurnya dengan tubuh lemah, seluruh bagian tubuhnya terasa sakit. Sinta meraba tempat tidur Nino namun Nino tidak ada disana, yang Sinta temukan hanya bercak darah. Sinta meringis ada rasa perih menyusup dalam hatinya. Nino mungkin lebih brengsek dari Mario. Buktinya Nino berhasil merenggut sesuatu yang berusaha untuk Mario dan Sinta jaga. Sinta menangis histeris. Selaput darah yang sangat tipis itu berhasil Nino robek dan Sinta merasa sangat bodoh telah menyerahkan dirinya pada lelaki yang tidak mampu bertanggung jawab pada Sinta, jangankan pada Sinta, bahkan pada diri Nino saja, Nino belum mampu untuk bertanggung jawab.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status