Share

4. DIMAS MAHENDRA

Tidak ada satupun perempuan yang pernah dekat dalam hidup Dimas. Dulu, ketika SMA Dimas pernah mencoba mendekati salah seorang teman sekelasnya. Nama perempuan itu Nirmala.

Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari Mala. Kecuali otaknya yang luar biasa. Dia tidak cantik seperti teman-temannya yang lain. Namun, si kulit sawo matang itu akan terlihat sangat manis jika sedang tersenyum. Seingat Dimas, selama dia mengenal Mala, tidak pernah sekalipun Dimas melihat Mala tampil wah. Dia sangat sederhana.

Namun, ternyata itulah awal mula Dimas harus meneguk kecewa. Setelah setahun melakukan pendekatan dan yakin kalau Mala juga memiliki perasaan yang sama dengannya, Dimas memberanikan diri untuk mengutarakan apa yang selama ini ada di hatinya.

“Maaf, aku nggak bisa jadi pacar kamu, Dimas.” Jawaban Mala yang disampaikan dengan lemah lembut itu mampu menghantam dinding hati Dimas. Siang menuju sore yang masih terasa menyengat seakan membakar kecewa yang kini mulai hadir di hati Dimas.

“Kenapa, Mala? Aku pikir selama ini kita dekat dan sangat cocok. Kamu juga tidak pernah menghindari perhatianku.” Dimas meremas rambutnya gamang.

“Kita nggak pantes. Kamu itu Mahendra. Aku tahu diri siapa aku. Kalau selama ini kita dekat, karena aku merasa kamu sangat baik. Aku tidak punya alasan untuk menjauhi kamu.” Mala menjawab dengan suara bergetar. Dimas dapat merasakan itu. Apalagi ketika Dimas melihat mata Mala. Ada genangan air yang sengaja ditahannya agar tidak keluar.

“Aku bukan Mahendra yang kamu bayangkan. Aku tidak sama dengan teman-teman kita yang selalu membanggakan nama belakang mereka. Aku suka kamu karena selama ini kamu tidak pernah membahas tentang keluargaku.” Suara Dimas seakan tercekat di tenggorokannya. Banyak sekali yang ingin dia katakan, namun akhirnya Dimas memilih diam.

Dimas bisa memahami apa yang ada di pikiran Nirmala. Kehidupa mereka memang sangat berbeda jauh. Dimas bisa masuk di sekolah elit itu jelas karena dia seorang Mahendra. Sulung dari Cipta Mahendra, salah seorang pengusaha yang setiap tahun tidak pernah bergeser dari posisi dua puluh orang terkaya di Indonesia.

Dimas terlahir sepaket dengan kemewahan dan tanggung jawab besar kepada keluarganya. Selain karena dia anak sulung, Dimas juga satu-satunya anak lelaki di keluarga itu. Kedua adiknya perempuan. Tidak mungkin mewarisi raksasa bisnis Mahendra.

Sejak kecil, kedua orangtuanya selalu memberikan yang terbaik untuk Dimas. Termasuk sekolah dan pergaulannya. Teman-teman Dimas bisa dihitung dengan jari. Itupun setelah mereka lolos seleksi oleh sang mama.

Lulus SMP, Dimas rencananya akan dikirim untuk melanjutkan sekolah di luar negeri. Di sini awal mula Dimas berani menolak perintah kedua orangtuanya. Dimas meminta agar bisa tetap sekolah di Jakarta. Setelah diskusi yang sangat alot, Dimas boleh sekolah di Jakarta. Tentu saja bukan sekolah sembarangan. Koneksi Mahendra yang sangat mengelindan, membuat semua selolah terbaik di Jakarta membuka lebar pintu masuk untuk Dimas.

Hal yang berbeda dialami oleh Nirmala. Gadis itu harus berjuang keras untuk bisa masuk di sekolah ini dengan mengandalkan beasiswa. Ayahnya yang bekerja sebagai satpam di sebuah pabrik garmen di Bogor dan ibunya yang berjualan kue rumahan membuat Nirmala awalnya urung daftar di sekolahnya sekarang. Namun, ketika membaca surat pemberitahuan yang mangabarkan bahwa Nirmala diterima dan berhak memperoleh beasiswa penuh, ayahnya tak ragu untuk menganggukan kepala tanda setuju terhadap pilihan putrinya.

Nirmala pindah ke Jakarta. Jangan dibayangkan dia tinggal di kost mewah. Dia menumpang di rumah pamannya yang merupakan adik dari ayahnya. Setiap hari, sepulang sekolah Nirmala akan membantu paman dan bibinya yang membuka kedai mie ayam bakso.

Pukul tiga dinihari Nirmala sudah bangun untuk menggoreng dan menyiapkan beberapa kue tradisional yang akan dia bawa ke sekolah dan dititipkannya di kantin sekolah. Meski tidak banyak, hasilnya sangat lumayan. Bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan harian Nirmala.

Tidak ada kamus pacaran dalam benak Nirmala. Baginya, pacaran hanya membuang-buang waktu dan mengganggu konsentrasinya dalam belajar. Meski dia juga memiliki ketertarikan yang sama kepada Dimas, namun Nirmala berulang kali mengingatkan dirinya kalau perasaan cinta itu hanya akan menghambat jalannya menuju masa depan. Bukan mustahil akan mempersulit Dimas juga. Nirmala sering mendengar dari teman-temannya yang orang kaya seperti Dimas. Mereka biasanya sudah dijodohkan sejak kecil oleh orang tua mereka. Tujuannya jelas, agar bisnis mereka tetap aman atau semakin berkembang.

“Kamu memang beda dari yang lain, Dim. Itulah mengapa aku bisa berteman baik dengan kamu. Tapi aku nggak bisa kalau jadi pacar kamu. Lebih baik kita fokus sekolah aja ya. Tenang, aku bakalan tetep jadi teman baik kamu kok.” Senyum teramat manis tersungging di bibir Nirmala.  

 Kalau ada yang ingin disesali dari hidupnya saat ini, Dimas akan mengatakan tanpa ragu bahwa nama Mahendralah yang sangat ingin dia ganti. Dimas sering membayangkan kenapa tidak dia saja yang harus memulai semuanya dari nol. Kenapa harus sang ayah Cipta Mahendra yang merintis semuanya?

Ya, kekayaan Cipta Mahendra memang bukan berasal dari warisan kedua orangtuanya. Cipta meraih semuanya berkat ketekunan, keuletan, dan kerja kerasnya yang tidak pernah mengenal waktu. Di usianya yang baru sepuluh tahun, Cipta sudah membantu orangtuanya berdagang hasil bumi di pasar.

Setiap uang yang dia peroleh selalu ditabungnya. Duduk di bangku SMP Cipta sudah berani menunggu kios di pasar tanpa ditemani orangtuanya. Lingkungan pasar mendidik Cipta agar punya daya saing dan daya juang. Perlahan tapi pasti, Cipta menyerap semua ilmu yang tidak akan pernah dia dapatkan di sekolah manapun.

Hidup Dimas berbeda dengan Cipta. Dimas dilahirkan saat ekonomi keluarganya sedang berada di puncak. Cipta tidak mau Dimas mengalami kekurangan yang dulu dia rasakan. Sekuat tenaga Cipta berusaha agar ketiga anaknya bisa hidup sejahtera dan tidak kekurangan secara ekonomi.

Namun Dimas menyikapinya lain. Dimas justru merasa apa yang diperolehnya selama ini malah membuatnya tidak bisa memiliki teman yang benar-benar tulus tanpa melihat embel-embel nama Mahendra. Dimas ingin hidup biasa saja seperti kebanyakan orang yang tinggal di belakang komplek perumahan mewah yang dia tempati.

Bahkan, untuk menjadikan Nirmala sebagai pacarnya saja, nama besar Mahendra kembali menjadi penghalang. Ketika di luar sana banyak perempuan yang berusaha keras mendapatkan perhatian darinya, Nirmala justru bergeming. Memilih untuk menjadi teman baiknya seperti yang sudah terjalin selama ini.

“Kamu tidak mau kasih kesempatan, Mala?” Dimas masih berusaha untuk menggapai hati Nirmala.

“Nggak Dim. Aku pikir lebih baik seperti ini. Kita tetap berteman supaya kelak tidak ada yang tersakiti.”

Dimas menyerah. Dia tahu arah pembicaraan Nirmala. Gadis itu takut dia akan ditolak oleh keluarga Dimas. Pada akhirnya, hubungan mereka malah tidak akan baik-baik saja.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status