Share

ALINTA KEJANG-KEJANG?

"Alinta bertahanlah, aku akan memanggil ambulans," ucap Arga. Arga mengeluarkan sebuah ponsel dari saku, Alinta masih terbujur kaku dan kejang, air liurnya keluar dari mulut karena ayan. Ayan atau Epilepsi yang Alinta alami belum berhenti, sehingga Alinta harus dipasang oksigen sambil menunggu ambulans.

"Del, kamu sudah dapat nomor telepon keluarganya Alinta?" tanya Pak Arga. Delia tersenyum, dia menjawab dengan sopan pertanyaan dari bosnya.

"Pak, saya teman baik mbak Alinta saja. Sampai detik ini tidak diberitahu bahwa mbak Alinta punya nomor ponsel keluarganya. Hanya bercerita kakak kandungnya memiliki penyakit ayan dan dia cerai sama suaminya."

"Alin, kamu bertahan. ambulans sebentar lagi sampai."

Arga memakaikan oksigen dengan perlahan, dia mengelap liur di mulut Alinta yang keluar. Arga rasanya ingin menikah dengan Alinta, dia memilih calon yang tepat. Dilihat dari cara kerja Alinta, pegawai perempuan Arga yang sakit ini jarang mengeluh ketika sakit.

"Pak Arga, saya tidak apa-apa. Kemarin dan kemarinnya lagi saya seperti ini," ucap Alin terbata-bata. Namun tubuh Alin mengalami kaku karena kejang, mata masih terbuka, otot lengan dan kaki berkedut tidak bisa dikendalikan, dan Alin mengompol.

"Pak Arga, biar saya yang merawat Mbak Alinta. Pak Arga kerja dahulu."

Delia yang sedang merawat Alinta dan menunggu ambulans, mengeluarkan minyak angin. Minyak angin itu kemudian dia tuangkan ke tangan dan Delia mengelus perut Alinta yang bengkak. Alinta masih kejang-kejang meski diberi minyak angin. Beberapa menit kemudian, Alinta tersadar.

"Del, maaf aku merepotkan kamu. Kamu jangan beri tahu kakakku kalau penyakit aku kambuh. Kasihan dia nanti penyakit epilepsinya kambuh juga."

"Mbak Alinta masih sakit?" tanya Delia. Alinta mengangguk.

"Masih Del, perutku seperti ditusuk dan aku susah bernapas. Dadaku juga sesak."

Pak Arga masuk membawakan kursi roda, petugas medis membantu Alinta dan mengantar ke ambulans. Namun Alinta tiba-tiba kejang, bahkan mulut Alinta kembali mengunyah, nafasnya tersengal-sengal. Ayan yang diderita Alinta tidak kunjung sembuh. Petugas medis terpaksa menaruh Alinta ke tandu dan memasangkan kabel untuk pendeteksi jantung dan aliran listrik di otak.

"Kondisi ibu ini menurun, apakah diberi obat epilepsi?" tanya salah seorang staf.

"Del, saya ikut ke rumah sakit. Kalau ada orang yang ingin bertemu, bilang saya ada urusan mendadak."

Pak Arga ikut mobil ambulans. dia melihat Alinta masih belum sadar dari penyakit ayan.

"Alin, kamu harus kuat. Kamu pasti kuat, jangan kalah dengan penyakitmu."

Tuhan, jangan buat calon istriku seperti ini. Aku tidak sanggup melihat dia menderita, ucap pak Arga. Pak Arga merasa sesak, melihat Alinta yang masih belum berhenti kejang karena ayan. Bagi Arga, Alinta itu wanita idamannya meski cacat namun hatinya baik. dia rela merawat Alinta asalkan Alinta tidak kesakitan seperti saat ini.

Alinta akhirnya berhenti dari kejang, dia membuka mata.

"Pak Arga, makasih sudah mau menemani saya kerumah sakit. Saya merasa bersalah dan banyak utang ke pak Arga."

Arga memegang tangan Alinta.

"Alinta, waktu kamu diceraikan sama suami kamu. Bukankah saya sudah bilang, saya akan merawatmu dan meminang kamu,"uca Arga pelan.

"Saya juga terima kasih, sudah merahasiakan penyakit ayan saya. Saya tidak mau Delia sedih, karena selama kerja dengan Pak Arga. Pak Arga selalu ada saat saya sakit maupun sehat."

"Alin, aku tahu kamu kerja keras untuk membiayai yayasan yang kamu punya. Tetapi, kamu harus jaga diri kamu."

Arga memijat kaki Alinta, dia begitu pengertian terhadap stafnya.

Ketika pekerjaan membuat Arga menjadi simpati dan suka terhadap Alinta, namun takdir membuat Arga menangis karena melihat wanita yang dicintai harus menanggung beban hidup di saat kesehatan Alinta sedang menurun. Arga yang melihat Alinta dipasang alat medis dan tidur dengan menahan rasa sakit seperti seakan-akan Alinta yang didepannya itu bagaikan mesin. Dada Arga begitu sesak, orang yang dipercayai dan dicintai menahan sakit sejak cerai dari suaminya.

"Pak Arga, maaf buat kamu merawat ku. Selama ini aku selalu minta tolong dan sekarang kamu merawat diriku. Aku sudah biasa seperti ini," ucap Alinta dengan terbata-bata.

Perjalanan menuju rumah sakit masih lama, Arga memijat kaki Alinta dengan perlahan-lahan. Arga mengingat kenangan saat Alinta pertama kali masuk kerja.

"Ayo, kita kumpul. Saya akan memperkenalkan pengganti bu Firsa. Ini adalah Alinta, dia mulai sekarang bekerja di perusahaan kita mengurus keuangan kantor," ucap Arga. Sebagai wanita karier Alinta kerja keras dan disiplin dia tidak pernah sering telat datang, bahkan tugas kantor dikerjakan dengan cepat dan tidak ada satu data yang salah.

Sekarang, Alinta tidak bisa kerja seperti dahulu bahkan kelelahan sedikit tubuhnya suka kejang-kejang.

"Alinta, kamu tidak apa-apa?" tanya Arga. Saat Arga sedang melamun, Alinta tiba-tiba penyakit ayannya kambuh. Tubuh Alinta mengejang, Arga yang melihatnya meneteskan ari mata karena orang yang dicintai kambuh penyakitnya. "Alinta, kamu harus kuat. Aku akan membahagiakan kamu, kumohon bertahanlah dan harus sembuh untuk meraih cita-cita kamu."

Staf medis memeriksa Alinta, namun Alinta berhenti bernapas. Staf medis memberikan defibulator untuk memompa jantung Alinta. Alinta kemudian disetrum supaya jantungnya kembali berdetak dan Alinta bangun. Mobil ambulans sudah sampai di rumah sakit.

Alinta diturunkan dan dibawa ke rumah sakit menuju ICU untuk diobati.

Alinta, kamu jangan kalah dengan penyakit. Kamu harus kuat saat penyakit kamu kambuh, ucap Arga dalam hati. Saat Arga mengantar Alinta, mendapat sebuah telepon dari kantor.

"Halo, iya Delia ada apa?" tanya Arga.

"Delia, bisa minta tolong kamu sediakan berkas saya. Atau kirimkan ke email berkas yang sudah simpan di flash disk. Alinta masih belum sadar. Saya akan menjadi walinya, karena saya belum dapat nomor telepon dari kakak ataupun keluarga dekatnya."

Telepon akhirnya dimatikan, Arga kemudian menuju ke ruang ICU. dia lalu bbertemu dengan dokter.

"Dok, bagaimana kondisi karyawan saya. Saya yang akan jadi walinya."

"Pak, mari bicara ke ruang saya. Saya akan jelaskan kesehatan karyawan bapak."

Arga mengikuti dokter dan masuk ke poli penyakit Epilepsi atau ayan.

"Pak, kemungkinan karyawan bapak akan mengalami kelumpuhan. Untuk penyakit tumor, nanti rekan saya yang akan jelaskan ke bapak," lanjut dokter. Arga hanya bisa menahan sesak, cincin tunangan sudah dia siapkan tetapi Alinta masih belum sembuh dan setiap saat dia harus terapi jalan.

Arga berjalan menuju ICU, saat di ruang dia masuk dan memakai baju APD lengkap. dia masuk namun air matanya tidak bisa ditahan.

"Alinta, maafkan aku belum bisa membahagiakan kamu. Aku mohon setelah kamu sembuh, izinkan aku melamar kamu."

Arga kemudian mendekati Alinta dan memegang tangan Alinta.

"Aku akan membiayai rumah yayasan yang kamu punya. Dan aku akan merawat kamu ketika kamu membutuhkan pertolongan. Aku akan menjadi suami kamu, saat kamu perlu bantuan aku tidak akan meninggalkan kamu. Saat kamu bahagia pun aku akan menjadi pendamping hidup untukmu."

Suasana di rumah sakit, khususnya di kamar ICU menjadi sedu. Arga menangis, dia masih memegang tangan Alinta yang lemah dan berharap Alinta segera bangun.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status