Dua hari sebelum Alinta pulang ke rumah, saat Ia siuman.
"Mas, terima kasih sudah menjaga dan sekarang mas Arga menjadi suami setia untuk aku." Wanita itu tengah terbaring dan lemas, karena penyakit Epilepsi atau Ayan yang diderita sejak lahir. Terpaksa, Alinta harus kerja dengan kondisi yang tidak normal dan berbeda dari orang-orang yang sehat. Hari ini, wanita itu tengah tidur di rumah sakit dan disampingnya bersama sang suami baru yang memberi kehangatan. Seharusnya wanita yang tengah baring mendapat kehangatan kusus. Arga berpikir, kenapa harus Alinta yang bekerja keras dan bukan mantan suaminya? Kenapa mesti cinta dalam dusta ini terus berlanjur? Apakah tidak bisa seorang lelaki bersikap baik kepada wanita? Apakah dulu dia pernah membuat ibu kandungnya marah? Namun, pikiran dan pertanyaan itu dihilangkan oleh lelaki setia yang bersama wanita yang berambut lurus dan mata yang indah."Aku akan merawat kamu. Dan menjaga kamu."
Arga mencium kening Alinta. Di rumah sakit Alinta sedang disuapi bubur oleh Arga. Tante kandung Alinta datang. Tantenya memakai pakaian dokter dan mengenakan stetoskop, habis memeriksa kakak kandung Alinta.
"Alinta, boleh kita bicara berdua?" tanya tante kandung Arga. "Arga, bisa tinggalkan kami berdua? Aku ada urusan."
Arga meninggalkan ICU dan Alinta bersama Auranti di ICU. Alinta masih mengenakan alat medis di dada dan kepala, serta memakai infus.
"Alinta, kenapa kamu tidak cerita? Tante sempat kepikiran kondisi kamu saat di hotel."
"Tante, saat itu aku diancam oleh suamiku. Kalau aku tidak menuruti perintah, usaha kakakku tidak akan ditolong olehnya."
Alinta mengingat kejadian saat dia malam pertama dengan mantan suami."Ayo kita malam pertama,"ucap mantan suami Alinta. Mereka akhirnya malam pertama, namun Alinta tiba-tiba kesehatannya menurun. Ia tidak bisa banyak berpikir. Hanya memikirkan nafsu untuk malam pertama kondisi Alinta sudah menurun akibat penyakit ayan yang merusak otaknya sejak ia lahir.
"Mas, ambilkan aku obat Ayan di tas."
Alinta saat itu semakin menurun, penyakit Ayannya kambuh dan tidak bisa ditolong. Mantan suami memberikan obat dan meminumkannya, penyakit Ayan sudah hilang namun Alinta memiliki kejang-kejang karena setres."Kamu ini, diajak berduaan malam pertama malah seperti ini. Kalau tidak bisa memberikan gairah ku, aku minta kamu untuk memberikan anak."
Alinta menangis membayangkan kejadian yang memilukan. Auranti memijat kaki Alinta."Begitulah ceritanya, tante. Sampai di kasur penyakit kejang-kejangku tidak berhenti. Dia meminta aku untuk memberikan uang hasil jualan baju batik yang sudah laku.""Kamu yang sabar ya."
"Tante, aku boleh minta panggilkan mas Arga." Wanita itu meminta tante kandung suaminya, Alinta sudah menganggap Auranti sebagai ibu pengganti dan saudara sendiri. Meski pun jarak diantara mereka. Wanita yang bernama Alinta ini, ia masih sibuk dengan kerja keras meski pun Arga adalah orang yang mampu batin dan nafkah untuk memberi semua kebutuhan Alinta.
"Boleh sayang, silahkan."
Alinta di kasur rumah sakit, ia menunggu Arga datang dan menemani tetapi ia kepikiran masa lalu dengan mantan suaminya."Mas, tolong bantu aku bangun. Aku lapar."Mantan suami Alinta membantu Alinta bangun, namun tubuh Alinta kejang-kejang tidak terkendali. Saat itu mantan suami Alinta menaruh kembali ke kasur. Alinta kejang-kejang di kasur, ia mengatur napas. Matanya berlinang air mata karena menahan sakit, lelah, dan susah bernafas. Alinta berhenti dari kejang-kejang, ia melihat jam di ponsel. Saat ia menaruh ponsel, tubuhnya kembali kejang-kejang di kasur."Alinta, aku datang. Tante tadi menyuruh ku untuk menemuimu,"ucap Arga. Arga melihat Alinta menangis dan ia berlari menemui sang istri tercinta. "Kamu kenapa, istriku.""Mas, makasih udah menerima aku yang cacat. Tapi aku boleh tidak setelah pulang dari rumah sakit, aku mau kerja.""Boleh, tetapi kamu harus merawat kesehatanmu."Saat ini, di rumah Arga, Alinta sedang tidur. Ia tidur dengan pulas, hujan turun deras membuat mereka tidak bisa ke kantor karena pasti jalanan di Ibu kota macet."Mah, hari ini kita cuti ke kantor saja ya."Arga sedang membawakan minyak herbal untuk diluluri ke perut Alinta."Makasih, pah udah bantu mama. Pa, mama perutnya sakit."Arga yang sedang menaruh minyak obat, segera ke sofa dan membuka baju Alinta."Maaf ya ma, papa obatkan perutmu biar ga sakit."Arga meluluri perut Alinta. Alinta yang sedang diurut memegang sofa dengan kuat."Pah, udah. Mama kesakitan. Jangan diurut lagi,"ucap Alinta. Arga membetulkan kancing baju. Saat kancing baju sudah dibetulkan di baju Alinta, Alinta yang tadinya baik-baik saja tiba-tiba kejang-kejang dan mulutnya mengcap. Ia sampai susah bernapas."Ma, tarik napas. Mama harus kuat,"ucap Arga. Arga mengambil obat Ayan kemudian menyuapkan ke Alinta. Kondisi Alinta membaik, tetapi Alinta tiba tiba mengalami kejang-kejang tanpa sadar.Arga melihat bibir Arlinta yang merot-merot dan matanya putih serta tubuh Alinta yang kejang-kejang, ia tidak bisa menahan air mata yang tiba-tiba menetes. Beberapa jam kemudian, Alinta sudah sadar. Ia kemudian tertidur pulas, Arga memijat kaki Alinta. Alinta namun kondisinya memburuk lagi, Arga yang melihatnya segera menolong Alinta."Ma, papa oleskan minyak angin ke perut mama ya."Arga membuka kancing baju yang di perut Alinta. Ia kemdian mengoleskan minyak angin, Arga bersabar mengobati istrinya. Ia tidak ingin membuat kejadian Alinta di masa saat bersama sang mantan terulang kembali. Arga kemudian menutup kembali kancing baju."Pa, tolong bantu aku berdiri,"ucap Alinta. Arga membantu Alinta berdiri secara perlahan-lahan, Alinta masih belum bisa berjalan seperti orang normal."Mama mau kemana?" tanaya Arga."Mau ke kamar mandi. Mama ga bisa pakai popok orang dewasa. Mama masi bisa jalan. Setelah ke kamar mandi, mama mau mengecek keuangan perusahaan kita."Arga pelan-pelan ia membawa Alinta ke kamar mandi. Alinta masih berjalan dengan gemetar. Saat sampai di depan kaman mandi, Arga membuka kan pintu. Alinta masuk ke kamar mandi perlahan-lahan."Mas, tunggu di luar ya. Kalau ada apa-apa, panggil mas aja.""Iya mas Arga, aku sehat-sehat kok."Namun, Alinta tiba-tiba memejamkan mata. Tumor di rahimnya membuat kesakitan.Tolong, jangan sekarang. Aku tidak mau suamiku sedih melihat penyakitku kambuh, ucap Alinta dalam hati. Ia sambil mengelus perutnya yang bengkak untuk menenangkan pikiran dan membuat Alinta bertahan dari rasa sakit yang membuat dirinya susah untuk beraktivitas.Alinta memegang tembok kamar mandi, namun ia tiba-tiba menoleh ke samping dan berteriak. Alinta terjatuh, dan kejang-kejang di kamar mandi."Sayang, kamu tidak apa-apa?"Arga membuka pintu, ia telat. Alinta sudah tidak sadarkan diri dan kejang-kejang, Arga juga melihat mulut istrinya berbusa karena penyakit ayan. Arga mengangkat Alinta, dan membawa ke kamar tidur."Arga, istrimu kenapa?" tanya tantenya. Tante yang melihat keponakannya menggendong Alinta segera mencari oksigen.Arga menaruh Alinta di kasur, ia merubah posisi tidur Alinta menjadi miring untuk mengeluarkan liur yang masih ke luar."Sayang, kamu harus bisa melawan penyakit ayan kamu. Aku di sini, jangan takut sayang. Itu baik sayang, bernapas ya."Aranti membawakan tabung oksigen, Arga memasangkan tabung oksigen ke hidung Alinta. Beberapa menit kemudian, kejang-kejang Alinta sudah berhenti. Alinta memegang tangan Arga."Mas, tolong ambilkan laptopku. Aku mau memeriksa keuangan perusahaan.""Sayang, kamu baru saja sembuh.""Aku sudah terbiasa dengan penyakit syarafku mas. Aku harus kuat, aku tidak mau membuat diriku jadi beban hidupmu,"ucap Alinta. Arga mengambil laptop, Alinta menunggu di kasur dan mengelus perutnya yang masih sakit."Sayang, aku memikirkan kondisi kamu. Kalau misal kamu kambuh bilang ke aku ya." Arga meletakkan laptop di meja kecil yang terletak di kasur. Alinta mengangguk dan tersenyum.
"Mas, keuangan kita masih membaik. Ada pesanan dari kantor X untuk distribusi barang-barang yang kita produksi." Alinta saat lagi mengetik, tiba-tiba saja ia kejang-kejang dan Arga yang melihat langsung mengangkat laptop dan meja.
Sudah dua bulan, Alinta kehilangan semangat untuk jalan. Dia di diagnosis tidak bisa jalan, Auranti sudah di Jakarta, dia yang mendapat informasi dari Arga tiba-tiba meneteskan air mata dan lemas. Auranti berada jauh, dia tidak mungkin pergi ke Jepang.“Arga, apakah tidak bisa disembuhkan Alinta?” tanya Auranti di telepon. Arga yang memegang telepon, hanya bisa menangis dan tidak bisa berbicara lagi. “Tante, aku sedih sekali. Aku harus apa saat seperti ini?” tanya balik Arga dengan suara gemetar.Amanah dari sahabat Auranti berat sekali, Auranti tidak tega melihat Alinta setiap hari sakit. Arga yang menelepon Auranti, menahan tangis untuk membuat Alinta kuat.“Kamu harus tabah, Alinta tidak mau kamu seperti anak yang kehilangan ibunya.”Alinta mengalami edema di paru-paru karena penyakit keras. Penyakit Alinta sudah tidak bisa disembuhkan dan dia harus menerima keadaan. Alinta harus di kursi roda, karena mengalami kerapuhan di bagian tulang belakang.Indra penglihatan Alinta juga sud
Arga membaca pesan di emailnya—undangan makan malam di rumah klien, seorang investor yang telah menanamkan saham.Sementara itu, kondisi Alinta sudah mulai membaik. Selama dua hari terakhir, dia masih terbaring sakit.Namun, hari ini ada kemajuan—epilepsi yang dideritanya tidak kambuh. Meski begitu, Alinta memilih untuk tidak ikut. Dia khawatir akan merepotkan Arga saat bertamu ke rumah klien."Pak Arga, kenapa istri Anda tidak ikut?" tanya seorang teman.Arga menoleh dan mendapati seorang dosen sastra dari Indonesia yang dikenalnya. Dengan ramah, dia menghampiri dan menjabat tangan pria itu. Senyum Arga mengembang di tengah suasana jamuan."Istri saya baru saja sembuh dari sakit. Dia memilih untuk tidak ikut karena khawatir merepotkan saya," ujar Arga."Wah, Anda memang suami yang setia dan perhatian," kata lelaki itu dengan senyum.Lelaki yang bersama Arga itu adalah Setiawan. Dia selalu mendampingi Arga sejak awal, terutama saat Arga membuka cabang kantor di Jepang. Bahkan, undanga
Lutut Alinta masih kaku, karena kejang-kejang. Auranti mengobati Alinta, ini hari ke tiga Alinta kejang dan harus disuntikkan obat. Arga berniat mengajak Alinta rekreasi ke taman sakura, pariwisata di Jepang sungguh berbagai macam. Arga dan Alinta sudah imigrasi lama sekali demi membuat hidup baru.“Tante sudah mendapatkan tiket pesawat untuk pulang?” tanya Arga. Auranti menggeleng, dia masih sibuk memeriksa denyut nadi Alinta karena belum stabil. Bagaimana bisa Auranti tenang, sementara Alinta masih belum berhenti kejang-kejang. Penyakit Alinta sebelumnya tidak parah, sekarang Alinta tidak bisa berhenti.Auranti sudah mengelola keuangan, jadi dia tinggal ambil di bank. Dia sudah mendaftarkan bank yang terletak di Jepang. Dosis obat yang diberikan Alinta tidak ada perubahan, Auranti harus segera membeli obat di apotek. Kepala Arga pusing, memikirkan polemik yang terjadi. Di media masa, dia dituduh membawa kabur Alinta, tulisan yang ditulis tidak sesuai dengan fakta. Arga tahu, pelak
“Alinta, aku akan pergi memancing. Karena hari ini, aku akan memasakkan makanan sehat buat kamu,” ucap Arga. Dia melihat Alinta di kamar, sambil duduk Arga kemudian memijit tangan istri yang dia cintai.“Mas ... tidak ... kerja ... masih ada tante ...,” ucap Alinta. Dia berkata tidak jelas, Auranti berjalan ke kamar Arga dan menemui ke dua keponakan yang dia cintai. “Hari ini, kamu dan tante di rumah. Karena tiket belum bisa tante dapat, mungkin masih lama.”Kehidupan nenek angkat Alinta semakin kacau balau, ketika dia mendapat surat dari kantor pajak. Arga yang mengetahui berita tersebut, berniat memancing karena dia telah berhasil membuat nenek tua itu menderita dan merasakan pahitnya hidup.Setelah pergi ke sungai dan laut, Arga ingin menghias rumah dengan pernak pernik. Lalu memasak makanan sehat yang di dapat dari sungai dan laut, supaya Alinta bisa makan dengan puas. Belakangan Alinta selalu tidak mau makan, Arga sampai menangis dan dia konsul ke tante Auranti.Auranti menyaran
Di apartemen, Arga sedang menyuapi Alinta bubur. Bubur itu dimasukkan ke slang yang terpasang dari trakea, karena tidak bisa menggerakkan bibir dan mulut akibat saraf yang sudah rusak. Wanita yang sedang duduk di kursi roda, perlahan-lahan menggerakkan tangan. Dia seperti ingin bergerak, namun raganya seperti terkunci karena penyakit saraf di otak yang membuat dia lumpuh.“Arga, tante sudah mendapat kabar. Yang mencelakai Alinta, seorang wanita yang muda.” Wanita muda yang memegang telepon genggam, berusaha mengepalkan tangan untuk mengendalikan amarah. Dia tidak bisa menunjukkan sifat brutal pada keponakan laki-laki, Auranti memang tidak bisa mengendalikan emosi tetapi dia berusaha membuat Arga dan Alinta menikmati ketenangan di apartemen. Empat hari, Alinta di rumah sakit. Saat Arga dan Auranti ke rumah sakit.“Alinta, kepokanakan tante. Kamu harus bisa mengedipkan mata, jangan mau kalah dengan penyakit.” Arga baru menyadari, bahwa wanita yang merawat Alinta di apartemen begitu k
Arga mendusin dari kasur, mengambil beberapa pakaian untuk diganti. Alinta yang di kasur, kini masih tidak sadarkan diri dan tidak mampu memberi reaksi terhadap suatu rangsangan dan terbaring di rumah sakit. Saat Arga mau membuat jasmani kembali segar, terdengar sebuah ketukan pintu dari apartemen.Arga melangkahkan kaki, sehingga terdengar suara sandal di apartemen. Dia menuju pintu yang terdapat gantungan kunci. Waktu di buka, dia melihat seorang wanita yang Arga kenal dan disayangi di depan pintu.“Tante, aku menghubungi setiap detik tetapi tidak ada jawaban. Sampai aku terpaksa pulang, karena melihat Alinta yang masih belum bangun.”“Arga, maaf karena ibadah sangat lama. Tante harus mematikan ponsel, ini tante bawakan oleh-oleh untuk kamu. Mungkin dengan memakan kurma yang masih hijau, kamu akan tenang. Bisa juga sebagai herbal untuk Alinta.”Kultur di Kota Jepang membuat Alinta tersenyum, saat pertama kali datang ke Jepang di Bandara udara di Ota. Dia sangat memperhatikan dengan
Arga mengetahui siapa dalang sebenarnya, sehingga Alinta kembali mengalami koma. Penyakit Alinta yang sudah membaik, kini kambuh dan bahkan penyebabnya adalah makanan. Mereka berdua sudah pindah, namun seseorang berani mengganggu rumah tangga yang sudah harmonis. Kepala Arga sudah pusing, memikirkan beberapa proyek yang belum selesai.“Apakah efek dari kokaina, aku jadi setiap hari melantur?” tanya lelaki yang sedang terbaring lemah. Lelaki itu hanya bisa bicara terputus-putus, karena pengucapannya mulai berkurang akibat sakit saraf yang dialami sejak lahir. Saat lahir kesehatannya baik-baik saja, namun kini dia seperti diikat dan tidak bisa bergerak. Harkat seorang CEO batik menjadi turun, akibat ditipu oleh mantan suami Alinta. Kini Alinta sudah menikah dengan CEO yang baik hati, dia adalah kenalan dari kakak kandungnya. Kakak kandung Alinta yang sakit pernah bertemu dengan kenalan ibu kandungnya. Suami Alinta yang ke dua, perhatian bahkan dia menyewa detektif dan membayar pengacar
Auranti berputar mengelilingi Ka’bah, sambil mengucapkan doa saat mengelilingi Ka’bah dalam hati wanita yang berpakaian ihram itu berkata. Sang Pencipta, tolong beri keringanan untuk Alinta dan kakak kandungnya. Wanita yang berpakaian ihram itu tidak bisa menahan air mata. Saat berputar mengelilingi Ka’bah, terasa semangat ingin berdoa dan mengucap Syukur karena telah berhasil menolong beberapa nyawa berkat izin Sang Penyelamat. Dia tidak menggadaikan perhiasannya, melainkan menjual dan memperoleh hasil yang cukup untuk membelikan obat-obatan keponakan angkatnya. “Maaf, istri Anda dalam masa kritis. Dia masih kejang-kejang dan kaku. Sebaiknya Anda tunggu di luar tuan,” ucap dokter jaga. Wanita itu hanya bisa menahan pusing yang dialami karena gangguan saraf otak.Arga sudah menghubungi bibinya. Namun belum juga dibalas, dia berharap bibinya menjawab pesan yang dikirim.Klien dari perusahaan besar untungnya sudah memilih hari dan tanggal yang kosong. Arga juga bisa tenang, meski dia
Seorang wanita sedang berjalan memakai walker. Suster memegang tangan wanita itu dengan hati-hati namun terjatuh.“Nona, kalau tidak kuat kita istirahat saja.”“Aku tidak boleh istirahat sus, besok aku akan ikut pertunjukkan museum.”Alinta berjalan perlahan-lahan, dengan kakinya yang mengecil karena penyakit kelemahan otot di bagian pinggul dan lengan. Penyakit ini adalah penyakit langka, wanita yang sedang terapi berputar melawan arah tidak mau istirahat.Dia tidak berkedip sekalipun, Alinta pantang menyerah. Kesembuhan adalah nomor satu, buat dia yang paling berharga adalah suami yang tulus merawat dia. Suami barunya, kemarin pagi dan siang bercerita saat mereka belum sah menjadi suami istri.“Masih lama ya sus, belum ada yang menginformasikan kapan saya bisa operasi jantung.”“Kami sedang mencari pendonor jantung yang cocok, kak. Soalnya kalau beda golongan darah, bisa membuat Anda mengalami gagal jantung.”Arga yang berada di ruang tamu, sedang membaca koran. Hari ini dia tidak k