Home / Romansa / COWOK BERMATA DINGIN / Klub Pecinta Alam

Share

Klub Pecinta Alam

Author: Andi Sasa
last update Last Updated: 2021-09-03 18:44:58

Bab 4

Sore ini Klub Pencinta Alam di kampus akan mengadakan rapat untuk membahas tentang kegiatan mendaki. Aku dan teman-teman gengku sudah sepakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini, nampak kakak senior sedang membimbing kami tentang peralatan apa yang harus disiapkan, bekal apa yang harus kami bawa dan tentu saja akomodasi apa yang akan kami gunakan nanti pada saat akan ke lokasi kegiatan.

Direncanakan kegiatan akan dilaksanakan pada hari Sabtu Minggu, berarti masih ada tiga hari untuk mempersiapkan semua bekal yang akan kami bawa mendaki.

Tidak terasa, akhirnya saat berangkat mendaki telah tiba segala bekal telah aku siapkan, dan bersiap-siap berangkat untuk kumpul dulu di kampus,  tidak lupa aku pamitan dulu kepada Papa dan Mama untuk berangkat.

"Ma, Aya izin  mau pergi mendaki bareng teman-teman kampus, doain Aya pulang dengan selamat yah, Ma." aku meminta izin kepada Mama.

"Mama izinkan sekalian Mama doain kamu balik dengan selamat, Nak," kata Mama sambil mengecup keningku.

"Pah, Aya berangkat dulu yah." sambil kuambil tangan papaku dan kucium punggung tangannya, Papa tersenyum dan menganggukkan kepala berarti beliau merestui aku pergi mendaki.

"Assalamualaikum," ujarku sambil mengangkat rangsel dan segera menuju ke pintu sembari menunggu teman-teman gengku yang berjanji akan menjemput karena bawaan kami yang lumayan banyak sehingga kami menyewa taksi online untuk membawa kami ke kampus.

Setiba di kampus, sudah terlihat kesibukan panitia pencinta alam menyiapkan segala sesuatunya, mobil bus yang akan mengantar kami menuju ke lokasi juga sudah siap.

"Ayo cepat, kita bergegas!" seru ketua rombongan, kami kemudian bergegas naik ke bus.

"Owh, my God," bisikku dalam hati. Ternyata kakak bermata dingin itu ikut juga dalam rombongan kami, dia yang memandu acara hiburan di atas bus. Setelah melakukan acara berdoa bersama, kakak bermata dinginku kemudian melanjutkan acara hiburan sehingga kami tidak bosan di perjalanan.

"Halo Kawan-kawan semua, senang sekali kita semua berkumpul disini, oh ya perkenalkan nama saya Adit, kalian boleh panggil Adit atau Kak Adit, sekarang kita akan isi perjalanan ini dengan hiburan dulu, yang ingin menyumbangkan suaranya silahkan maju kedepan," sapa Kak Adit kepada kami semua

"Oh namanya Kak Adit." terdengar suara riuh di atas bus saat Kak Adit memperkenalkan namanya.

"Semakin cakep saja Kak Adit, yah," kata Irma sembari melirik genit kepadaku.

"Iyalah, cakep, kalau nggak cakep mana mungkin si Aya mau," celetuk Lenny yang disambut dengan tawa dari teman-teman gengku.

Aku melirik Kak Adit dan dia melambaikan tangannya kepadaku, Aku cukup senang melihat lambaian itu setidaknya kakak bermata dingin menyapaku.

***

Akhirnya sampai juga di lokasi tujuan, kami tiba di sebuah desa di kaki Gunung Bawakaraeng yang akan kami daki, sebuah desa yang bernama Lembanna, terlebih dahulu kami ke Kantor Desa untuk melaporkan bahwa kami akan melakukan pendakian, ini memang harus dilakukan agar bila terjadi apa-apa yang tidak diinginkan, petugas di desa tersebut bisa kami hubungi untuk meminta pertolongan.

Karena jam waktu setempat sudah jam tujuh malam, kayaknya Kakak-kakak senior memutuskan untuk mendaki besok pagi saja dan malam itu kami akan menginap di Kantor Desa, Pak Kepala Desa dengan senang hati mengizinkan kami untuk menginap. 

Selain cuaca sudah gelap juga agak rawan untuk melakukan pendakian malam hari. Teman-teman menggelar tikar kemudian memutuskan untuk beristirahat.

Aku dan teman-teman gengku menggelar tikar kemudian kami duduk-duduk santai sambil mengeluarkan camilan yang kami bawa dari rumah, rasa sejuk di kaki pegunungan benar-benar berbeda dengan suasana kota yang hingar bingar ramai dan panas.

Kami benar-benar menikmati perjalanan ini, terlihat juga teman-teman yang lain melakukan hal yang sama, sepertinya malam ini akan kami gunakan untuk beristirahat dan mengumpulkan tenaga agar besok bisa mendaki dengan kondisi badan yang fit dan segar.

Besok paginya pukul 06:00 aku sudah terbangun, aku mengambil perlengkapan mandi kemudian beranjak ke kamar mandi untuk mandi. Kamar mandi yang disediakan ternyata ada empat buah, mungkin sengaja disediakan khusus untuk rombongan pendaki yang sementara beristirahat di tempat ini.

Ada beberapa orang terlihat di tempat tersebut, mereka juga melakukan hal yang sama denganku. Selesai mandi aku merasa badanku terasa semakin segar. Aku berniat berjalan-jalan dulu di sekitar perkampungan ini, rumah-rumah penduduk desa terlihat cukup padat, walaupun Desa Lembanna ini kecil ternyata mempunyai penduduk yang lumayan banyak.

Mereka menjadikan ladang industri untuk para pendaki gunung yang datang ke sini. Ada yang berjualan souvernir, ada yang berjualan makanan tradisional setempat bahkan ada yang berjualan kembang-kembang khas pegunungan.

Aku tertarik dengan bunga kering edelweis yang dipajang, aku mencoba bertanya kepada penjualnya, bunga ini sangat cantik dan akan kubawa pulang ke rumah kalau harganya tidak terlalu mahal 

"Bunga Edelweis ini berapaan pak?" tanyaku kepada penjualnya.

"Murah aja ini Mbak, cuma 25 ribu," jawab penjualnya dengan ramah. 

"Wah, cantik sekali bunga ini, aku beli satu yah pak," kataku sambil menyodorkan uang 25 ribu.

"Ok Mbak, makasih yah," kata Bapak penjual itu.

"Ok Pak, makasih kembali," kataku sambil memilih Bunga Edelweis yang menurutku paling cantik. 

Sambil mengamati Bunga Edelweis ditanganku, aku berbalik badan hendak kembali ke Kantor Desa, ternyata di belakangku sedang tersenyum kakak bermata dingin dan dia kemudian menyapaku.

" Hai, kamu kelihatan cantik hari ini, Sayang," kata kakak bermata dingin dengan penuh perhatian.

"Kok tumben panggil sayang, Kak?" tanyaku pura-pura merajuk.

"Kalau cuma kita berdua boleh dong aku panggil sayang " kata Kak Adit seraya menatapku dengan tatapan matanya yang dingin, membuat aku merasa semakin membeku di tengah udara dingin pegunungan yang berkabut tebal.

"Pagi-pagi sudah disini?" tanyanya memecah keheningan pagi itu.

"Iya nih kak, habis mandi tadi aku jalan-jalan ke sini, ternyata banyak penjual souvernir di sini," kataku seraya menunjukkan bunga edelweis yang sudah kubeli.

"Iya, memang di sini banyak penjual souvernir yang bagus-bagus dan murah-murah, iyakan?" tanya Kakak bermata dingin balik bertanya kepadaku.

"Iya kak, lumayan murah dan bagus, kalau di kota susah nyari bunga Edelweis sebagus dan semurah ini," jawabku dengan tersenyum bahagia karena hari ini aku melewatkan waktu yang lumayan lama dengan kekasihku ini.

"Ayo kita kembali ke Kantor Desa!" ajaknya dan kami terus berbincang-bincang hingga sampai kembali ke Kantor Desa.

"Oh ya, kamu kalau butuh bantuan atau butuh apa-apa kamu hubungi saya saja, saya tidak bisa menemani kamu terus karena saya harus mengawasi yang lain juga," kata kakak bermata dinginku sebelum kami berpisah dan aku bergabung kembali dengan teman-teman gengku.

"Baiklah kak, terima kasih," ucapku sambil tersenyum sebelum Kak Adit berlalu dari hadapanku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • COWOK BERMATA DINGIN   Rencana liburan

    "Ayahmu ingin mengajak kita berlibur ke Bali." Ucap ibuku saat aku baru sampai ke rumah."Oh ya, asik dong, dalam rangka apa ayah akan ke Bali, Bu?" Aku menghempaskan pantatku di kursi teras."Biasalah, ayahmu kan senang pesiar apalagi di masa pensiun begini dia sudah lama ingin merencanakan pergi ke Bali cuma baru kesampaian sekarang." Ibuku dengan bersemangat menjelaskan kepadaku."Tapi sekarang kan lagi musim pandemi kan, apakah ibu tidak takut kita akan terkena virus Corona atau virus omicron selama di Bali?" Aku antara senang dan ragu dengan rencana mereka."Makanya itu kita harus protokol kesehatan, sayang." ucap ayahku yang tiba-tiba muncul dari dalam rumah dan langsung duduk di kursi sebelahku. "Maksud aku, kita kan ke Bali dalam rangka liburan pasti kita akan ke pantai Kuta di mana disitu banyak turis lokal dan asing. Apakah ayah tidak takut bila di sana kita akan terkena virus yang selama ini lagi melanda negeri kita?" Aku

  • COWOK BERMATA DINGIN   Dingin

    Tatapan matanya sangat dingin. Dia menatap tanpa berkedip kepadaku. Aku mencoba memperhatikan wajahnya. Dia sangat tampan, mempesona dan berkharisma menurut ku. Sayang sekali, tatapan matanya sangat dingin seakan akan ingin menelanjangi seluruh tubuhku,. Aku mencoba berdehem. "Hemm.. hemmm.." Dia cuma mengernyitkan sedikit alisnya, tanpa ekspresi. Kalimat yang sudah kususun kurangkai dan ingin kuucapkan seakan terbang entah kemana. Aku tertunduk lesu dan dengan lemah berkata, " Mas, aku ingin menyampaikan sesuatu". Ujarku terbata- bata nyaris tak terdengar. Dia kembali mengernyitkan alisnya sambil bergumam :" hmm". "Mas , aku tidak enak badan belakangan ini,. " " Hm ya? ". Ah , ingin rasanya aku membawa kedua kakiku berlalu dan pergi saat itu juga. Aku harus mengatakan nya. Walaupun saat kejadian malam itu aku tahu bahwa pria didepanku ini tidak menyadari apa yang sudah dia lakukan, karena pengaruh minuman yang kami tenguk malam itu, hingga kami hampir dan

  • COWOK BERMATA DINGIN    Rindu

    "Assalamualaikum, Mamaa..!" Aku mengetuk pintu sembari memanggil Mama sesampainya di rumah. "Waalaikum salam, Sayang" Seru Mama dan pintu terbuka. "Alhamdulillah, kamu sudah pulang, Nak. Ayo masuk." Kata Mama dan menarik tanganku masuk. "Kamu langsung istirahat saja, yah. Tadi Indri nelfon Mama katanya kamu sakit perut di bus." Kata Mama sembari mengantarku ke kamar. "Iya, Ma. Perut Aya kok perih banget tadi, Ma." Kataku "Mungkin kamu kecapean, Nak. Istirahat saja, yah" kata Mama sembari mengecup keningku. "Baik, Ma.!" Kataku dan langsung merebahkan tubuh di kasur. "Okey, selamat malam, sayang." Kata Mama kemudian berjalan ke luar kamar dan menutup pintu kamarku. Aku merebahkan tubuh dan mencoba menghubungi Kak Adit sekali lagi "Nomor telepon yang anda hubungi sedang sibuk." Dengan kesal kumatikan handphoneku. "Kenapa dia gak bisa di hubungi, yah?" Ujarku dan semakin kesal sampai aku

  • COWOK BERMATA DINGIN    Ke Patung Yesus Tertinggi di Dunia

    Bapak harap kita cuma dua jam disana yah, setelah itu kita kembali ke Makassar. Okey, sekarang silahkan menikmati destinasi Studi Tour terakhir kita ini. "Betapa kilo perjalanan ini, Pak?" Tanya Indriani kepada Pak Dosen. "Sekitar empat kilo meter dari Kota Makale, yah. Lima belas menit lagi kita sudah sampai kok" kata Pak Dosen dan benar saja, tidak lama kemudian Mobil bus kami telah parkir di dalam Kawasan Wisata Bukit Burake. "Kita sudah sangat yah, anak-anak. Bapak ingatkan sekali lagi, jam 12:00 kalian sudah berada semua di atas bus,ok!" Seru Pak Dosen dari pengeras suara "Okey Pakk..!" Jawab kami serentak dan berlarian turun dari bus kemudian berjalan menaiki anak tangga menuju Puncak Bukit Burake Toraja "Kalau malam kedinginan kalau siang kepanasan dong!" Kata Indri membuat kami tertawa. "Iya, semalam dingin banget, minta ampun dinginnya." Ujarku "Maka itu kita bera

  • COWOK BERMATA DINGIN   Sunrise di Negeri Atas Awan

    Jam 5:00 subuh aku terbangun karena hawa dinginnya udara pegunungan Lolai yang mempunyai ketinggian 1300 mdpl ini. Aku bergegas memakai jaketku dan membangunkan Lenny dan Indri. "Len, Indri. Bangun yuk.!" Kataku sembari menggoyangkan tubuh Lenny dan Indri. "Hmm. Udah jam berapa, Ya?" Bisik Lenny yang masih mengantuk. "Sudah jam lima. Bangun dong, kita lihat sunrise yuk!" Anakku lagi "Oh iyaa.. aku mau lihat sunrise!" Seru Lenny dan bergegas bangun. "Indri.. ayo bangun. Kita lihat sunrise, yuk" Lenny membangun kan Indri yang masih meringkuk di selimutnya. "Yaaaa, tungguin..!" Seru Indri dan kemudahan bangun duduk "Ayuh, cepetan!" Kataku dan kami bergegas keluar tenda Ternyata di luar sudah banyak yang berdiri menunggu terbitnya Matahari Pagi. Momen ini banyak di tunggu oleh para pendaki karena hamparan awan seakan terhampar di depan kami seakan kita berada di kayangan. Bapak Dosen dan te

  • COWOK BERMATA DINGIN   Menakjubkan

    Pak Guide melanjutkan ceritanya lagi "Lubang makam ini disesuaikan dengan arah rumah keluarganya. Biasanya bayi yang di kubur dalam lubang yang mengarah ke rumahnya, lalu di tutupi dengan ijuk agar oksigen bisa tetap masuk." Pak Guide melanjutkan lagi "Sayangnya, ketika sang bayi meninggal, Ibu Kandung mereka tidak dibiarkan melihat hingga jangka waktu kurang lebih setahun, bahkan ketika bayi itu di makamkan." "Kenapa begitu, Pak?" Tanyaku kepada Pak Guide. "Karena menurut kepercayaan masyarakat Toraja masa lalu, melihat bayi yang meninggal dianggap tidak pantas dan akan mengurangi kemungkinan sang Ibu mendapatkan Bayi sehat lagi di masa mendatang." "Strata sosial juga menentukan dalam prosesi pemakaman ini, sehingga letak makam tidak boleh sembarang. Yaitu yang mempunyai Strata Sosial lebih tinggi letak makamnya harus lebih tinggi, dan arahnya ke rumah yang berkabung itu di maksudkan untuk menghargai keluarga yang berkab

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status