Share

2. Rahasia Pria, 26 September 1573

 (FLASHBACK Tahun 1573)

"Aku suka bintang-bintang yang menggantung di langit." Pemuda kecil berusia empat tahun itu menunjuk langit yang gelap.

"Mengapa kamu suka bintang, kak? bukankah bulan lebih cantik? cahayanya tidak menyilaukan seperti matahari." Pemuda kecil yang berusia tidak terpaut jauh darinya bertanya heran.

Keduanya memiliki paras yang mirip satu sama lain, orang sering mengira mereka adalah anak kembar, padahal mereka berdua terlahir dari rahim ibu yang berbeda, bahkan ayah mereka juga berbeda. Jarak kelahiran mereka hanya terpaut lima bulan saja, sehingga keduanya benar-benar mirip anak kembar saat tumbuh menjadi bocah muda yang tampan. Perbedaan mereka hanyalah pada garis rahang yang lebih tegas, serta bola mata berwarna coklat kelam pada bocah yang lebih tua, sementara bocah yang lebih muda memiliki garis rahang lebih halus, serta warna bola mata biru cerah seperti samudra yang diterangi sinar matahari.

"Sebab, bintang sering berkelip seperti kunang-kunang, bercahaya dan hidupnya menerangi dalam gelap dengan ceria, tidak seperti bulan yang selalu melotot." Jawab Lorant lugas. Dia sendiri sesungguhnya tidak memahami dengan pasti perbedaan apa yang membuatnya lebih menyukai bintang dibandingkan bulan.

"Dia tidak sedang melotot, kak. Bulan sedang menatap." Bocah yang lebih muda berusaha memberikan argumentasinya. Ditatapnya sang kakak sepupu dengan bingung. Baginya melotot itu menyeramkan, menakutkan, mengerikan dan segala sesuatu yang membuat siapapun ingin menghindar, berlari menjauh karena ketakutan. Sementara bulan saat purnama, meskipun membulat sempurna, tetapi sama sekali tidak menakutkan, justru membuat orang yang menatapnya merasa tentram dan damai.

"Apa bedanya menatap dengan melotot? Bukankah itu sama-sama melihat?" Lorant tahu adik sepupunya ini selalu lebih detil dalam segala hal. jadi dia akan terus bertanya jika belum mendapatkan jawaban yang memuaskan. Atau jika dia merasa argumentasinya valid, adik sepupunya ini akan terus mendebat hingga titik darah penghabisan, sampai benar-benar ada argumentasi yang cukup bisa diterima oleh logikanya.

"Tidak, melihat itu seperti saat ibu Ester atau ibu Kaitlin memberi kita permen atau coklat. Melotot itu seperti saat Erza tahu kita diberi permen atau coklat dari ibu, tapi dia tidak diberi karena giginya yang ompong." Dugaan Lorant terbukti benar. Adik sepupunya masih terus saja mencari analogi yang cukup cerdas dan masuk akal untuk mematahkan argumentasi Lorant.

Keduanya tertawa terbahak-bahak. Lorant tidak bisa menahan tawa atas apa yang di analogikan oleh Arpad. Saat keduanya masih terbahak sambil menahan sakit perut, tiba-tiba ada yang memukul punggung mereka dari belakang, serentak keduanya berhenti tertawa lalu menoleh. Di sana berdiri gadis imut yang melihat ke arah mereka dengan tajam sambil bertolak pinggang. Rambutnya yang pirang bergelombang dibiarkan tergerai menutupi sebagian wajahnya. Di belakang gadis itu tersenyum dua orang pelayan yang mengikutinya.

"Kalian jahat, kalian sembunyi-sembunyi membicarakan gigiku ompong. Awas kalau gigiku sudah tumbuh, aku akan menjadi gadis paling cantik, bahkan lebih cantik dari Ivett."

Kedua bocah tampan itu diam sambil menahan senyum, lalu bocah yang lebih muda berbisik, "kamu sudah mengerti sekarang kan, kak? Itu yang disebut melotot, sedangkan pelayan itu sedang menatap kita." Keduanya lalu cekikikan, membuat si gadis imut itu hampir menangis.

Si gadis mulai terisak, bahunya bergoyang menahan tangis, dia kesal karena kedua kakanya mentertawai dirinya di belakang. Dia merasa sangat tertekan dan ingin memukul mereka sampai babak belur. Tetapi tentu saja dia tidak bisa melakukannya. Kedua kakaknya adalah pria-pria kuat dan lebih besar dari dirinya. Jadi dia harus emmikirkan cara lain untuk membalas dendam.

Pelayan memecah keheningan dan ketegangan diantara kaka-beradik bersaudara tersebut, "tuan muda Lorant, tuan muda Arpad, sudah malam, kalian harus masuk dan beristirahat. Nyonya Ester mencari kalian." Kemudian pelayan tersebut berbicara pada gadis yang hampir menangis itu, "nona Erza, tuan Lorant dan tuan Arpad tidak sedang meledekmu, dan Kamu harus tahu bahwa Kamu memang gadis tercantik di Arva. Mereka hanya menggodamu" pelayan tersebut menatap keduanya, lalu berkedip, "benar kan tuan muda Lorant, dan tuan muda Arpad?" pelayan tersebut mengedipkan sebelah matanya kepada Lorant dan Arpad, mengharapkan dukungan.

Kedua bocah itu mengangguk sambil tersenyum, lalu berebut memeluk si gadis yang sedang cemberut merajuk.

"Erza, kamu memang yang tercantik" Lorant memeluk adik sepupunya penuh kasih. Lorant sangat menyayangi Erza, meskipun Erza adalah adik sepupu, namun bagi Lorant, Erza sudah seperti adik kandungnya sendiri. Meskipun dia sering usil menggoda Erza, tetapi dia tidak pernah sungguh-sungguh meledeknya.

"Kak Lorant benar, Erza. Kamu adalah gadis paling cantik di Arva, aku bangga menjadi kakakmu." Arpad juga tidak mau kalah. Bagaimanapun Erza memang cantik, dan Arpad menyayangi Erza seperti Lorant. Mereka berdua bahkan bersedia mempertaruhkan nyawa untuk Erza. Namun mereka memang sering usil menggoda Erza hingga membuat bocah itu menangis.

Erza yang mendapatkan pelukan dari kedua kakaknya langsung tersenyum. Dia menyambut pelukan kedua kakaknya, lalu dengan gemas mencubit pinggang keduanya, membuat Lorant dan Arpad kesakitan.

Erza tertawa senang, "rasakan pembalasanku, kalau kalian berani meledek aku lagi, aku akan mencubit kalian lebih keras." setelah menjulurkan lidahnya, Erza berlari dan bersembunyi di balik punggung pelayan sambil terus menjulurkan lidahnya ke arah Lorant dan Arpad.

Ketiganya segera berputar-putar saling mengejar mengelilingi pelayan yang kewalahan menghadapi kelincahan tiga bocah tersebut. Ketiganya sangat cekatan membuat para pelayan kewalahan menghentikan mereka.

"Sudah-sudah, ayo masuk, sudah malam, nanti kalian sakit, dan aku akan diberi hukuman oleh nyonya Ester jika kalian sakit." Sang pelayan terduduk, berakting seolah-olah sedang sedih. Ketiga bocah tersebut mendadak berhenti, lalu memeluk sang pelayan dengan penuh rasa bersalah.

"Kamu tidak akan dihukum, aku akan menjelaskan pada ibu." Erza menenangkan sang pelayan sambil mengelus rambut pelayan tersebut dengan tangannya yang mungil. Erza memang sangat penyayang, dia tidak akan tahan jika ada yang sedang sedih, apalagi bermasalah karena dirinya.

"Kalau begitu, maukah kalian berhenti saling meledek, dan ikut aku ke dalam kastil? Aku takut nyonya Ester akan memarahiku jika kalian masih di luar saat malam seperti ini." Dengan nada dibuat sesendu mungkin si pelayan memohon kepada ketiga bocah tersebut.

"Tentu saja, kami akan mengikutimu. Dan Kami akan membelamu di hadapan ibu Ester. Kamu jangan takut ya. Jangan bersedih. Kak Lorant dan akak Arpad juga akan melindungiomu." Erza menatap kedua kakaknya, lalu mengedip-ngedipkan matanya dengan jenaka, "Iya kan, kak?" Erza melotot ke arah kedua kakaknya, menuntut jawaban.

Kedua bocah laki-laki itu menahan senyum, namun tidak mau terus berdebat. Lorant segera nerinisiatif untuk menenangkan Erza, "Tentu adikku sayang. Adikku yang paling cantik di Arva. Apapun perintahmu, pasti akan kami laksanakan." Dengan lembut Lorant merangkul Erza dan Arpad.

Mereka semua menurut, lalu berjalan beriringan memasuki kediaman keluarga de Sarvar Felsovidek yang megah, meninggalkan langit kelam yang masih dihiasi kelip bintang, serta cahaya rembulan yang redup menenangkan, yang menjadi bahan perdebatan dua pria muda barusan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status