"Mau kemana?" tanya Melda begitu melihat Abian keluar dari kamar dengan tampilan rapi.
Dia sangat terkesima melihat ketampanan suaminya itu.
Rambutnya yang pendek dan terlihat basah dan juga wajahnya yang berseri. Pakaiannya biasa aja tapi mengikuti tren jaman sekarang. Penampilannya hampir saja membuat Melda tantrum karena takut Abian di lirik oleh para gadis di luar sana. Dalam hati, Melda mempunyai tujuan agar bisa merubah tampilan Abian suatu saat nanti. Tidak boleh setampan itu.
"Keluar sebentar. Aku udah ada janji sama teman-temanku," jawab Abian seraya terus berjalan melewati istrinya itu.
"Bu, Pak, Bian keluar sebentar yah. Udah ada janji sama teman," pamit Abian pada kedua orang tuanya.
"Hmm," sahut sang ayah.
"Teman apa? Kamu baru menikah loh. Ya ajak Melda dong! Sekalian kenalin sama teman-teman kamu. Ntar mereka ngiranya kamu masih lajang loh. Kalau ada perempuan yang suka sama kamu gimana?" cecar ibunya membuat Melda menahan senyum dan bersorak sorai di dalam hati.
"Memang mereka kiranya begitu, Bu. Kan Bian nikahnya dadakan," jawab Abian.
"Lain kali aja kamu ikut. Nanti mereka shock lagi pas tahu aku udah menikah. Selama ini kami nggak pernah cerita-cerita soal pasangan," lanjut Abian memupuskan harapan Melda untuk pergi bersama.
Raut wajahnya langsung berubah tetapi sebaik mungkin dia menyimpan kekesalannya karena masih ada mertua yang harus dia ambil hatinya sepenuhnya.
Dengan terpaksa, Melda mengangguk dan mengantarkan Abian hingga ke depan pintu bahkan hingga pria itu menaiki sepeda motornya.
"Kok nggak naik mobil aja? Panas," usul Melda seraya menyipitkan matanya karena terik matahari yang menyengat.
"Macet, nggak suka aku lama-lama di jalan," jawab Abian.
"Beb!" panggil Melda membuat Abian menatapnya seraya menyipitkan mata.
Ada keraguan dan rasa penasaran di raut Melda.
"Teman kamu cewek apa cowok?" cicitnya seraya menunduk.
"Cowok! Teman teman satu kerjaan aku."
Usai mengatakan itu Abian langsung pergi tanpa mau mendengar tanggapan apapun dari Melda. Dia bahkan menggeleng ketika mengingat raut Melda yang seperti cemburu.
"Dasar, apa di kiranya aku masih mencintainya?Ckckckck!"
*****
Sambil berbalas pesan, Abian bercanda tawa dengan teman-teman seprofesinya. Mereka memang sudah janjian bertemu siang hari ini di sebuah cafe dan ini kerap mereka lalui karena sehari-hari mereka tidak bisa berkumpul dengan bebas dan menyalurkan hobby game mereka.
Sesekali mereka bergosip tentang teman mereka yang susah di ajak keluar bersama seperti ini karena di larang istri.
"Ya, padahal dia yang kerja banting tulang, masa pas hari libur begini aja nggak bisa keluar rumah sama istrinya. Di bawah ketiak istri sih kalau menurut aku," ucap seseorang.
"Makanya aku nggak mau nikah dulu walaupun sudah di paksa sama orang tua aku. Takutnya di kurung terus di rumah," ujar seorang yang masih status lajang.
"Kalau aku, istriku nggak pernah larang-larang aku mau ketemuan dengan siapa pun. Apalagi di hari liburku. Asal kebutuhan di rumah cukup dan terpenuhi," ujar seorang yang lain.
Ucapannya itu membuat beberapa di antara mereka bersorak dan memujinya karena sudah mendapatkan perempuan yang sangat pengertian.
Abian menatap teman-temannya yang asik bermain game sambil bercanda. Dalam hati, dia juga ingin seperti temannya yang beruntung mendapat istri pengertian.
"Hufff," dengan pelan dia menghela nafasnya. Hal mustahil untuk bisa menaklukkan Melda karena Abian sudah tahu sifat wanita itu dulu.
Hari ini mungkin masih di kasih izin keluar karena ada orang tua di rumah. Abian sangat yakin, jika hanya mereka berdua di rumah, sudah pasti dia tidak akan bisa melangkah satu langkah pun dari rumah tanpa keikutsertaan Melda.
"Andai aku menikah dengan Gina," batinnya seraya mengingat wajah kekasihnya itu. Lemah lembut dan sangat pengertian. Tidak pernah marah bahkan ketika Abian yang bersalah, maka Gina lah yang berusaha meminta maaf dan mengaku tidak paham akan diri Abian dan berjanji akan lebih paham lagi ke depannya. Wajahnya yang mungil akan menunduk dan penuh rasa bersalah.
Membayangkan wajah kekasihnya itu membuat Abian rindu padahal baru tadi pagi video call.
"Arghhh Gina, bayangan wajahmu bisa membuatku mabuk," cicitnya sangat pelan.
*******
Melda membongkar semua isi kamar Abian. Letak barang yang bisa di geser atau di pindahkan akan dia pindahkan. Semua sesuka hati dia karena menurutnya,"mungkin ada campur tangan pacar Abian disini."
Sambil beberes, dia juga menggeledah lemari Abian barang kali ada peninggalan kekasihnya disini dan juga membuka laci-laci meja dan menyibak kertas-kertas di dalam laci itu.
Nihil!
Jelas, karena selama berpacaran dengan Gina, walaupun Abian pernah membawa Gina sesekali ke rumahnya. Gina tidak pernah meninggalkan pakaian miliknya disini sebagai stok jika besok besok akan menginap lagi.
Dia akan datang dan pulang dengan pakaian yang sama. Hanya saja, saat di rumah Abian, dia akan mengenakan pakaian Abian. Kalau malam, bahkan tidak berpakaian.
Fotonya bersama Abian juga tidak pernah dia minta untuk di pajang karena dia ingin menghindar dari keluarga Abian yang sesekali datang berkunjung ke kota ini.
"Sialan, dia nipu aku yah tadi malam?" umpat Melda kala mengingat Abian mengatakan pernah melakukan adegan panas dengan pacarnya.
"Mungkin dia mau buat aku cemburu. Masa tidak ada tanda-tanda ada perempuan di rumah ini. Bahkan di tas dia juga tidak ada," ucapnya seraya tersenyum.
Matanya menangkap laptop Abian yang tergeletak di atas nakas. Segera dia mengambil laptop itu dan mencoba membukanya.
"Apa yah passwordnya," ucapnya seraya meletakkan dua jari di dagu.
Dengan tanpa ragu, dia mengetikkan tanggal ulang tahun Abian dan binggo! Terbuka!
Dengan lancangnya dia memeriksa folder dan tidak menemukan hal lain disana kecuali tentang pekerjaan Abian.
Ada satu folder foto dan isinya adalah foto-foto keluarga dan foto-foto lama. Mungkin karena memori ponsel tidak mencukupi jadi di pindah ke laptop.
Melda tersenyum karena dia melihat ada foto-fotonya dulu dan juga video saat mereka pergi liburan beberapa kali.
"Benar, dia hanya mau bikin aku marah dan cemburu. Sebenarnya, dia hanya mencintai aku," ucapnya bangga seraya lanjut membuka foto demi foto yang ada di folder itu.
Kini, dia sudah sangat yakin bahwa Abian adalah seorang jomblo. Jika pun punya teman dekat perempuan, itu mungkin hanya untuk bersenang-senang sebagai pria dewasa yang sudah pernah merasakan kesenangan.
"Kita memang jodoh, Beb. Aku dan kamu sama-sama tidak nyaman dengan orang lain. Semoga kita langgeng yah!" ucap Melda penuh harap.
Tanpa dia sadari, dia jatuh tertidur dengan laptop yang terbuka di hadapannya.
Mungkin karena lelahnya dia tadi malam, dia tertidur sangat lama sehingga tidak mendesak Abian untuk segera pulang.
Sementara pria itu, dia sedang panas-panasan dengan kekasihnya bernama Gina itu. Saling memuaskan masing-masing karena tadi pagi mereka bekerja sendiri.
"Ginaaaaah, I love you!" desah pria itu di ujung pendakiannya.
"Love you too, Yang!" balas wanita itu seraya memejamkan mata menikmati pelepasan yang begitu puasnya sampai kakinya menegang.
"Hah!" suara nafas Abian sambil dia berguling di sisi wanitanya itu lalu menariknya ke dalam pelukannya.
"Main disini menyenangkan karena harus sembunyi-sembunyi," ucapnya di punggung Gina. Sesekali bibirnya menjalar di pundak polos itu dan memberi sensasi menggelikan di saat sisa pelepasan masih ada.
Kos Gina memang bisa menerima tamu laki-laki bahkan ada yang pernah menginap juga. Hanya saja, tidak etis rasanya jika suara desahan sampai terdengar ke kamar sebelah. Itu sebabnya mereka menahan suara dan mengatakan sembunyi-sembunyi.
"Enakan di rumah kamu, bisa teriak!" balas Gina seraya meraba pusaka pria itu dan menarik karet pengamannya.
"Banyak juga!" ucapnya melihat isi karet itu lalu meletakkannya di atas meja kecil di samping kasur setelah membungkus dengan tissu.
"Masih ada sepertinya, mau lihat lagi?" pancing Abian seraya merapatkan pelukannya dan tangannya bergerilya di bawah sana membuat Gina mendesah tertahan sambil memejamkan mata.
Tangannya mencakar tangan Abian yang satu lagi yang sedang bekerja di dadanya.
"Akhhh," desah wanita itu kala dia merasakan tusukan dari belakang. Dia menggigit bibirnya sendiri kala kenikmatan itu kembali datang di saat yang pertama masih menyisakan ujung rasa itu tadi.
"Akhhh, Yang. Lagi!" pinta Gina membuat Abian menggila.
Keduanya kembali terlena dalam kubangan dosa karena kenikmatan yang tiada tara.
"Ja-- jangan akh.. Yang.. Jangan di dalam," ucap Gina terbata setelah sadar mereka tanpa pengaman.
"Iyah, nanti aku keluar di luar. Gimana rasanya?" jawab Abian seraya bekerja. Kini bibirnya juga mengecupi punggung kekasihnya itu sambil terus memompa.
"Luar biasa!" jawab Gina sambil tertawa.
Ya, selama ini, mereka selalu menggunakan karet pengaman karena takut bobol. Makanya Gina sedikit takut tapi tidak rela berhenti karena kenikmatan sudah di depan mata.
"Ginaaaahhh," bisik Abian di telinga wanita itu seraya menampar bokongnya lalu mereka saling menindih dengan posisi telungkup.
"Ihhh, katanya di luar kok di dalam? Aku nggak mau hamil yah!" ucap Gina seraya berusaha mendorong Abian lalu berlari ke kamar mandi dan segera membersihkan diri. Menyabuni area kewanitaannya beberapa kali dan memaksa untuk buang air kecil untuk membuang apa yang di masukkan Abian ke dalam tubuhnya.
"Hehehehe, maaf yah. Kelupaan keluar karena enaknya," ucap Abian di ambang pintu. Bagi pria itu, apapun yang dia masukkan ke dalam Gina tidak akan bekerja lagi karena itu sudah sisa sisa. Dia sudah mengeluarkan sari patinya pada Melda tadi malam lebih dari sekali, di tambah tadi pagi saat solo running dan juga barusan di karet pengaman Gina.
"Tenang, percaya sama aku deh. Kamu nggak akan buncit tiba-tiba. Atau kalau kamu masih ragu, aku bisa belikan pil kb buat kamu," ucap Abian seraya masuk dan menarik wajah Gina untuk menghadap padanya.
Wanita itu masih saja menunjukkan raut marah-marah manja dan sedikit ketakutan.
"Maaf yah udah bikin kamu khawatir. Tapi percaya sama aku, kamu akan baik-baik saja."
Gina POVMenjadi yang kedua bagi seorang pria tidak pernah terbersit dalam pikiranku bahkan sejak aku mulai jatuh cinta di usia muda.Aku ingin menjadi satu-satunya tapi takdir berkata lain.Aku harus menerima bahwa pria yang menikahiku adalah mantan pacarku yang pernah menikah lalu bercerai. Cerai hidup.Cerai hidup ternyata tidak semuanya berjalan mulus tanpa menyimpan dendam atau kemarahan yang terang-terangan.Aku tidak tahu siapa yang benar dan salah di antara mereka berdua tapi apa pun itu Abian akan menjadi pihak yang benar dalam pikiranku.Abian mengatakan kalau dia mengajukan cerai karena istrinya Melda berselingkuh dan kepergok sama dia. Sementara Melda pernah berkoar-koar Abian yang selingkuh dan menuduhku juga salah satu selingkuhan Abian.Tapi balik lagi karena cinta dan mungkin sudah takdirku menjadi pasangan Abian.Aku melawan orang tuaku hanya untuk bisa bersama Abian. Ayahku meninggal karena shock dan kena serangan jantung lalu ibuku berhari-hari tidak bicara padaku k
Di malam hari, Gina sering bertanya-tanya dalam hati tentang perjalanan rumah tangganya.Semakin kesini Abian semakin menjadi.Ketika di tanya dan di perjelas apakah Abian mencintai Gina dengan tulus, jawabannya selalu sama."Tulus. Jangan pernah meragukan cintaku. Hidupku tidak akan bermakna tanpa kamu, tanpa Moses."Namun kenyataannya seperti tidak sesuai dengan apa yang selalu dia katakan."Apa ini karmaku Tuhan?" bisik Gina ketika mengingat kembali sikap Abian.Menurutnya itu jauh berbeda ketika mereka berpacaran. Sekarang, Abian lebih senang bermain di luar dengan teman-temannya tapi akan mengeluh dan mengelak dengan berbagai alasan jika Gina mengajaknya sekedar healing tipis-tipis.Macet, cuaca yang panas dan tidak ada tempat menarik buat refreshing di sekitar tempat tinggal kita, itu lah alasan yang sering Abian ucapkan ketika menolak.Alhasil Gina pun hanya bisa menerima kenyataan kalau dirinya sekarang hanya akan berada di kantor dan di rumah"Kamu lagi senggang?" tanya Abian
Menangis dalam diam dan di kesendirian.Itulah yang Gina lakukan akhir-akhir ini.Dua bulan masa cutinya sudah berakhir dan dalam dua bulan itu benar-benar luar biasa baginya karena dia bisa bertransformasi dari gadis tidak tahu apa-apa menjadi ibu yang serba bisa. Tidak tidur di malam hari tapi harus melek juga sepanjang hari.Bulan ini dia sudah mulai bekerja dan untungnya ibunya masih tinggal bersama mereka jadi dia tidak begitu kerepotan."Bu, coba tanya di kampung, ada nggak yang mau kerja sama Gina? Nanti kalau ibu pulang, yang bantu rawat adek siapa."Aaaa, lupa. Bayinya dinamai Moses Junimanta."Kayaknya nggak ada yang cocok deh Nak. Kalau cari disini nggak ada? Cobalah tanya tetangga atau teman satu kantor kamu."Selama dua bulan lebih setelah Gina bekerja, ibunya masih tinggal bersama mereka untuk menjaga Moses karena belum ada yang cocok untuk menjadi babysitter. Walaupun ibunya sudah mulai merengek minta pulang tapi tetap bertahan karena melihat Gina yang masih bekerja."A
"Operasi aja ya," pinta Abian pada Gina yang sudah berkeringat dingin.Ya, hari ini Abian tidak ngantor karena saat hendak berangkat tadi Gina langsung meringis kesakitan sambil membungkukkan badannya.Mengeluhkan sakit mulas dan tiba-tiba air ketubannya udah merembes.Gina yang sudah cuti dan memang sudah mempersiapkan semua keperluan melahirkan sejak dia cuti.Namun, dia tidak menyangka mules dikit tadi subuh berkelanjutan hingga pagi dan sekarang sampai tidak tertahan lagi.Sudah seharian di rumah sakit namun pembukaannya tidak bergerak.Jalan mondar mandir di ruangan bahkan menggunakan gymball tetap saja tidak ada perubahan tetapi dia ngotot harus lahiran normal."Dokter bilang kan masih bisa menunggu sebentar lagi. Kita tunggu aja," jawab Gina seraya meringis karena kebetulan dia mules lagi.Di tengah gelombang cinta yang sedang naik, Gina meraih tangan Abian sambil mengomel."Lihat ini perjuangan bini kalau mau lahiran. Tapi masih berani-beraninya kalian selingkuh atau berniat s
"Kamu kenapa basah begitu?"Gelas di tangan Abian jatuh ke lantai hingga menimbulkan suara yang nyaring di tengah malam."Yang, kamu nggak apa-apa?" Gina gegas melangkah dn berniat untuk membersihkan pecahan gelas itu."Maaf ya, aku bikin kamu kaget ya."Abian yang tadinya sudah takut karena menduga bahwa Gina mengetahui apa yang barusan dia lakukan dan pemikiran itu membuat otaknya berhenti berpikir untuk mencari jawaban yang pas untuk Gina. Namun setelah mendengar satu kalimat Gina, pijar di otaknya langsung menyala."Jangan! Biar aku aja!" Abian langsung merampas sekop dan sapu dari Gina.Di lihat dari respon Gina, sepertinya moodnya sudah balik ke awal.Abian berdehem beberapa kali sambil menyusun kalimat bohongnya."Aku nggak bisa tidur dari tadi. Aku udah coba ketuk pintu kamar mau minta bantal dan selimut tapi kami nggak buka," ujar Abian dengan lancar dan wajahnya benar-benar di buat sendu."Aku push up biar capek terus tidur, ternyata nggak bisa juga."Gina yang cinta mati se
Malam itu,Melda menari di depan cermin karena sebentar lagi dia akan pergi dengan Abian.Ya, baru saja dia menerima pesan kalau Abian akan datang dan mengajak putra mereka, Arion jalan-jalan.Itu semua karena Melda memaksa Arion mengirim pesan suara pada Abian padahal setelahnya dia mengirim Arion ke rumah neneknya."Malam ini kita akan pesta, Sayang!" ujarnya pada diri sendiri.Tak lama, pintu di ketuk dan begitu dia membuka pintu, dia langsung menyeret Abian ke rumah dan langsung menciumnya membabi buta."Sayang, aku kangen. Kenapa lama sekali datang."Abian mendorongnya hingga mundur tiga langkah. "Apa-apaan kau? Mana Arion. Kami mau pergi sebentar," jawab Abian sambil mengusap bibirnya yang masih basah.Dia tidak mau kena jebakan Melda yang licik itu."Kerumah Mama."Abian langsung berbalik dan bermaksud ke rumah mantan mertuanya yang hanya ada dua blok dari rumah Melda.Namun kalimat Melda menghentikannya, "Aku yang suruh dia kesana agar kita punya waktu bersama. Aku kangen Bi.