Arga masih di ruang ICU, ia masih belum bergerak sedikit bahkan makan makanan ringan untuk makan siang pun tidak diperdulikan.
Arga merasa bersalah dengan Alinta karena dirinya menyetujui pernikahan dengan wanita yang ia cintai, namun belum tercatat oleh negara. Arga kebingungan waktu di hotel dekat Ancol karena saat itu mereka berdua sedang kerja. Kejadian Alinta meminta kawin lari karena tidak ingin membuat kakak kandungnya sedih memikirkan nasip Alinta yang menyusahkan Arga."Pak Arga, karyawan bapak yang di kamar 213 kejang-kejang." Salah seorang staf memberi tahu lelaki yang sedang duduk di kursi dengan memegang kepala, memikirkan untuk mendapat restu dari Kakak kandung Alinta supaya menyetujui perceraiannya. Lelaki itu juga tidak bisa melacak nama kakak Alinta, wanita yang dia cintai dan sudah dianggap kekasih meskipun pernikahan belum berjalan.Arga langsung berlari saat pembersih hotel memberi tahu dirinya yang sedang makan di restoran. Jarak antara restoran dan ruang kamar sangat jauh. Saat Arga menaiki lift, perasaan Arga tidak tenang. Kekasihnya terbaring sendirian dan ia belum sampai di kamar hotel.Saat sampai di kamar hotel ada cleaning service B yang menjaga Alinta. Arga berlari dan medekati Alinta yang kejang-kejang. Alinta gelisah dan kejang-kejang, ia sampai sulit bernapas. Pupil matanya tidak terlihat dan matanya putih semua."Kak, tolong bawakan oksigen yang di dekat lemari,"ucap Arga. Ia menangis dan air matanya menetes ke pipi AlintaAlinta masih kejang-kejang, Arga melihat tubuh Alinta membiru dan saat itu ia menelepon tante kandung Arga."Halo, tante di mana? Tolong pacarku tante, aku di dekat ancol. Hotel bintang 5. Tante kan dokter penyakit syaraf." Tante Alinta menjawab."Tante juga di Ancol, sabar Arga. Kamu di ruang mana?""Ruang 213, tante."Ada seorang mengetuk pintu."Tante, tolongin pacarku. Dia kesakitan." Arga yang melihat tante datang langsung memeluk tante kandungnya."Arga, tante boleh bilang tidak sama kamu sebentar.""Ada apa tante?""Pacarmu adalah anak teman tante. Teman tante dipaksa menikahi kakak angkatnya. Nah keluarga angkat teman tante itu memiliki anak angkat yang sakit Ayan dan kaku juga. Entahlah, mereka menemukan ke dua angkat dari mana, sampai di suruh memiliki bayi tabung. Tante udah bilang kemungkinan ke dua anak angkat anda akan memiliki anak kembar yang difabel.""Teman tante tidak bisa menolak," ucap Arga kesal."Mereka kalau menolak aset harta akan dirampas dan mereka akan tinggal di panti asuhan,"ucap tante. "Saat setelah mereka punya anak setelah menikah, dan anaknya juga difabel yang kembar, mereka di suruh ke panti difabel. Aset rumah mereka diambil semua, saat mereka masih belum parah disuruh mengemis. Apa itu bukan namanya nafsu harta."Tante kandung Arga sambil memberi obat Ke Alinta. Saat berbicara dengan Arga."Tega benar orang tua angkat mereka,"ucap Arga."Tante dan suami tante yang bekerja sebagai dokter angkat mengasuh anak kembarnya dan ke dua teman tante,"ucap Auranti. Auranti tante kandung Arga teringat ucapan orang tua Alinta."Auranti, mungkin hari ini kamu kembali bertemu denganku dan suamiku. Aku mengidap lemah jantung juga dan suamiku juga. Aku merahasiakan dari orang tua angkatku untuk menutupi kelemahan kami yang bertambah, demi melindungi aset rumah kami."Jam 7 malam Auranti mengganti baju temannya, suami Auranti juga menggantikan baju pasien sekaligus suami temanya Auranti yang bernama Sergio."Sergio, kamu harus kuat ya."Saat itu Sergio dan Lira bersamaan kejang-kejang dan mengalami serangan jantung setelah ganti baju. Dan menghembuskan nafas terakhir. Detik-detik terakhir Sergio dan Lira sebelum meninggal sempat sesak nafas karena penyakit kejang-kejang yang ke dua dan tanpa oksigen di hidung, itu permintaan Lira dan Sergio. Sergio dan Lira sudah lelah, ia tidak ingin hidup dengan alat medis. Saat Jam 10 pagi mereka melepas oksigen dan infus, Saat itu mereka berdua kembali sehat dilepas alat medis. Namun, jam 7 malam mereka mengalami kejang-kejang ke dua kali dan mereka meninggal hingga maut memisahkan mereka.Auranti yang akhirnya dipertemukan dengan Alinta bisa bernapas lega. Saat usia 7 tahun Alinta dan kembarannya yang sama-sama sakit masih dirawat Auranti dan sang suami. Setelah usia mereka 10 tahun, orang tua angkat ibu kandung Alinta dan saudara kembarnya membawa paksa saat itu. Auranti diancam jika tidak mengijinkan Alinta dan kembarannya dibawa maka nyawa Auranti, Alinta, suami Auranti dan saudara kandung Alinta dalam bahaya. Alinta yang berusia 10 tahun pasrah."Tante, aku tidak ingin tante dan om dalam bahaya. Biarkan aku dan kembaranku diasuh,"ucap Alinta sangat polos. Mereka berdua akhirnya berpisah dengan Auranti. Alinta dan kembarannya dibawa saat lagi duduk di kursi roda disuapin bubur."Alinta, masih kenal sama tante." Auranti memasangkan oksigen dan mengganti baju serta memasangkan popok. Auranti melihat Alinta yang menggigil kejang-kejang dengan ke dua tangan yang mengepal di atas perut sambil menahan sakit, tiba-tiba air mata Auranti menetes. Apa lagi kondisi perut Alinta membengkak.Beberapa jam kemudian Alinta sadar, saat Arga mengenang masa lalunya. Lalu kemudian ia menikah ulang dan pernikahan mereka sudah dicatat di dukcapil.3 Jam sebelum Alinta sadar, Arga menerima telepon dari tantenya."Arga, tante udah menemukan kembarannya. Kembarannya ada di ruang ICU yang satunya. Tante bicara pelan-pelan untuk menyuruh suadaranya merestui Alinta biar diurus dengan kamu, ia kemudian siuman dari koma. Dokter bilang keajaiban berpihak ke saudara kembar Alinta."Penyesalan Arga masih belum hilang. Karena Alinta masih belum normal.5 jam saat Auranti ke ruang pasien penyakit epilepsi yang koma."Oh, nak kamu rupanya di sini."Namun, saudara kembar Alinta mengalami kritis dan kejang-kejang Ayannya parah. Kakak kandung Alinta mengalami sesak nafas, jantungnya melemah lagi, Auranti saat itu memanggil rekannya dan sambil menunggu rekannya datang. Beberapa menit kemudian rekannya datang dan membantu Auranti, kemudian kakak kandung Alinta normal kembali kesehatannya. Namun, masih dalam keadaan koma."Mas Arga, terima kasih telah membantu aku dan saudara kembarku,"ucap Alinta yang terbata-bata. Arga mengecup Alinta, namun. "Mas Arga perutku sakit lagi,"lanjut Alinta sambil mengelus perutnya yang bengkak. Namun Alinta kaku dan mengejang, suster yang di dekat Arga menyuruh Arga untuk ke menjauh dulu. Suster memasang inkubator di mulut Stevi dan yang satunya menyedot air liur Alinta. Alinta koma sebentar, lalu berhasil sembuh dari koma."Alinta kamu syukurlah. Sudah sembuh.""Mas, lindungi Alinta ya."Saat berusia 12 tahun Alinta disuruh mengasuh tetangga nenek angkatnya. mengasuh bayi dari bu Kia. Saat memegang bayi, tiba-tiba Alinta mengalami lemah jantung dan bersamaan dengan Ayan. Alinta ingat jelas bu Kia yang mau merawat Kia dan mengasuh sebagai anak kandungnya sendiri dipaksa oleh nenek angkat. Saat itu Alinta ditarik dan dibawa ke rumah, dalam keadaan belum sadar benar masih pusing, Alinta di siram air dingin kemudian kejang-kejang Alinta kambuh. Lalu bu Kia melaporkan dan menangkap nenek angkat Alinta. Kemudian Alinta diurus oleh yayasan difabel bersama kakak kandungnya."Iya, Alinta sayang." Arga mengecup Alinta.Sudah dua bulan, Alinta kehilangan semangat untuk jalan. Dia di diagnosis tidak bisa jalan, Auranti sudah di Jakarta, dia yang mendapat informasi dari Arga tiba-tiba meneteskan air mata dan lemas. Auranti berada jauh, dia tidak mungkin pergi ke Jepang.“Arga, apakah tidak bisa disembuhkan Alinta?” tanya Auranti di telepon. Arga yang memegang telepon, hanya bisa menangis dan tidak bisa berbicara lagi. “Tante, aku sedih sekali. Aku harus apa saat seperti ini?” tanya balik Arga dengan suara gemetar.Amanah dari sahabat Auranti berat sekali, Auranti tidak tega melihat Alinta setiap hari sakit. Arga yang menelepon Auranti, menahan tangis untuk membuat Alinta kuat.“Kamu harus tabah, Alinta tidak mau kamu seperti anak yang kehilangan ibunya.”Alinta mengalami edema di paru-paru karena penyakit keras. Penyakit Alinta sudah tidak bisa disembuhkan dan dia harus menerima keadaan. Alinta harus di kursi roda, karena mengalami kerapuhan di bagian tulang belakang.Indra penglihatan Alinta juga sud
Arga membaca pesan di emailnya—undangan makan malam di rumah klien, seorang investor yang telah menanamkan saham.Sementara itu, kondisi Alinta sudah mulai membaik. Selama dua hari terakhir, dia masih terbaring sakit.Namun, hari ini ada kemajuan—epilepsi yang dideritanya tidak kambuh. Meski begitu, Alinta memilih untuk tidak ikut. Dia khawatir akan merepotkan Arga saat bertamu ke rumah klien."Pak Arga, kenapa istri Anda tidak ikut?" tanya seorang teman.Arga menoleh dan mendapati seorang dosen sastra dari Indonesia yang dikenalnya. Dengan ramah, dia menghampiri dan menjabat tangan pria itu. Senyum Arga mengembang di tengah suasana jamuan."Istri saya baru saja sembuh dari sakit. Dia memilih untuk tidak ikut karena khawatir merepotkan saya," ujar Arga."Wah, Anda memang suami yang setia dan perhatian," kata lelaki itu dengan senyum.Lelaki yang bersama Arga itu adalah Setiawan. Dia selalu mendampingi Arga sejak awal, terutama saat Arga membuka cabang kantor di Jepang. Bahkan, undanga
Lutut Alinta masih kaku, karena kejang-kejang. Auranti mengobati Alinta, ini hari ke tiga Alinta kejang dan harus disuntikkan obat. Arga berniat mengajak Alinta rekreasi ke taman sakura, pariwisata di Jepang sungguh berbagai macam. Arga dan Alinta sudah imigrasi lama sekali demi membuat hidup baru.“Tante sudah mendapatkan tiket pesawat untuk pulang?” tanya Arga. Auranti menggeleng, dia masih sibuk memeriksa denyut nadi Alinta karena belum stabil. Bagaimana bisa Auranti tenang, sementara Alinta masih belum berhenti kejang-kejang. Penyakit Alinta sebelumnya tidak parah, sekarang Alinta tidak bisa berhenti.Auranti sudah mengelola keuangan, jadi dia tinggal ambil di bank. Dia sudah mendaftarkan bank yang terletak di Jepang. Dosis obat yang diberikan Alinta tidak ada perubahan, Auranti harus segera membeli obat di apotek. Kepala Arga pusing, memikirkan polemik yang terjadi. Di media masa, dia dituduh membawa kabur Alinta, tulisan yang ditulis tidak sesuai dengan fakta. Arga tahu, pelak
“Alinta, aku akan pergi memancing. Karena hari ini, aku akan memasakkan makanan sehat buat kamu,” ucap Arga. Dia melihat Alinta di kamar, sambil duduk Arga kemudian memijit tangan istri yang dia cintai.“Mas ... tidak ... kerja ... masih ada tante ...,” ucap Alinta. Dia berkata tidak jelas, Auranti berjalan ke kamar Arga dan menemui ke dua keponakan yang dia cintai. “Hari ini, kamu dan tante di rumah. Karena tiket belum bisa tante dapat, mungkin masih lama.”Kehidupan nenek angkat Alinta semakin kacau balau, ketika dia mendapat surat dari kantor pajak. Arga yang mengetahui berita tersebut, berniat memancing karena dia telah berhasil membuat nenek tua itu menderita dan merasakan pahitnya hidup.Setelah pergi ke sungai dan laut, Arga ingin menghias rumah dengan pernak pernik. Lalu memasak makanan sehat yang di dapat dari sungai dan laut, supaya Alinta bisa makan dengan puas. Belakangan Alinta selalu tidak mau makan, Arga sampai menangis dan dia konsul ke tante Auranti.Auranti menyaran
Di apartemen, Arga sedang menyuapi Alinta bubur. Bubur itu dimasukkan ke slang yang terpasang dari trakea, karena tidak bisa menggerakkan bibir dan mulut akibat saraf yang sudah rusak. Wanita yang sedang duduk di kursi roda, perlahan-lahan menggerakkan tangan. Dia seperti ingin bergerak, namun raganya seperti terkunci karena penyakit saraf di otak yang membuat dia lumpuh.“Arga, tante sudah mendapat kabar. Yang mencelakai Alinta, seorang wanita yang muda.” Wanita muda yang memegang telepon genggam, berusaha mengepalkan tangan untuk mengendalikan amarah. Dia tidak bisa menunjukkan sifat brutal pada keponakan laki-laki, Auranti memang tidak bisa mengendalikan emosi tetapi dia berusaha membuat Arga dan Alinta menikmati ketenangan di apartemen. Empat hari, Alinta di rumah sakit. Saat Arga dan Auranti ke rumah sakit.“Alinta, kepokanakan tante. Kamu harus bisa mengedipkan mata, jangan mau kalah dengan penyakit.” Arga baru menyadari, bahwa wanita yang merawat Alinta di apartemen begitu k
Arga mendusin dari kasur, mengambil beberapa pakaian untuk diganti. Alinta yang di kasur, kini masih tidak sadarkan diri dan tidak mampu memberi reaksi terhadap suatu rangsangan dan terbaring di rumah sakit. Saat Arga mau membuat jasmani kembali segar, terdengar sebuah ketukan pintu dari apartemen.Arga melangkahkan kaki, sehingga terdengar suara sandal di apartemen. Dia menuju pintu yang terdapat gantungan kunci. Waktu di buka, dia melihat seorang wanita yang Arga kenal dan disayangi di depan pintu.“Tante, aku menghubungi setiap detik tetapi tidak ada jawaban. Sampai aku terpaksa pulang, karena melihat Alinta yang masih belum bangun.”“Arga, maaf karena ibadah sangat lama. Tante harus mematikan ponsel, ini tante bawakan oleh-oleh untuk kamu. Mungkin dengan memakan kurma yang masih hijau, kamu akan tenang. Bisa juga sebagai herbal untuk Alinta.”Kultur di Kota Jepang membuat Alinta tersenyum, saat pertama kali datang ke Jepang di Bandara udara di Ota. Dia sangat memperhatikan dengan
Arga mengetahui siapa dalang sebenarnya, sehingga Alinta kembali mengalami koma. Penyakit Alinta yang sudah membaik, kini kambuh dan bahkan penyebabnya adalah makanan. Mereka berdua sudah pindah, namun seseorang berani mengganggu rumah tangga yang sudah harmonis. Kepala Arga sudah pusing, memikirkan beberapa proyek yang belum selesai.“Apakah efek dari kokaina, aku jadi setiap hari melantur?” tanya lelaki yang sedang terbaring lemah. Lelaki itu hanya bisa bicara terputus-putus, karena pengucapannya mulai berkurang akibat sakit saraf yang dialami sejak lahir. Saat lahir kesehatannya baik-baik saja, namun kini dia seperti diikat dan tidak bisa bergerak. Harkat seorang CEO batik menjadi turun, akibat ditipu oleh mantan suami Alinta. Kini Alinta sudah menikah dengan CEO yang baik hati, dia adalah kenalan dari kakak kandungnya. Kakak kandung Alinta yang sakit pernah bertemu dengan kenalan ibu kandungnya. Suami Alinta yang ke dua, perhatian bahkan dia menyewa detektif dan membayar pengacar
Auranti berputar mengelilingi Ka’bah, sambil mengucapkan doa saat mengelilingi Ka’bah dalam hati wanita yang berpakaian ihram itu berkata. Sang Pencipta, tolong beri keringanan untuk Alinta dan kakak kandungnya. Wanita yang berpakaian ihram itu tidak bisa menahan air mata. Saat berputar mengelilingi Ka’bah, terasa semangat ingin berdoa dan mengucap Syukur karena telah berhasil menolong beberapa nyawa berkat izin Sang Penyelamat. Dia tidak menggadaikan perhiasannya, melainkan menjual dan memperoleh hasil yang cukup untuk membelikan obat-obatan keponakan angkatnya. “Maaf, istri Anda dalam masa kritis. Dia masih kejang-kejang dan kaku. Sebaiknya Anda tunggu di luar tuan,” ucap dokter jaga. Wanita itu hanya bisa menahan pusing yang dialami karena gangguan saraf otak.Arga sudah menghubungi bibinya. Namun belum juga dibalas, dia berharap bibinya menjawab pesan yang dikirim.Klien dari perusahaan besar untungnya sudah memilih hari dan tanggal yang kosong. Arga juga bisa tenang, meski dia
Seorang wanita sedang berjalan memakai walker. Suster memegang tangan wanita itu dengan hati-hati namun terjatuh.“Nona, kalau tidak kuat kita istirahat saja.”“Aku tidak boleh istirahat sus, besok aku akan ikut pertunjukkan museum.”Alinta berjalan perlahan-lahan, dengan kakinya yang mengecil karena penyakit kelemahan otot di bagian pinggul dan lengan. Penyakit ini adalah penyakit langka, wanita yang sedang terapi berputar melawan arah tidak mau istirahat.Dia tidak berkedip sekalipun, Alinta pantang menyerah. Kesembuhan adalah nomor satu, buat dia yang paling berharga adalah suami yang tulus merawat dia. Suami barunya, kemarin pagi dan siang bercerita saat mereka belum sah menjadi suami istri.“Masih lama ya sus, belum ada yang menginformasikan kapan saya bisa operasi jantung.”“Kami sedang mencari pendonor jantung yang cocok, kak. Soalnya kalau beda golongan darah, bisa membuat Anda mengalami gagal jantung.”Arga yang berada di ruang tamu, sedang membaca koran. Hari ini dia tidak k