Share

3. PENDEKATAN

Penulis: Mada Elliana
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-19 11:29:53

Mata Dimas awas memandangi gadis dengan penampilan sangat sederhana itu. Sedikit berbeda dari ekspektasinya. Gadis manis berkulit setengah cokelat muda itu tampak santai hanya mengenakan celana jeans warna khaki dan kaos hitam berlengan pendek. Rambut panjangnya yang dibuat ekor kuda ikut bergerak setiap kali gadis itu menggerakan kepalanya. Dimas tersenyum menikmati pemandangan yang menurutnya sangat menggemaskan.

Selama ini Dimas nyaris tidak pernah melihat perempuan sepolos Andhira. Mata belo dengan bola mata sehitam biji kopi itu tampak lebih menggoda meski dari kejauhan. Dimas tidak tahu bagaimana jendela jiwa itu mampu menyeretnya untuk berenang di sana.

Orang terlihat hilir mudik keluar dari peron kereta menghampiri penjemputnya. Ada juga yang memilih naik taksi online atau ojek online yang mereka pesan lewat aplikasi. Sebagian lainnya sibuk adu tawar dengan kendaraan yang sudah mangkal di stasiun. Sedangkan Dimas sengaja mengulur sedikit waktu agar bisa lebih lama menatap mojang priangan yang sudah mencuri hatinya. Dhira memang berdiri di depan pintu kedatangan sambil mencari-cari seseorang.

Dimas berjalan mendekati Dhira. Tangannya merentangkan kertas berukuran A4 yang tertulis nama Andhira. Jarak mereka hanya sekitar empat meter. Tapi Dimas melihat Dhira malah mengeluarkan gawainya lalu berbicara dengan seseorang di seberang sana. Mungkin dia sedang memastikan siapa yang akan menjemputnya. Pikir Dimas yang tetap berdiri menunggu Dhira datang kepadanya. Dimas bertingkah seolah tidak mengenali perempuan itu.

“Maaf Mas, kalau boleh tahu namanya siapa ya?” Benar saja, Dhira menghampiri Dimas setelah menutup pembicaraannya di telepon.

“Mbak Andhira ya?” Dimas langsung menebak sambil memberikan senyum paling maskulin yang dia bisa.

“Iya, saya Andhira. Masnya siapa ya?”

“Gue Dimas Mbak. Kenalkan, Dimas Mahendra.”

“Andhira Bhanuresmi. Bisa dipanggi Dhira aja.”

Dimas sedikit kaget dengan sambutan Dhira. Biasanya orang yang mendengar nama Mahendra di belakang namanya akan langsung memberikan komentar seperti, wah Mahendra yang itu toh atau keren nih gue kenalan sama keluarga Mahendra. Sementara ekspresi Dhira biasa aja cenderung datar. Dia tidak terpengaruh sama sekali.

“Bisa kita jalan Mas?” Ucapan Dhira membuyarkan lamunan Dimas. Dengan gugup Dimas mengajak Dhira menuju ke parkiran mobil.

“Kalau boleh tahu, Masnya ini siapanya Mas Rama ya? Maaf sebelumnya, soalnya kakak saya bilang Mas Rama yang jemput saya.” Dhira membuka obrolan sementara Dimas sibuk dengan kemudinya.

“Oh, itu. Gue sepupunya Rama. Semalam Rama bilang hari ini dia harus ketemu dosennya. Tapi belum tahu jam berapa. Jadi dia minta gue jemput elo.” Dimas setengah berbohong. Faktanya, dia yang menawarkan diri untuk menggantikan Rama.

“Maaf ya Mas, tadi saya sempat ragu karena foto yang dikirimkan kakak saya berbeda dengan wajah Mas Dimas.”

“Muka gue lebih ganteng ya?” Dimas tersenyum jahil. Apalagi saat dia melihat Dhira setengah gugup mendapatkan jawaban darinya.

Karena tidak ada jawaban dari Dhira, akhirnya Dimas pun ikut diam. Mereka menikmati sepanjang jalan Yogyakarta dalam pikirannya masing-masing.

Dimas mengantarkan Dhira ke tempat kostnya yang ternyata tidak jauh dari tempat kost Dimas. Ada senyum bahagia yang terukir di bibirnya meski sangat samar.

“Ambil jurusan apa?” Dimas basa basi sambil memarkirkan mobilnya di tempat kost Dhira.

“Hukum Mas.” Dhira menjawab singkat.

Sabar Dim, jangan terburu-buru. Dimas berkata kepada dirinya sendiri. Entahlah, dia sendiri tidak mengerti kenapa begitu mudah menyukai Dhira. Padahal selama ini Dimas dikenal tidak pernah dekat dengan perempuan manapun. Matanya memindai bangunan dua lantai di depannya. Kalau berdasarkan angka yang tertulis di pintunya, ada sekitar 25 kamar yang terbagi menjadi dua lantai. Dimas tahu, ini khusus kost putri. Di ujung bangunan agak menjorok ke dalam terdapat sebuah rumah yang Dimas yakini pasti ditempati oleh si pemilik kost. Hal yang wajar Dhira memilih kost di tempat ini, mengingat bagaimana keluarga Dhira melindunginya. Bahkan sampai menyuruh orang terdekat kakaknya untuk menjemput Dhira.

 “Nggak ada yang ketinggalan kan?” Dimas memastikan barang-barang Dhira sudah dia turunkan.

“Kayaknya nggak ada deh. Makasih banyak ya Mas. Maaf ngerepotin. Hati-hati di jalan.”

“Nggak kok. Gue nggak ngerasa direpotin. Gue malah seneng bisa jemput elo. Kebetulan aja gue lagi nggak ada kuliah.” Dimas mengusap tengkuknya. Lalu pamitan dan pergi meninggalkan Dhira menuju mobilnya.

“Sial. Kenapa gue lupa minta nomor ponselnya ya?” Dimas menggerutu lalu memukul stir mobilnya pelan. Dia melirik ke arah Dhira yang baru saja keluar dari rumah induk di sebelah bangunan kost-an. Segera saja Dimas membuka pintu mobilnya lalu berlari ke arah Dhira.

“Ada yang ketinggalan Mas?” Dhira bertanya dan tidak bisa menyembunyikan raut bingungnya.

“Ada. Gue lupa minta nomor telepon elo.” Dimas nyengir tanpa dosa. Malah terlihat konyol banget.

“Mungkin besok-besok gue ada perlu sama elo kan gampang.” Dimas buru-buru memberikan alasan ketika dilihatnya Dhira malah bengong. Tak lama sebuah senyuman terbit dari bibir mungil Dhira. Lalu dia menyebutkan beberapa angka yang langsung disimpan Dimas di ponselnya.

Dimas berlalu meninggalkan tempat kost Dhira dengan wajah yang sumringah. Bahkan sesekali dia bersiul seolah mengatakan kepada dunia kalau hari ini dia sedang bahagia.  

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   19. TETAPLAH DISISIKU

    Dhira benar-benar menjalankan rencananya untuk berpisah dari Dimas. Tanpa minta persetujuan dari Dimas lagi, Dhira mendaftarkan gugatan cerainya di Pengadilan Agama. Alasan yang dituliskan oleh Dhira adalah kekerasan dalam rumah tangga. Hanya itu satu-satunya alasan yang masuk akal dan bisa diterima dengan cepat. Kekerasan bukan sekedar fisik, tapi bisa juga psikis. Dhira menekankan bahwa kondisinya yang belum juga hamil menjadi pemicu utama kekerasan psikis yang dia terima dari pihak keluarga Dimas.Dimas juga sudah memeriksakan kondisi kesuburannya. Sesuai prediksi dokter, ternyata memang sperma Dimas yang kurang baik. Meski harapan untuk memiliki anak itu ada, tapi akan sangat sulit.Untuk meredam pemberitaan media yang selama ini selalu saja mengincar keluarga Mahendra, Dhira meminta bantuan temannya yang jadi pengacara supaya bisa membungkam mulut para pegawai di Pengadilan Agama. Sejak dulu, Dhira sangat tidak suka dengan publikasi dan berbagai pemberitaan. Meski dia tahu, sebag

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   18. LEBIH BAIK KITA AKHIRI

    Espresso yang tadi dipesannya sudah tandas. Dhira melirik ponselnya. Panggilan dari Dhimas sudah bertambah. Beberapa pesan juga terlihat memenuhi aplikasi yang sering Dhira gunakan. Tangan Dhira bergetar ketika memberanikan diri untuk menghubungi Dimas. Sudah terlalu lama dia menghabiskan waktu untuk melamun di sini. Sekarang atau nanti, dia dan Dimas harus tetap menghadapi kenyataan itu.“Halo, Dim...”Kamu di mana? “Di kafe seberang rumah sakit.”Oke. Tunggu di sana. Jangan kemana-mana.Benar saja, tak sampai setengah jam Dimas sudah datang. Langkah panjangnya segera menuju ke tempat istrinya itu duduk. Segera dipeluknya Dhira dengan hangat. Seolah mereka sudah tidak bertemu berhari-hari.“Ini apa-apaan sih. Malu diliatin orang.” Omel Dhira.“Emang kenapa? Kamu istriku. Kita nikah udah lima tahun, masa kamu masih aja malu kalau aku peluk di tempat umum.” Goda Dimas.“Ya tetep aja aku malu. Kamu lagi nggak sibuk? Kok bisa langsung ke sini?”“Urusan istriku jauh lebih penting dari ap

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   17. KITA JALANI DULU

    Menjelang dinihari saat kereta memasuki Stasiun Tugu. Sejak berangkat, ponsel Dhira nyaris tidak berhenti mendapatkan pesan dari Dimas. Entahlah, sejak obrolannya tempo hari Dhira merasa Dimas sedikit lebih protektif. Meski tidak Dhira pungkiri kalau sebelumnya juga perhatian Dimas selalu berlebihan untuk ukuran seorang sahabat. Apalagi saat ini, ketika lelaki itu sudah berterus terang tentang perasannya.Dimas sudah mewanti-wanti kalau dia yang akan menjemput Dhira. Tentu saja ucapan itu bukan izin melainkan hanya pemberitahuan. Jika setahun lalu Dimas yang bukan siapa-siapa saja sudah begitu antusias menjemput Dhira, bisa dibayangkan kondisinya sekarang ketika Dimas sudah setengah mengakui bahwa Dhira itu calon istrinya.Ups. Seketika Dhira merasa wajahnya sedikit menghangat. Ingatannya melayang ketika Dimas mengatakan calon istri. Benarkah Dimas sudah begitu yakin dengan perasaannya?“Hai.” Sapa Dimas sedikit kikuk ketika menghampiri Dhira yang sudah ada di pintu kedatangan.“Hei,

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   16. BUKAN PEREMPUAN BIASA

    “Tumben banget udah mau ke Yogya lagi.” Komentar Kaiva melirik Dhira. Saat ini Dhira dan keluarganya plus Janu sedang menikmati sarapan yang sudah disiapkan Bi Asih. Sejak dulu, Anita sudah menetapkan kalau Sabtu Minggu itu wajib sarapan di rumah.Saat anak-anak masih sekolah, Anita bisa mengatur mereka untuk sarapan setiap hari. Namun ketika si sulung dan anak keduanya sudah kuliah, sarapan setiap hari menjadi sesuatu yang sulit direalisasikan. Langit dan Banyu kuliah di luar kota. Kaiva yang sejak kecil susah sekali bangun pagi, lebih sering melewatkan sarapan karena sudah terlambat untuk sekolah. Bagaimana tidak terlambat, setelah shalat Subuh, Kaiva lebih memilih untuk tidur lagi daripada bersiap sekolah.Ketika Langit kembali ke Bandung, Anita dengan tegas menyuruh sulungnya itu datang sarapan di Sabtu Minggu. Alhasil setiap Jumat sore Langit memilih pulang ke rumah orangtuanya daripada harus repot di hari Sabtu berangkat pagi-pagi.“Males aja kalo mepet-mepet. Emangnya kamu. Ap

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   15. APAKAH INI CINTA?

    Setelah menutup paksa obrolannya dengan Dimas, Dhira merebahkan tubuhnya di kasur lalu menatap langit-langit kamar. Perlahan dia menelusuri hatinya. Perasaan apa yang kini ada untuk Dimas.“Dhir... kamu di dalam kan? Bunda masuk ya?”Anita bertanya sambil mendorong pelan pintu kamar Dhira. Tidak dikunci.“Kebiasaan deh ini anak, pintu kamar nggak pernah dikunci. Jangan-jangan kamu di Yogya juga suka lupa mengunci pintu kamar kamu ya? Bahaya loh Dhir. Gimana kalau ada orang iseng yang masuk kamar kamu. Duh ngebayanginnya aja Bunda mah udah ngeri. Kamu jangan bikin khawatir Bunda kamu ini dong.” Ucap Anita panjang lebar sambil melangkahkan kaki mendekati Dhira yang masih terbaring di atas kasurnya.“Heh, kamu denger omongan Bunda nggak?” Lanjut Anita.“Iya, Bundaku sayang. Dhira denger. Lagian di sini ngapain Dhira kunci kamar segala. Kalau Bunda mau masuk kan repot, Dhir kudu bangun bukain kunci.” Dhira memeluk erat Anita. Sebagai anak perempuan satu-satunya, Dhira memang mendapat keun

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   14. RESAH DI SINI GELISAH DI SANA

    “Kamu mau ke mana Dim?” Tanya Yashinta saat melihat anak sulungnya itu sudah berpakaian rapi.“Pulang ke Yogya, Ma.” Dimas menjawab singkat.“Kok buru-buru? Kamu nggak kangen Mama? Sudah hampir dua tahun loh Dim kamu nggak pulang. Sekarang baru semalem di sini kamu udah mau ke Yogya lagi. Mama masih kangen sama kamu.” Gerutu Yashinta.“Bukan gitu, Ma. Dimas lupa kalau banyak tugas yang harus dikumpul hari Senin besok.” Dimas mencoba merayu Yashinta dengan memeluknya.“Alaahhh itu sih alasan kamu aja. Buktinya, kamu kemaren malah ke Bandung. Kalau Papa kamu nggak nyuruh anak buahnya bawa kamu ke sini, pasti kamu juga nggak inget pulang ke rumah kan?”“Nggak gitu Mamaku sayang. Beneran Dimas nggak sengaja ke Bandung. Kebetulan ada temen yang mau pulang ke Bandung, kebetulan juga Dimas kan udah lama banget nggak ke Bandung, sekali-sekali pengen juga lah maen ke sana sendiri.”“Temen apa temen? Katanya cewek. Mana ada kamu temenan sama cewek.” Rajuk Yashinta.“Beneran temen, Ma. Kemajuan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status