Share

Bab 4. Kamu harus menikahinya!

Yutta terisak tangis, dengan tubuh yang di balut selimut, menutupi tubuhnya yang polos.

Hancur berkeping-keping rasanya, ia merasa jijik dengan tubuhnya sendiri. Merasa terhina. Mengapa? Mengapa, semua jadi seperti ini, hidupnya sudah cukup sulit dan sekarang Yutta harus merasakan masalah yang sangat-sangat berat.

Mahkota yang selama ini ia jaga, di renggut begitu saja oleh laki-laki yang tidak ia kenal sama sekali. Yutta menoleh kearah Davin, laki-laki yang sudah merenggut mahkotanya itu, nampak tertidur pulas. 

***

Sementara itu, di pesta yang masih berlangsung. Orang tua Davin mencari-cari sosok putranya itu.

Davin tidak terlihat batang hidungnya, usai Davin memberi selamat dan memberikan kado untuk mereka. Hingga pesta hampir usai, Davin masih tak terlihat lagi di sana.

Adelia dan Wijaya pun menghampiri sekertaris Ken, untuk menanyakan keberadaan Davin. Usai para tamu undangan sudah mulai meninggalkan pesta tersebut.

"Ken, apa kamu liat Davin?" tanya Adelia.

"Kemana Davin Ken?" timpal Wijaya.

"Bos Davin sedang istirahat di kamar Nyonya, Tuan," jawab Ken. Ken tak berani menatap kedua orang tua Davin.

"Ken kau taukan, kita sedang mengadakan pesta. Kenapa kau tak memaksanya untuk bergabung?" pekik Adelia. Ia merasa kecewa, biasanya Ken bisa membujuk Putranya itu.

"Saya sudah memaksa Nyonya, tapi Bos tetap tidak mau. Nyonya tau sendirikan, kalau bos tidak suka keramaian," jelas Ken. 

"Antarkan saya ke kamarnya cepat!" pinta Adelia.

Sekertaris Ken menganggukan kepalanya.

"Mari Tuan, nyonya," ujar Ken, mempersilahkan kedua orang tua Davin berjalan terlebih dahulu.

Wijaya dan Adelia pun mulai melangkahkan kakinya, di ikuti oleh sekertaris Ken yang berjalan di belakang mereka.

Mereka berjalan masuk menuju lift, sekertaris Ken menekan tombol lantai 13. Tak lama kemudian mereka sampai, usai lift terbuka mereka langsung berjalan menuju kamar Davin.

"Ini kamarnya tuan," ucap sekertaris Ken.

Brakkk...

Wijaya langsung membuka pintu kamar tersebut dengan keras. 

Yutta terlonjak kaget saat mendengar pintu terbuka dengan keras, ia langsung menoleh kearah pintu tersebut.

Adelia, Wijaya dan sekertaris Ken, tak kalah terkejut, mendapati Davin yang tengah tertidur pulas dan di sampingnya terlihat ada wanita yang sedang terisak tangis. Pakaian terlihat berserakan di lantai kamar tersebut.

Sudah dipastikan pasti sudah terjadi sesuatu antara Davin dan wanita itu.

"Apa-apa ini?" teriak Wijaya. Ia langsung masuk menghampiri mereka, dengan wajah penuh amarah.

Sementara itu, Yutta nampak ketakutan. Air mata semakin meluncur deras membasahi pipinya. Yutta bertanya-tanya, siapa mereka? Tapi Yutta merasa tidak asing dengan wajah Adelia dan Wijaya.

"Davin..." Panggil Wijaya dengan suara yang keras.

Davin yang tertidur langsung membuka matanya, ia begitu terkejut melihat kehadiran kedua orang tuanya, apa lagi melihat ada Yutta yang berada di sampingnya.

"Pa—papa..." Davin terbata-bata. 

Plakk...

Satu tamparan mendarat di pipi sebelah kanan Davin.

"P—pa, Davin bi—"

Plak...

Belum saja Davin melanjutkan ucapnya. Satu tamparan mendarat kembali di pipi sebelah kiri Davin.

"Dasar anak kurang ngajar kamu, apa yang sudah kamu lakukan Davin?" tanya Wijaya penuh amarah.

"Cukup!" teriak Adelia.

Sebagai seorang ibu, Adelia tak kuat melihat suaminya kasar kepada Davin, walau pun ia tau Davin sudah melakukan kesalahan besar. Namun kekerasan tidak akan menyelesaikan semuanya.

Sementara Yutta, ia hanya diam ketakutan masih dengan terisak tangis. Semua badannya terasa gemetar, lidahnya terasa kelu, bibirnya terasa ada yang mengunci. 

"Sudah Pah, kekerasan tidak akan menyelesaikan semuanya," lanjut Adelia. Ia mencoba meredakan amarah suaminya. Ia tau suaminya itu kecewa pada Davin. Adelia juga merasakan hal yang sama, bahkan rasa kecewa lebih dalam. 

"Davin jelaskan semuanya pada Mamah dan Papa," pinta Adelia. Terdengar penuh penekanan.

Wijaya mengusap wajahnya dengan kasar. Ia merasa menyesal telah menampar Davin. Wijaya terbawa esmosi, untuk pertama kalinya ia berbuat sekasar ini kepada putranya itu.

Karna Wijaya benar-benar sangat kecewa dan marah kepada Davin, tak menyangka kalau putranya itu akan berbuat sehina ini. Sungguh memalukan! Dosa apa selama ini Wijaya, hingga mempunyai putra seperti Davin. Selama ini Wijaya dan Adelia selalu mendidik Davin agar jadi anak yang baik, mengajarinya untuk menghargai wanita, tapi apa? Lihatlah apa yang sudah putranya itu lakukan, Davin menodai wanita itu.

"Pakai dulu baju kalian, kami akan menunggu penjelasan dari kalian, titah Wijaya. Lalu ia berjalan keluar dari kamar tersebut, di ikuti oleh istrinya dan sekertaris Ken.

Yutta turun dari ranjang tersebut, masih dengan balutan selimut yang menutupi tubuh polosnya, Yutta memunguti semua pakaiannya yang berceceran di bawah lantai kamar itu. Davin nampak acuh tak menghiraukannya, walau pun melihat Yutta yang berjalan tertatih-tatih karna menahan sakit dan perih di daerah sensitifnya. 

Yutta pun berjalan menuju kamar mandi. 

Davin terkejut saat melihat ada bercak merah di atas seprai kasur tersebut.

"Apa? Dia masih perawan?" gumam Davin. Ada rasa bersalah menghinggap di hati Davin.

"Sial kenapa aku tidak bisa mengontrol diriku sendiri," gerutu Davin. Menyesal? Tentu saja. Ini untuk pertama kalinya Davin melakukannya.

Davin pun mulai memakai kembali pakaiannya. Entah harus bagaimana Davin sekarang, bagaimana menjelaskan semuanya kepada orang tuanya? 

Orang tua Davin kembali masuk ke dalam kamar tersebut, Davin terlihat sudah memakai pakaiannya kembali. 

Adelia dan Wijaya menatap Davin dengan tatapan yang sulit diartikan. Sementara Davin ia hanya menundukkan kepalanya, gugup dan takut terlihat dari diri Davin.

Tak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka, sosok Yutta terlihat keluar dari kamar mandi tersebut, dengan pakaian yang sudah membalut rapi tubuhnya, Yutta berjalan menghampiri mereka semua dengan kepala yang menunduk. Yutta sekarang tau, kalau mereka itu orang tua Davin. 

"Sini..." Panggil Adelia kepada Yutta, entah mengapa Adelia merasa tidak asing dengan Yutta, ia merasa pernah kenal dengan gadis itu sebelumnya. Entahlah, entah itu perasaan Adelia saja, atau memang ia merasa iba kepada Yutta. Karna Adelia tau, ini bukan salah Yutta, sudah di pastikan ini salah putranya. 

Melihat wajah Yutta yang sengat tertekan dan ketakutan sudah di pastikan kalau Yutta adalah korban, korban dari nafsu bejad sang anaknya.

Yutta duduk di samping Adelia. Adelia meraih tangan Yutta. Sebagai seorang wanita Adelia tau betul bagai mana perasaan Yutta saat ini.

"Siapa namamu?" tanya Adelia.

"Yu--yuta..." Jawab Yutta terbata-bata.

Adelia tersenyum, ia mengusap rambut Yutta. Berharap rasa ketakutan di diri gadis itu mereda.

"Kenapa rasanya aku tidak asing dengan orang tua laki-laki ini," gumam Yutta. Otaknya mulai berputar mengingat-ingat kembali. Dimana dia pernah bertemu dengan mereka? Namun sayangnya Yutta tak mengingat.

"Pah, mah. Sumpah demi apa pun, Davin khilaf melakukan ini Pah, Mah. Davin sedang mabuk jadi Davin gak bisa kontrol diri Davin." Davin mulai membuka suaranya. Raut wajah penyesalan terlihat jelas dari wajah laki-laki itu.

"Maafin Davin Pah, Mah...," ucap Davin lagi.

"Kamu benar-benar keterlaluan Davin. Harusnya kamu bukan minta maaf sama Papa dan Mamah, harusnya kamu minta maaf sama Yutta. Wanita yang sudah kamu perlakukan tidak baik, kamu sudah mengotorinya!" pekik Wijaya.

"Yutta saya minta maaf, saya tidak bermaksud melakukan itu sama kamu, kamu juga liatkan tadi kalau saya melakukan itu sama kamu karna saya mabuk," ucap Davin sambil melihat kearah Yutta. Berharap wanita itu memaafkannya, dan mengerti posisinya. Agar masalah ini selasai.

Namun Yutta hanya terdiam dengan kepala yang masih tertunduk. Entah bagaimana Yutta harus menjawabnya, di sini memang dia korbannya, Yutta tau memang Davin tadi mabuk. Tapi untuk membiarkan begitu saja, menurutnya tidak adil. Bagiamana kalau nanti Yutta hamil?

"Kamu harus menikahi Yutta!" tegas Adelia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status