"Kau keterlaluan!" Mary Aram berbalik meninggalkan dokter Adam Mizeaz."Nona maafkan aku!" dokter Adam Mizeaz menahan tangan Mary Aram."Lepaskan Aku! Tidak ada gunanya permintaan maaf, karena tidak akan memulihkan kesucianku!" Mary Aram menyentakkan tangannya penuh amarah.Namun tangan dokter Adam Mizeaz lebih kuat menggenggam, "Maafkan aku!"Mary Aram menangis memalingkan wajah, menghindari tatapan mata dokter Adam Mizeaz."Aku cinta padamu! Jika kau menderita karena diriku, aku akan membebaskan dirimu dari tangan Amar Mea Malawi," dokter Adam Mizeaz menatap mata Mary Aram dengan sungguh-sungguh.Mary Aram hanya tertawa sinis, mendengar ucapan dokter Adam Mizeaz. "Keterlaluan!" Ujarnya geram.Aku cinta padamu! Jika kau tidak bahagia bersama Amar Mea Malawi, aku membantumu lepas dari pria itu. Dan aku segera menikahimu!" Adam Mizeaz mengulang perkataannya, ia membungkuk memberi hormat pada Mary Aram."Kau anggap apa aku ini?" Kemarahan Mary Aram sangat menyesakkan. Ia bertambah gusar,
"Menurut kabar, Abee Bong Moja berada di Cina daratan," pemuda itu menunjukkan surat kabar berbahasa Cina.Di sana ada berita tentang Abee Bong Moja sedang berjabat tangan dalam suatu acara. Mary Aram tidak mengerti bahasa Cina, ia tidak tahu berita tentang apakah itu?"Terimakasih Kakak!" Mary Aram menerima semua surat yang kembali dengan sangat kecewa.Tanpa mencari Amar Mea Malawi suaminya, ia membawa pulang semua surat-surat untuk Abee Bong Moja ke kediaman Mea Malawi menggunakan kereta kuda. Sesampai di kediaman Mea Malawi, Mary Aram mengurung diri di kamar.Hati Mary Aram sangat gundah mendapati surat-suratnya kembali. "Abee Bong Moja, mengapa kau tidak mengabariku jika pindah ke Cina? Apakah Miriam Aram membutakan pikiranmu?" Semangatnya menjadi lenyap, ia hanya berbaring di tempat tidur berusaha mengusir kekecewaan."Istriku, kau marah kepadaku?" Amar Mea Malawi masuk ke dalam kamar, ia langsung menghampiri Mary Aram dan mengecup keningnya. "Ayahmu telah kembali ke Muara Mua,
Pada tengah malam, Amar Mea mendatangi paviliun tempat Mary Aram berada. Paman Sanif lupa, jika Amar Mea Malawi memiliki kunci cadangan. Jadi dengan mudah pria itu mendatangi istrinya.Hembusan napas hangat beraroma wine menguasai hidung Mary Aram. Saat benar-benar sadar, tubuh berat Amar Mea telah menindihnya. Dalam sekejap pria itu telah menguasai diri Mary Aram.Pagutan kasar tepat pada bibir Mary Aram yang luka, membuat Mary Aram berteriak kesakitan. Semakin Mary Aram berteriak kesakitan, semakin pula Amar Mea bersemangat melampiaskan kekesalan.Hasratnya penuh dengan kemarahan, merobek pakaian tidur Mary Aram. Dan menusuk menghujam diri Mary Aram hingga ke dasar sumur. Sangat kasar!Hal itu membuat napas Mary Aram nyaris putus, "Amar Mea kau kasar dan menyakiti aku," desis Mary Aram berusaha melepaskan diri.Semakin Mary Aram memberontak, semakin dalam Amar Mea terbenam dalam sumur. Memagut, mengecup, menggigit! Benar-benar kasar."Keterlaluan! Betapa malang diriku, jatuh ke tang
"Bibi, oleskan obat pada lukanya. Sementara ia harus makan bubur dan buah pepaya. Aku akan melapor ke forum adat," dokter Mizeaz menghela napas panjang, prihatin akan kondisi Mary Aram.Pria itu merasa bersalah atas hal buruk yang menimpa Mary Aram. Paling tidak, penderitaan Mary Aram berawal dari ulahnya. Andaikan ia tidak membawa Mary Aram ke kediaman Mea Malawi, tentunya ia tidak akan tragis di tangan Amar Mea Malawi.Penyesalan Adam Mizeaz, membuat pria itu bertekad diam-diam melindungi Mary aram. Ia melaporkan penemuan Mary Aram pada perangkat adat setempat. Dan memanggil dua wanita Mua Mua Untuk membantu merawat Mary Aram. Masyarakat Mua Mua membantu merahasiakan keberadaan Mary Aram.Tidur seharian menjadikan Mary Aram sedikit lebih baik, “Dimana aku? apakah hanyut sampai ke laut?”“Bagaimana perasaanmu? Apakah jauh lebih baik?” dokter Mizeaz tersenyum menggenggam telapak tangan Mary Aram.“Dimana Aku? Bagaimana aku bisa sampai kemari?” Mary Aram memalingkan wajah menghindari ta
Amar Mea Malawi sangat gusar, ia tidak ingin kehilangan kendali menghajar pelayannya. Dengan kesal ia segera menuju sungai, mengikuti anjuran nona Patrice. Amar Mea tahu sifat setia pelayannya itu, jadi Amar Mea Malawi tidak mempermasalahkannya.Dari arah sungai terdengar suara bambu dipukul bertalu-talu. Tukang kebun menemukan alas kaki serta mantel Mary Aram tersangkut akar pohon di pinggir sungai.Amar Mea Malawi berlari turun ke sungai. Di dalam sungai sudah ada paman Sanif yang sedang menyusuri sungai dengan perahu. Tukang kebun menyerahkan temuannya kepada Amar Mea Malawi."Mary Aram, kau benar-benar kabur dariku?" Amar Mea Malawi mengecup mantel wangi istrinya. Dan alas kaki yang berlumuran darah membuat Amar Mea diam-diam menangis penuh penyesalan.Di klinik apung dokter Mizeaz, Mary Aram merenung dengan keadaan yang menimpa dirinya. Sebelum datang ke St Martin, hidupnya sangat bahagia. Ayahnya selalu tersenyum dan lembut penuh kasih padanya.Abee Bong Moja adalah teman semasa
"Nona Merlyn, tolong siapkan obat sesuai daftar ini," dokter Mizeaz menyodorkan daftar kebutuhan obat kepada apoteker rumah sakit."Baik, dokter Mizeaz. Nanti perawat akan membawa obat pesanan anda ke ruang praktek anda," apoteker rumah sakit tersenyum ramah."Baiklah! Terima kasih banyak!" Dokter Mizeaz membayar obat pesanannya di kasir, kemudian segera kembali ke ruang prakteknya."Dokter Mizeaz membayar pesanan obat?" Miena Aram ingin tahu isi daftar obat pesanan dokter Adam Mizeaz, "Pembalut wanita? Salep organ sensitif? Salep luka, antibiotik, vitamin, obat sesak napas.""Dokter Mizeaz menjalankan misi sosial, dengan membuka praktek pengobatan untuk masyarakat Mua Mua di sungai induk," apoteker sedikit kesal dengan rasa ingin tahu Meina Aram. Dokter perempuan itu selalu ikut campur dengan urusan dokter Mizeaz, bahkan memusuhi rekan kerja wanita dokter Mizeaz."Mengapa ada pembalut wanita serta salep organ intim wanita?" Meina Aram sangat penasaran dan diliputi rasa tidak senang.
"Istrimu wanita Mua Mua, kau tidak memperlakukan istrimu dengan baik. Kau tidak bisa membawa istrimu kembali ke rumahmu!" Ketegasan tetua adat tidak bisa di bantah."Jika kau hendak membawa istrimu pulang, kau harus menyerahkan seluruh mas kawin serta bekal pernikahan dari orang tua kepada perbendaharaan adat sebagai jaminan!" Tetua adat menatap mata Amar Mea Malawi dengan penuh kewibawaan."Sebab istrimu harus memiliki jaminan untuk melangsungkan hidupnya dengan layak!" Tetua adat mendekati Mary Aram. "Turunkan anak perempuan kami! Jangan kembali kemari sebelum kau membawa jaminan kemari.""Baik! Aku akan kembali membawa jaminan," Amar Mea Malawi meletakkan kembali Mary Aram ke atas kursi malas, pria itu segera meninggalkan pondok apung.Menjelang malam Amar Mea Malawi datang bersama Sahu Mea Malawi dan seorang pengacara untuk membayar jaminan serta menandatangani surat perjanjian di hadapan tetua adat dan para tua tua adat suku Mua Mua, untuk membawa pulang Mary Aram.Jaminan itu ber
"Minggir kau pelayan murahan! Sama seperti majikanmu yang murahan itu!" Miriam Aram menampar wajah Nona Patrice.Sejenak mata nona Patrice berkunang-kunang. Menyadari Miriam Aram mendorong pintu kaca kamar majikannya, pelayan setia itu segera berlari naik dan menarik blouse Miriam Aram lalu balas menghajar wajah wanita itu."Bagus Patrice! Kau anak perempuanku yang hebat, Sanif ayahmu pasti bangga kepadamu," terdengar suara tuan besar Sahu Mea Malawi memberi semangat Tuan besar itu duduk dengan berwibawa di samping tempat tidur Mary Aram. "Hajar perempuan tidak beretika ini sampai jera!"Dalam urusan beladiri, nona Patrice didikan langsung dari tuan besar Mea Malawi. Tentu saja dengan mudah membanting Miriam Aram ke lantai."Kau ingin menjadi nyonya muda Mea Malawi? Jangan harap!" Sahu Mea Malawi menunjuk hidung Miriam Aram dengan ujung tongkatnya."Tingkahmu itu tidak sopan berkeliaran di rumah orang lain sambil berteriak-teriak, apa lagi memaki nyonya rumah!" tegur tuan besar Sahu