Share

6. MIMPI

"Pokoknya Gia mau langsung ke Surabaya nemuin Kak Reyhan begitu pulang dari Jerman. Supaya nanti Kak Reyhan yang antar Gia ke Bandung, ke tempat Omah," suara cempreng Anggia terdengar menyakitkan di telinga Hardin. Membuatnya sesekali menjauhkan ponselnya dari telinga.

"Ngomong sama lo tuh percuma, kayak ngomong sama tembok! Keras kepala! Lo bilang sendiri sana sama Omah kalau berani! Gue nggak mau ikut campur! Lagian mulai minggu depan gue stay di Jakarta, mungkin agak lama, jadi gue nggak bakal bisa jemput lo di bandara," balas Hardin setengah berteriak. Suara di seberang sana terdengar begitu berisik. Hardin berjalan menuruni tangga menuju ruang keluarga di lantai satu. Dimana Umi Tantri dan Abi Syamsul biasa menghabiskan waktu malam mereka di depan Televisi.

"Idih, lagian siapa juga yang mau dijemput sama Aa? Gia sih ogah! Mending naik taksi daripada harus semobil sama Aa! Bawel! Rese! Galak!"

"Ih, dasar bocah ingusan! Gue bawel juga demi kebaikan lo, tau! Itu btw, lo lagi dimana sih? Kok berisik banget?"

"Lagi di rumah temen. Party," jawab Anggia santai.

"Yaelah, anak kecil kayak lo, ngerti-ngertian party. Awas lo ya sampe mabok, gue bilangin Omah baru tau rasa lo!" ancam Hardin galak.

"Awas aja kalau berani, nanti tinggal Gia bilangin ke Kak Gabriella, kalau Aa itu playboy, biar dia nggak jadi ikut pulang ke Indonesia," ancam Anggia balik. Dia mencibir sang Kakak.

"Bilangin sana, gue nggak perduli. Stok gue disini banyak yang bahkan lebih bohay dari senior lo itu," tantang Hardin sambil tersenyum penuh kemenangan. Dia mulai memasuki ruang keluarga. Tapi tak menemukan satu pun orang di sana.

"Ih dasar nyebelin!"

Klik!

Kesal, Anggia pun memutus teleponnya. Sementara Hardin malah tertawa setiap kali berhasil membuat adiknya emosi. Lucu banget pasti ekspresinya. Pikir Hardin, geli.

"Kenapa kamu tertawa-tawa sendiri begitu?" tanya Tantri yang tiba-tiba datang dari arah belakang.

"Anggia Omah, barusan telepon," jawab Hardin disisa tawanya.

Tantri hanya ber-oh sambil mengangguk-anggukan kepalanya. "Kamu di panggil Opah tuh di teras, ada yang mau di bicarakan katanya,"

"Oke siap," sambut Hardin cepat.

Hardin berjalan sambil memeluk Tantri dari belakang menuju teras belakang tempat di mana sang Opah, Syamsul sedang menikmati secangkir kopi hangat.

"Ada apa Opah?" tanya Hardin sambil menyesap kopi sang Opah dan duduk di kursi sebelah.

"Tadi di rumah Ustadz Maulana, Opah sama Omah diperkenalkan dengan seorang wanita anggota baru keluarga mereka. Rencananya malam ini wanita itu akan bersyahadat. Dia akan menjadi seorang muallaf. Jujur, Opah langsung tertarik padanya. Dia cantik, pintar dan sepertinya dia wanita yang baik,"

Hardin merasa ada yang aneh di sini. Mendadak dia jadi tidak menyukai situasi ini. Di mana pada akhirnya sang Opah akan mulai menjodoh-jodohkan dirinya lagi. Seperti yang sudah-sudah.

"Kamu juga sudah melihat wanita itu bukan? Namanya Katrina. Bagaimana menurutmu?" tanya Syamsul dengan penuh antusias, berharap kali ini cucu laki-lakinya itu tergerak hatinya untuk memulai hubungan serius dengan seorang wanita.

Hardin menarik nafas. Ogah-ogahan dia menjawab pertanyaan sang Opah tercinta. "Biasa aja, Opah. Jutek kayaknya,"

"Barusan Opah ditelepon oleh Kang Rudi di Jakarta, akhir bulan ini Katrina mau ke Jakarta dan dia berniat mencari pekerjaan. Opah sudah bilang pada Kang Rudi supaya menyuruh Katrina melamar di perusahaan kita. Perusahaan kita di Jakarta sedang membutuhkan banyak karyawankan?"

"Iya Opah," jawab Hardin singkat.

"Opah harap kamu bisa memperlakukan dia dengan baik. Supaya dia betah bekerja di perusahaan kita,"

"Iya Opah,"

Lagi dan lagi, Hardin hanya menjawab tanpa minat.

*****

Malam ini, Katrina merasa benar-benar gelisah sampai dia tak nyenyak tidur. Bahkan sesekali dia bermimpi aneh lalu kemudian terbangun. Begitu seterusnya hingga dia terbangun saat waktu menunjukkan pukul 03.15 WIB dini hari. Katrina pun memutuskan untuk mengambil wudhu dan melaksanakan shalat tahajud.

Entah mengapa, setiap kali Katrina mencoba untuk mengusir bayang-bayang Reyhan, tapi yang terjadi justru malah sebaliknya. Bayang-bayang itu seolah semakin nyata. Datang, mendekat, pergi dan menghilang. Begitu saja setiap waktu. Membuatnya frustasi. Kenangan masa lalu itu terus menerus berputar bagaikan siluet-siluet cahaya yang terekam jelas oleh pikiran. Tak bisa terhapus.

Katrina telah mencintai begitu dalam hingga perasaan itu berubah menjadi candu, bahkan tanpa tanda seru.

"Ya Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, hidayah yang Kau berikan pada hamba begitu indah. Melalui dia sebagai perantaranya. Kini hamba hanya ingin memohon pada-Mu seperti doa yang dipanjatkan Zulaikha untuk Yusuf. Hamba sudah menunggu begitu lama, hamba tidak ingin pikiran-pikiran tentangnya justru menjadi penghalang terkabulnya doa hamba. Tapi hamba hanya seorang makhluk yang tak berdaya, yang ingin kehidupannya menjadi lengkap. Jika memang Engkau mentakdirkan hamba untuk berjodoh dengannya, maka persatukanlah kami dalam ikatan suci yang Kau ridhoi. Tapi jika sebaliknya, hamba mohon beri hamba petunjuk bagaimana caranya agar hamba bisa melupakan dia. Engkau sebaik-baik penolong dan pemberi petunjuk. Juga hanya Engkau maha pembolak-balik hati. Hamba percaya rencana-Mu adalah yang terbaik untuk seluruh makhluk ciptaan-Mu. Amin."

Katrina mengusap air matanya. Perasaan itu datang lagi. Ketika dia merasa ada getaran yang begitu hebat di dalam hatinya. Seolah ada sesuatu yang begitu dahsyat yang membuatnya yakin akan keberadaan Allah SWT. Dan inilah jawaban yang selama ini selalu dia pertanyakan. Ketika kamu bisa merasakan kehadiran Tuhanmu di dalam hatimu. Bahkan tanpa kamu bisa membayangkan seperti apa wujud dari Zat yang maha kuasa itu. Tapi dengan hati yang tulus dan bersih, Insha Allah, kamu akan mampu merasakan kehadiran-Nya tanpa bisa mengutarakannya dengan kata-kata. Karena perasaan itu sungguh luar biasa.

Untuk kesekian kalinya Katrina kembali menangis. Hingga dia lelah sendiri dan perlahan, mata itu kembali terpejam.

*****

Katrina mengernyitkan dahi ketika sinar matahari menerobos kelopak matanya yang masih tertutup sempurna. Dia mencoba mengintip lewat celah mata. Sinar itu terang sekali. Membuatnya silau.

Dimana aku berada sekarang? Pikirnya dalam hati.

Sejauh mata memandang hanya terlihat hamparan pepohonan hijau dan bunga warna-warni yang begitu indah. Sangat indah, bahkan.

Sungai-sungai yang mengalir diiringi suara gemericik yang menentramkan hati. Katrina bisa menghirup wangi tumbuh-tumbuhan yang segar. Berlarian kesana dan kemari tanpa perlu rasa segan. Di sini begitu damai. Disini dia seperti hidup tanpa beban.

"Katrina,"

Dan sebuah suara yang memanggil namanya dari arah yang berlawanan. Katrina pun menoleh. Mendapati seorang laki-laki berdiri dihadapannya.

"Aku hanya ingin memberikan ini untukmu. Ini hadiah dari Allah SWT, untukmu. Terimalah,"

Laki-laki itu kembali bersuara. Tangannya menyodorkan sebuah kain berwarna hitam pada Katrina. Katrina hendak berbicara, tapi anehnya mulutnya seperti terkunci. Jangankan untuk berbicara, membuka mulut pun dia tidak bisa.

"Aku menunggumu, Katrina."

*****

Dalam sekejap, Katrina membuka mata dan mendapati dirinya tertidur di atas sajadah. Bahkan mukena yang dia kenakan untuk shalat tahajud masih lengkap sempurna membalut tubuhnya.

Katrina melirik jam dinding, ternyata sudah masuk waktu shalat Shubuh. Katrina berniat mencopot mukena untuk kembali mengambil air wudhu ketika tanpa dia sadari telah menjatuhkan sesuatu dari genggaman tangannya. Katrina mengambil kain hitam yang terjatuh itu.

Lalu dia seperti teringat sesuatu. Bukankah ini kain yang diberikan oleh laki-laki di dalam mimpinya tadi? Laki-laki yang tak lain dan tak bukan adalah sosok laki-laki yang sangat dia cintai. Masa lalunya. Cinta pertamanya.

Reyhan...

Ketika Katrina melihatnya lebih jelas, ternyata ini adalah cadar pemberian Kyai Abdullah untuknya.

Lantas, apa arti semua ini?

Herofah

Ini cerita religi herofah... Semoga suka dan bermanfaat ya... Jangan lupa untuk beri vote dan ulasannya... Terima kasih...

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status