Share

Bab 3. Malam kelam

"Kemana sih Pah anak itu, selalu saja begini. Apa dia udah gak mau lagi ketemu sama orang tuanya lagi?" gerutu Adelia, Mamahnya Davin. Wajah wanita itu terlihat kesal.

"Sabar Mah, lagian nanti juga ketemu di Hotel. Davin 'kan bilang, kalau dia mau istirahat dulu di Apartemen-nya!" sahut Pak Wijaya, lembut. Ia mencoba menenangkan sang istri yang sadari terus mengoceh.

"Di sini juga bisakan Pah? Sama aja. Mamah yakin Davin pasti sengaja menghindar dari kita," ketusnya.

"Jangan bicara seperti itu Mah, Mamah harus mengerti posisi Davin, mungkin dia cepek. Hari-harinya sibukkan dia!" 

"Lagian jarak kantor dengan Apartemen Davin lebih dekat dari pada kesini," lanjut Wijaya.

"Papa selalu saja belain Davin." Adelia menekuk wajah kesal. Suami sama anaknya sama sekali tidak bisa mengerti dirinya.

"Sudah ah, sebaiknya kita siap-siap. Malam inikan pesta Anniversary pernikahan kita, gak boleh marah-marahan ya Mah!" goda Wijaya kepada istrinya.

"Mamah gak marah-marah Pah, Mamah cuman kesel aja sama Davin. Pasti dia sengaja gak berangkat bareng kita, dia pasti gak mau Mamah suruh nikah," rengek Adelia. Dengan suara sedikit manja.

Wijaya terkekeh melihat tingkah istrinya itu.

"Ya sudah, kalau begitu Mamah jangan paska-paksa Davin lagi. Davin udah dewasa biarin dia nentuin jalannya sendiri," ucap Wijaya.

"Iya Pah, Mamah tau! Tapi usia Davin itu sudah cukup untuk membina rumah tangga. Bukan hanya itu, Mamah gak mau Davin itu terus mengharapkan gadis masa lalunya itu, belum pasti mereka bersama, bahkan kita tidak tau keberadaannya sekarang dimana? Bagaimana kalau kenyataan wanita itu sudah menikah?" jelas Adelia.

"Mah kita sudah sering membahas tentang ini, biarkan Davin yang menentukan sendiri. Lebih baik kita doakan saja, agar Davin mendapat mendapatkan wanita yang tepat, siapa pun wanita itu."

Adelia menghelai nafasnya, memang benar yang dikatakan suaminya itu, namun sebagai seorang Ibu Adelia hanya takut, takut suatu hari nanti Davin mendapati kenyataan yang pahit.

***

Sementara itu Davin terlihat sudah rapi dengan setelan jas berwarna abu-abu.

"Ayo kita berangkat Ken," ajaknya.

"Baik bos." 

Mereka pun keluar dari Apartemen tersebut. Sekertaris Ken langsung melajukan mobilnya menuju hotel.

Tak lama kemudian mereka sampai, Davin dan sekertaris Ken, langsung berjalan menaiki Lift menuju lantai dua belas. Dimana tempat pesta di selenggarakan di lantai tersebut.

Ting...

Pintu lift terbuka, Davin dan sekertaris Ken melangkahkan kakinya keluar dari lift tersebut.

Keadaan pasta terlihat mewah dan meriah. Beberapa tamu undangan terlihat sudah hadir di acara pesta tersebut.

Mamah dan Papa Davin juga terlihat sudah ada disana, mereka tengah menyapa tamu-tamunya.

Adelia dan Wijaya memang sengaja menggelar pesta yang cukup mewah dan meriah. Mengundang banyak tamu, seperti keluarga, sahabat dan rekan bisnis mereka. 

Tidak ada maksud apa-apa, hanya sekadar untuk bersilaturahmi saja.

Sementara itu di balik kerumunan orang-orang yang tengah menikmati pesta tersebut, Yutta terlihat sangat sibuk, ia berbolak-balik menyajikan makanan ke setiap meja tamu, semakin malam tamu semakin berdatangan. Namun Yutta terlihat masih begitu bersemangat melakukan pekerjaanya. 

"Yutta... " Panggil pak Indra. 

Yutta yang mendengar panggilan tersebut pun, langsung berjalan kearah atasannya itu.

"Iya Pak, ada apa?" tanya Yutta dengan ramah.

"Yutta, kamu anterin minuman ini ke kamar 302 ya, ada di lantai 13," pinta Pak Indra.

"Tapi saya belum selesai Pak!" tolak Yutta dengan ramah.

"Gak apa-apa, kamu anterin ini saja dulu. Nanti setelah itu kamu ke sini lagi, oh iya ingat kamu harus bersikap sopan, minuman itu untuk pak Davin, dia anak dari yang punya hotel ini." 

"Baik Pak." Yutta mengangguk, lalu ia berjalan membawa nampan yang berisi minuman tersebut, ke kamar Davin.

***

Sementara itu, di dalam kamar Hotel. Davin terlihat sedang meneguk minuman yang mengandung alkohol, entah sudah habis berapa gelas, yang pasti sudah ada dua botol kosong di hadapannya.

Sekertaris Ken juga terlihat berada di sana, sedari tadi ia terus berusaha membujuk Davin, agar menyudahi minumnya. Namun Davin sama sekali tak menghiraukannya.

"Bos, sebaiknya kita kembali ke pesta. Nyonya dan pasti mencari Bos,'' ajak sekertaris Ken.

"Kau saja Ken, aku tidak mau. Bilang saja aku sedang istirahat, pasti mereka paham," tolak Davin, ia meneguk minuman yang ada di gelas kecil. Dan itu gelas terkahir.

"Tapi Bos--"

"Sudahlah Ken, kau ini berisik sekali. Kau taukan aku tidak suka keramaian," bentak Davin. Memotong ucapan Ken yang belum selesai.

Sekertaris Ken akhirnya pasrah, ia berjalan keluar dari kamar tersebut.

"Ken tunggu!" 

Sekertaris Ken menghentikan langkahnya, lalu menoleh.

"Iya Bos, ada apa?" tanya Ken. Walaupun sedikit kesal pada Bosnya itu, namun Ken masih berbicara dengan ramah.

"Aku ingin minum lagi, suruh mereka mengantarkannya kesini," titah Davin.

"Tapi Bos, Bos sudah menghabiskan dua botol dan itu kadar alkoholnya tinggi," ucap sekertaris Ken mencoba mengingatkan Bosnya itu, karna ia takut terjadi hal-hal yang buruk. Apa lagi ia melihat kini Davin sudah mulai mabuk.

"Cepet Ken, apa kau mau aku pecat hah?" Davin meninggikan suara.

Sekertaris Ken menghelai napasnya. 

"Baik Bos, nanti saya akan suruh orang mengantarkannya ke sini."

Davin tersenyum smirk, sambil mengangkat jempolnya. Sekertaris Ken hanya mengelengkan kepala, lalu ia berjalan kembali, keluar dari kamar tersebut.

Usai kepergian sekertaris Ken, Davin mulai merancau tidak jelas. Sesekali ia tersenyum, lalu wajahnya terlihat sedih. 

"Lian, kau dimana gadisku, aku merindukanmu. Mengapa sulit sekali menemukanmu," ucap dengan suara yang berat.

Tak lama kemudian, terdengar suara ketukan pintu.

Tok tok tok

"Masuk..." teriak Davin.

Yutta masuk ke dalam kamar tersebut, membawa nampan yang berisi botol minuman tersebut.

"Ini tuan," ucap Yutta, ia meletakan botol minuman tersebut di atas meja, yang berada di hadapan Davin.

"Buka dan tuangkan," pinta Davin. Yutta menuruti apa yang di perintahkan Davin, ia membuka tutup botol minuman tersebut, lalu menuangkan ke gelas kecil.

Davin meraih gelas tersebut, ia meneguk minuman tersebut sampai tandas.

"Lagi," ucap Davin.

Yutta kembali menuangkannya, sampai satu botol minuman tersebut habis.

"Maaf tuan saya permisi," pamit Yutta, ia merasa sudah terlalu lama di sana. Terlebih masih ada kerjaan yang harus ia kerjaan, karna pesta belum usai. Di tambah Yutta merasa tidak nyaman, hanya berduan di dalam kamar tersebut bersama Davin.

Tanpa persetujuan Davin, Yutta pun mulai melangkahkan kakinya, dari hadapan Davin.

Namun Yutta berhenti, saat merasakan tanganya ada yang menarik.

"Jangan pergi.'' Davin menahan Yutta. Menarik tangannya.

"Lepaskan saya tuan." Yutta berusaha melepaskan tanganya yang dicekal oleh Davin. 

"Jangan pergi aku mohon, aku merindukanmu. Jangan tinggalkan aku lagi," ucap Davin dengan suara beratnya, akibat pengaruh minuman tadi, ia menyangka kalau Yutta adalah gadis masa lalunya.

"Tuan saya mohon, lepaskan saya!" Yutta memberontak, namun Davin malah menarik Yutta, hingga Yutta jatuh di pelukannya.

Yutta semakin memberontak, dengan tubuh yang mulai bergetar, ketakutan. Namun semakin Yutta memberontak, semakin Davin mempererat pelukannya, hingga wanita itu tidak bisa bergerak.

Davin yang sedang kacau dan kesadaran tidak stabil tersebut, membuat pikiranya tidak bisa berpikir dengan jernih.

"Tu—tuan, apa yang akan anda lakukan?" tanya Yutta, dengan penuh ketakutan.

Yutta berteriak meminta tolong, berharap ada orang yang mendengarnya, saat Davin mulai menjatuhkannya ke atas kasur. Namun sayangnya kamar tersebut kedap suara, sekeras apa pun Yutta berteriak sudah di pastikan tidak akan ada orang yang mendengarnya.

Yutta mencoba mendorong tubuh Davin, namun sia-sia tenaganya, kalah besar dengan tenaga Davin.

Yutta hanya bisa menangis, saat Davin melakukan hal yang membuatnya terluka.

Air mata terus mengalir deras dari pelupuk mata indahnya. Davin sama sekali tidak menghiraukan isakkan tangis pilu Yutta.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status