Tadi malam, Alinta sehabis minum obat. Tepat jam 7 malam, kesehatannya memburuk. Arga melihat Alinta sedang menggosok-gosok tangan.
"Alinta, kamu tidur ya. Aku ambilkan obat." Arga yang melihat sang istri yang sering kambuh bergegas untuk membawa obat supaya Alinta tidak kejang-kejang.
"Arga, Alinta mengapa lagi?"tanya tante. Auranti cemas saat melihat Alinta kambuh. "Arga, kamu ambilkan obat epilepsi."
Arga mengambil obat ayan atau epilepsi di laci. Dia mengeluarkan obat dan menaruh di meja. Auranti kemudian mengeluarkan kapsul ayan, dia memasukkan ke mulut Alinta.
"Sayang, kamu harus kuat. Kamu tidak boleh kalah dari penyakitmu,"ucap Auranti.
Malam itu telah berlalu, kini Arga melihat Alinta dan tante sedang masak kesukaan Arga. Tante kandung Arga yang mencuci piring, dia menghentikan untuk membersihkan piring."Ada apa tante?" tanya Arga. Lelaki itu kewalahan karena masih banyak dokumen kantor, tetapi wanita yang dicintainya dan sudah menjadi istri sekaligus akunting buat Arga, sekarang Alinta terlihat masih lemas dan tidak bisa bergerak.
"Ar, tante sedih. Lihat kondisi istri kamu makin parah. Saat kecil dia hanya sakit epilepsi atau ayan. Tetapi sekarang kemampuan bicara dan berjalannya makin hari makin menurun."Melihat Alinta yang menyediakan piring, gelas, dan peralatan masak tadi. Saat dibantu oleh Auranti, Arga mengetahui, hasrat untuk berdua dan tidur bersama dengan Alinta menghilang. dia tidak ingin Alinta menderita, nafsu berdua sesama suami istri menghilang karena rasa sedih dan sesak yang muncul di pikiran dan hati Arga."Mas, kamu tidak pergi ke kantor?" tanya Alinta. Dia menggerakkan kursi roda dengan payah, Arga yang melihat kemudian langsung berdiri dan menuju ke kursi roda. "Makan dahulu, aku sudah membuat masakan kesukaanmu. Untung, tante menolong aku."
"Kamu mengapa sayang?" tanya Arga.
"Tumor di rahim buat aku kesakitan. Aku susah bernapas, tolong aku mas." Alinta menunduk karena kesakitan, dia tidak bisa duduk tegak.
"Alinta, waktu kamu kecil penyakitnya tidak separah ini." Tante Auranti yang membawa Alinta ke kamar dengan sigap dan cekatan, langsung memapah Alinta perlahan-lahan. Saat Alinta masih kecil, Auranti merawat dengan kasih sayang.
"Alinta, kamu sudah harum. Mau ke mana sama saudara kembar kamu?"
Auranti mencium kening Alinta."Pa, aku kasihan sama ke dua keponakanku. Meski dia anak dari temanku, dia sudah ku anggap keponakanku."
Alinta kejang-kejang, dia harus diberi pernafasan dengan oksigen. Auranti yang mengambil tabung oksigen segera cepat-cepat ke arah Alinta yang kejang, berbusa, dan sesak napas. Kondisi Alinta belum sehat, dia masih kejang-kejang meski sudah dipasang oksigen. Penyakit kerusakan saraf yang disebut movemont disorder atau gerakan yang tidak terkendali saat setres membuat Alinta tersiksa."Sayang, kamu mengapa. Tadi kamu baik-baik saja."
"Arga, selain ayan, istrimu juga memiliki penyakit saraf akibat setres. Besok, tante ke rumah sakit untuk lebih jelasnya."
Tolong, beri kesembuhan untuk istriku. Sang pencipta langit dan manusia, engkau yang menciptakan aku dan Alinta. Engkau yang maha menyembuhkan, tolong sembuhkan istriku. Aku melihatnya kejang-kejang seperti melihat dia tidak bisa mengendalikan pikirannya. Arga berdoa dalam hati.Arga hanya bisa memikirkan kesehatan Alinta, masakannya yang di meja ditinggal karena tegang melihat istri tercinta sakit. Jika tidur berdua dan menuruti Alinta, kesehatan istrinya akan terganggu. Istri Arga, yang sakit pernah berkata saat di rumah sakit.Arga berpikir, mantan suami Alinta ini tidak punya hati apa. Melihat istri yang sakit malah disuruh honey moon untuk ke dua kali. Uang dipakai berjudi, istri susah-susah kerja. Arga sekarang bisa bernapas dengan tenang. Karena Arga yang akan merawat Alinta, dia tidak ingin membuat istrinya terluka."Pa, kita sudah nikah namun belum dicatat oleh negara. Ketika kita menikah dengan sah, aku rela bersama kamu."
Arga melihat sang istri yang terbaring di rumah sakit, membuat hatinya remuk karena sang istri begitu perhatian. Arga memakai pakaian kantor saat itu, tidak ada waktu untuk ganti pakaian. Yang dipikirkan hanyalah, menemani, mrerawat, dan membuat suasana di ruang ICU menjadi suasana di rumah."MA, dokter bilang. Mama jangan banyak berpikir atau bergerak. Mama, harus istirahat untuk terapi besok,"ucap Arga.
Saat ini, Alinta masih memakai oksigen. Arga yang di kamar memijat kakinya dan mengelus punggung Alinta. Arga memakai pakaian rumah, hari ini dia cuti kerja demi merawat Alinta yang belum sembuh dari penyakit saraf. Beberapa menit kemudian, Alinta sudah berhenti dari kejang-kejang, liur di mulut juga sudah disedot oleh Arga. Arga meski seorang pria, namun dia memiliki hati yang baik. dia tahu sang istri sedang sakit, bahkan saat ini Alinta kambuh lagi sakit ayannya. Mulut Alinta tiba-tiba mengunyah, padahal Alinta tidak makan sesuatu. Bahkan, Alinta menoleh ke kiri padahal tidak ada siapa-siapa. Ya, penyakit Alinta ditandai dengan dejavu. Alinta seperti melihat hal yang pernah terjadi, padahal dia belum pernah melihat hal-hal yang ada di pikirannya saat ayan yang dialami Alinta kambuh. Arga yang melihat saja sudah terenyuh hatinya, sang istri sakit ayan dan kesuahan bernafas itu seperti ditusuk oleh pisau di dadanya."Alinta, kamu harus kuat. Kamu tidak boleh seperti ini. Aku tidak bisa bulan madu dengan mu saat kamu sakit. Jangan paksa kondisimu, sayang. Istriku yang tercinta."
Alinta sebentar sadar, Arga memijat kening dan mengelus leher istrinya."Pa, lapar. Mama mau makan, kita makan di ruang makan sama-sama ya."
Tante Auranti datang, dia membawakan makanan ke kamar. Tante Auranti lalu menyediakan tikar supaya Alinta dan Arga bisa makan bersama-sama.Arga mengerti, cinta itu bukan karena hanya nafsu saja. Melainkan, cinta itu adalah memberi kebahagiaan terhadap orang yang dicintai. Selemah apa pun orang yang kita cintai, kita harus membuat tersenyum jangan membuat mereka sedih. Itu yang dipikirkan oleh Arga."Aku suapin, mama di kasur saja." Arga perlahan-lahan meniupkan bubur yang di mangkuk, kemudian dia menyuapkan bubur perlahan-lahan. "Nah, sekarang giliran aku makan." Saat Arga memakan masakan yang dibuat oleh Auranti dan Alinta, dia menangis.
"mengapa, Arga. Apakah masakan tante dan Alinta tidak enak?"tanya tantenya.
"Baru pertama kali. Aku memakan masakan yang seenak ini. Aku benar-benar bersyukur mempunyai tante yang baik dan istri yang baik juga."
Alinta tersenyum, dia melihat wajah suami yang tampan dan Alinta juga tidak salah menikahi Arga. Suami ke duanya benar-benar perhatian walaupun Alinta sakit, yang diucapkan Arga hanyalah kasih sayang.emas, aku berharap penyakit tumor rahim segera bisa sembuh. Aku ingin mempunyai anak. Meskipun kalian berdua baik kepadaku, tetapi aku takut tidak bisa menjadi istri yang sempurna buat emas Arga dan tidak bisa menjadi keponakan buat tante Auranti. Alinta meneteskan air mata."Baru kali ini, aku juga mempunyai suami yang baik dan pengertian. daripada suamiku yang dahulu,"ucap Alinta. Arga mengecup kening Alinta.
"Yang lalu biarlah berlalu, mama pikirkan kesehatan saja. Mama masih sakit dan harus istirahat. Jangan berpikir aneh-aneh, papa sangat sedih kalau melihat mama setiap hari kejang-kejang. Hati papa hancur, istri sakit tetapi dokter tidak bisa menyembuhkan."
"Doakan mama bisa masak untuk papa tiap hari,"ucap Alinta.
"Setiap hari, papa berdoa. Supaya mama kuat menghadapi penyakit.""Sayang, aku dapat telepon dari Luar Negeri. Kalau proyek kita diterima."Arga sedang memijat kaki Alinta, istrinya yang duduk di kursi roda meneteskan air mata karena bahagia. Arga selama ini berjuang keras demi kesembuhan Alinta, ia sampai mencari ide-ide untuk perusahaan supaya investor dari negara lain mau menerima. Sebagai seorang CEO, Arga juga tidak mau perusahaan gulung tikar karena ide-idenya kurang memuaskan. Nafsu untuk bersama Alinta datang.Saat Alinta dan Arga datang, suara bel pintu di rumah berbunyi."Pa, buka pintu. Siapa tahu tetangga mau minta buatkan desain."Arga menuju ke ruang tamu, saat ia membuka pintu ada seorang wanita paruh baya yang tersenyum kepadanya."Anda siapa? Mohon maaf, di sini tidak menerima tamu yang pindahan."Wajar Arga tidak mengenali nenek angkat Alinta. Nenek angkat Alinta berpakaian seperti orang kaya dan membawa koper. Alinta yang melihat suaminya belum ke ruang makan segera menggerakkan kursi roda. Dengan
Malamnya, di kota yang indah Arga memijat kaki Alinta. Di tempat tidur Alinta hanya ada oksigen, infus, dan di meja terdapat obat tumor dan penyakit ayan. Hanya itu yang bisa membuat Alinta tetap normal, belum ada informasi mengenai donor darah untuk mengoperasi tumor. Arga tidak bisa melihat Alinta yang muram, karena tidak bisa memberikan kepuasan ke pada Arga. Nenek angkat Alinta, pergi meninggalkan rumah karena Arga marah melihat sang istri yang dijadikan sebagai pemuat uang. Nafsu dunia yang membuat nenek angkat Alinta tergila-gila dengan warisan yang ditinggalkan oleh orang tua Alinta.Untunglah, Arga sekarang bisa bernapas dengan tenang. Karena masalah yang satu sudah pergi, namun kondisi Alinta belum membaik."Alinta, kamu harus sembuh ya. Nenek angkatmu sudah tidak ada."Arga mencium kening Alinta."Arga, tante pulang. Gimana kondisi Alinta?"Tante kandung Arga datang, ia kemudian melepas sepatu dan berkemas-kemas. Auranti saat ini yang merawat Ali
Alinta sedang tidur di kamar, saat Auranti sedang berada di dapur terdengar suara bel yang mengetuk. Alinta yang mendengar suara bel, langsung bangun perlahan-lahan. Alinta meraba-raba tembok yang sudah dipasang pegangan buat difable. Alinta kemudian berjalan sambil menyeret kakinya yang masih gemetar karena penyakit ayannya. Sesampai di dekat kursi roda elektrik, Alinta duduk perlahan-lahan. Alinta yang berjalan sambil membawa tumor rahim yang mirip orang hamil kesusahan bernapas, ia mengambil oksigen di kursi roda. "Siapa yang datang pagi sekali?"tanya Alinta pada dirinya. Ia kemudian memasang tabung oksigen dan menggerakkan kursi roda. Sementara itu, Arga di luar negeri sedang menunggu penerbangan untuk ke tempat kerja. Dia memakai baju kantor dan membawa koper, Arga mengenakan baju kemeja dengan sangat gagah dan duduk di tempat penunggu keberangkatan. Sambil melihat jam, ia mengeluarkan ponsel kemudian Arga menekan nomer tante. Di rumah, Alinta sedang menuju ke ruang tamu menggu
Saat Alinta memakai selang oksigen, nenek angkat berpura-pura memijit tangan Alinta. Alinta yang melihat wajah nenek angkat menahan tangan dan kaki yang gemetar karena cemas. Alinta suka kambuh ayan, bila cemas namun sekarang ia tidak bisa meminta bantuan atau membuat sopir taksi yang dari tadi melihat kaca spion penumpang."Pak sopir, saya tidak apa-apa kok,"lirih Alinta. "Nek, bisa ambilkan obat tumor, ayan, dan sakit jantung!" Alinta menyuruh sang nenek."Oh, iya sayang. Sebentar nenek ambilkan." Nenek angkat Alinta mengambil obat di kursi roda.Dasar, cucu angkat tidak tahu diri. Memangnya aku ini pembantumu, seenak saja minta bantuan. Lihat saja saat di Toko atau Mal aku akan buat kamu kesakitan dan aku buat kakak kandungmu tidak sembuh, batin nenek angkat Alinta. Ia mengambil ponsel dan dengan hati-hati ia mengeluarkannya. Kemudian ia menekan nomer dan mengirim pesan. Untuk Suster SiskaSuster, kamu saya tugaskan suntikan obat yang buat kejang-kejang. Kamu
"Terima kasih, bu. Saya buat ibu repot," ucap Alinta. Ia berkata dengan nada sesenggukkan. Wanita itu melihat Alinta yang menangis. Ia bertanya, kenapa ada seorang yang tega membuang keluarga nya meskipun keluar ga nya berkebutuhan fisik? Lalu wanita itu mendekat."Kenapa kamu menangis?" tanya wanita yang membantu Alinta. Wanita itu lalu lalang dari kemarin, namun hari ini baru bertemu dengan wanita muda yang cantik dan dalam wajah pucar."Nenek saya orangnya jahat, saya hanya bisa minta tolong sama ibu."Bagi Alinta, ia bisa terbebas dari sang nenek. Tetapi, Alinta sekarang tidak bisa bebas, nyawa kakaknya dalam genggaman sang nenek yang terus-menerus membuat Alinta tertekan.Sementara itu, Auranti masih di taksi. Ia kepikiran kakak kandung Alinta dan Alinta yang bersama nenek angkat. Auranti kemudian mengambil ponsel, jari-jarinya menekan nomer Arga. Arga cepat dibuka dan angkat, tante butuh bantuan kamu. Auranti semakin gelisah. "Halo tante, ada apa ya menelepon?" tanya Arga yang
Di wc umum yang terdapat di mal, Alinta sedang ditolong oleh beberapa wanita yang sedang memberikan pertolongan. Salah satu wanita itu masih menunggu jawaban dari tante Auranti. Sementara itu, tante Auranti sedang membayar taksi online."Terima kasih pak. Terima kasih banyak," ucap Auranti. Supir taksi itu mengangguk dan kemudian meninggalkan Auranti setelah menerima uang pembayaran tunai.Suasana kembali tenang di mal, saat Alinta sadar. Beberapa orang yang menolong kemudian membantu Alinta untuk menuju ke kursi roda Alinta berjalan perlahan-lahan di kursi roda."Saya merasa sangat bersyukur. Saya bersyukur sudah ditolong," ucap Alinta dengan wajah memerah. Ia merasa malu karena penyakitnya kambuh dan merasa bahagia karena banyak orang menolong."Mba Alinta ya. Saya baca di KTP nama mbak. Tadi saya juga menelepon tante anda, tetapi belum ada panggilan," ucap wanita yang memegang ponsel Alinta. Wajahnya kusut dan cemas."Oh, tante Auranti. Dia si
Petugas medis sedang membawa Alinta, mereka di dalam lift menunggu tiba di atas mal. Karena helikopter medis parkir di atas gedung mal. Alinta sudah disuntik obat masih belum bangun dari tidur karena tumor yang sudah parah. Saat sudah sampai di atap bangunan mal, petugas medis sedang membawa Alinta dengan hati-hati. Saat Alinta dimasukkan ke helikopter, ia masih terbaring dan belum sadarkan diri. Dosis obat sudah dimasukkan dengan jumlah besar. Namun tidak ada perubahan sama sekali, Alinta juga tidak membuka mata. Ia hanya bisa mendengar. Ya, Alinta mengalami koma dan tidur yang sangat lama. Di kamar hotel, Arga sedang melihat pemandangan. Ia kemudian melihat jam tangan, ternyata sudah jam untuk istirahat. Kemudian Arga mengambil ponsel di saku, lalu ia membuka ponsel. Di ponsel, terdapat pesan yang belum terbaca atas nama Auranti. Dari tante Auranti Maaf baru bales, anakku. Tante sedang menangani kakak kandung Alinta yang sakit. Kakak memeriksa, kesehatan mental dan fisiknya menur
Paginya, Auranti sedang berkemas-kemas untuk mempersiapkan Alinta pulang. Alinta kini sudah sehat. Dan dia duduk di kursi roda.“Tante, apakah mas Arga sudah datang?” tanya Alinta. Penyakitnya masih membuat sulit bergerak. Tumor yang membuat perut keliatan besar, harus membuat Alinta semangat. “Alinta, Arga besok akan pulang. Tante akan mengawasi nenek angkatmu. Kamu tenang.”“Tan, jangan buat kerusuhan. Aku ingin tante dan suamiku tenang.”“Memangnya kenapa?”“Mantan suamiku pasti yang menyuruh nenek angkat,” ucap Alinta.“Ya sudah, semua pakaian sudah siap. Sekarang sudah jam tujuh. Kamu kemarin terbaring selama dua hari. Ini sudah tiga hari, dan dokter izinkan kamu pulang,” ucap Auranti. Auranti yang memakai pakaian kaos dan celana jeans panjang, mata berwarna biru dan rambut pirang ini sangat peduli pada Alinta.“Tante, jika aku punya anak. Tolong jaga anakku dan suamiku,” ucap Alinta. Seketika itu Tante Auranti meneteskan air mata, ia tidak ingin berlarut dalam kesedihan. “Ayo k