Countess Klara Bathory de Ecsed berupaya sekuat tenaga untuk menekan rasa kasihan terhadap keponakannya, Countess Elizabeth Bathory de Ecsed, yang sedang menahan sakit tidak terkira. Dia terus membekap mulut keponakannya dengan kain, agar teriakkan karena rasa sakit tidak memecah malam yang senyap. Meskipun setiap ruangan di kastil mereka memiliki tembok yang tebal, namun tetap saja tidak akan mampu meredam suara yang sangat keras.
"Bertahanlah Ellie, kamu pasti bisa melewati ini." Klara berusaha memberi semangat kepada keponakannya. Ellie dengan wajah dipenuhi keringat hanya mampu menatap nanar bibinya, yang terus saja membekap mulutnya dengan kain, agar dia tidak berteriak kesakitan. Satu-satunya yang membuat Ellie kuat adalah, harapan agar anak yang berada di dalam rahimnya bisa terlahir dengan selamat dan sehat. Dia ingin buah cintanya bersama Gustav terlahir sempurna, sesempurna cintanya pada Gustav.
"Gerda, apakah segalanya baik-baik saja?" kali ini Klara menatap Gerda --tabib istana yang sudah mengabdikan diri di kastil Cachtice selama sebelas tahun-- dengan peluh yang membasahi keningnya, masih dengan telaten membimbing Ellie, --panggilan akrab bagi Countess Elizabeth Bathory de Ecsed-- yang sedang berjuang bertaruh nyawa.
"Seharusnya baik-baik saja nona, tetapi nona Ellie sepertinya terlalu tegang, sehingga kontraksinya terhambat." Gerda berusaha memberi penjelasan, sambil tetap berkonsentrasi memberi rangsangan di sekitar perut Ellie.
Ellie yang telah menahan sakit sejak awal malam, semakin tampak lemah. Klara telah memberinya ramuan yang dibuat oleh Gerda agar stamina Ellie menjadi kuat untuk melewati situasi ini. Dan Ellie yang mendengar kata-kata Klara berusaha menguatkan dirinya agar bisa terus berjuang melahirkan bayinya. Dia memang takut terjadi apa-apa pada bayinya. dan dia tidak mau karena fisiknya yang lemah, akan membuat proses kelahiran bayinya terhambat. jadi Ellie mengumpulkan kekuatan semampu yang dia bisa untuk mengejan.
Sesungguhnya yang paling dikhawatirkan oleh Klara adalah kondisi Ellie yang seringkali sesak nafas serta mimisan, setelah itu Ellie akan terkulai lemah tak berdaya. Kalau saja tidak ada Gerda sebagai tabib istana yang handal, mungkin Ellie tidak akan bisa melewati usianya yang saat itu masih balita.
Setelah hampir separuh malam dilalui dengan penuh ketegangan, akhirnya Ellie berhasil dengan selamat melahirkan seorang bayi mungil yang cantik. Meskipun kulit bayi tersebut masih berkerut, namun aura kecantikan sudah terlihat. Gerda yang pertama kali melihatnya sedikit terpesona, namun segera mengingatkan diri untuk membrsihkan tubuh bayi tersebut.
"Bayinya perempuan, sehat dan cantik." Mata Gerda berbinar, Klara dan Ellie juga tidak kalah lega mendengarnya.
"Segera masuk ruangan kedap suara!" perintah Klara tegas. Klara tidak ingin tangis bayi mengagetkan seisi kastil.
Mereka mengetahui kebiasaan seorang bayi yang baru lahir akan menangis, maka mereka telah mempersiapkan ruang kedap suara yang dirancang oleh Gergely suami Gerda, untuk mengantisipasi. Gerda segera membawa bayi tersebut ke sana, di dalamnya, tangisan bayi yang menggema tidak terdengar sampai ke luar.
Sementara itu, Klara membantu Ellie untuk menenangkan diri, "Ellie, sepertinya semua berjalan lancar. Ini, minumlah. Ramuan dari Gerda akan membuatmu mengantuk setelah sekitar satu jam, dan kamu bisa istirahat dengan tenang."
Ellie menatap Klara penuh airmata di wajahnya, "apakah aku tidak boleh melihatnya?" mata Ellie mengerjap penuh pengharapan, "biarkan aku memeluknya sekali saja, bila air susuku bisa menuntaskan hausnya, setidaknya biarkan dia minum sejenak." Ellie memohon dengan suara lirih penuh kesedihan.
Klara menatap keponakannya dengan sendu, "aku akan tanyakan kepada Gerda. Sementara ini, rebahkan dirimu dengan nyaman. Gerda masih menenangkan bayimu di ruang kedap suara, juga membersihkan tubuhnya."
Ellie mengangguk patuh, "apakah aku bisa bertemu lagi dengan putriku?" tanya Ellie lagi. Tubuhnya sungguh sangat lemah, namun dia ingin melihat bayinya, ingin memeluknya, juga ingin selalu bersamanya, namun dia sadar, itu adalah sesuatu yang sangat sulit.
"Kita sudah membahas ini berkali-kali, Ellie. Semua sudah dipersiapkan. Kamu tidak memiliki pilihan." Klara mencoba menenangkan Ellie dengan sabar. Dia sangat mencintai keponakannya lebih dari apapun. Baginya Ellie adalah putri cantik bagai porselen ringkih yang harus selalu dijaga, agar tidak retak dan pecah.
Sejak kecil Ellie sering menderita sakit kejang, tubuhnyapun sangat rapuh, bahkan sampai mimisan, sehingga Klara yang usianya tidak terpaut jauh dari Ellie telah menjadi bibi sekaligus temannya. Klara menjadi sangat protektif terhadap Ellie.
Ellie menangis tersedu, "apakah aku akan kehilangan putriku selamanya?" Ellie masih merasa belum ikhlas melepas bayinya, "aku tahu aku salah, tetapi apakah tidak ada jalan lain, selain memisahkan aku darinya?"
Ellie menggeleng sedih, Klara hanya mampu menegelus rambut Ellie dengan penuh kasih, "kenapa tidak membiarkan kami bersama-sama saja, aku bisa pergi dengan bayiku menjauh dari semua ini." Tangis Ellie semakin menjadi dalam pelukan Klara.
"Pada usia dewasanya nanti, ketika diperkirakan dia sudah punya sebuah keluarga kecil, dan mungkin juga anak-anak yang lucu, kita bisa buat skenario untuk merancang pertemuan. Disaat itu, kamu dan aku mungkin sudah menjadi cukup kuat untuk membuat keputusan yang tidak bisa ditentang. Tetapi saat ini, kita tidak bisa melakukannya. Kita semua akan dihukum berat. Apakah kamu ingin Gustav dihukum mati?" Klara berusaha menenangkan Ellie.
Ellie menggeleng lemah, isaknya makin menjadi, dadanya terasa sangat sesak. Semua pilihan tersebut sama-sama sulit, mereka akan memisahkan dirinya dari orang-orang yang dicintainya. Tetapi keputusan yang telah disepakati setelah banyak diskusi dengan Klara --bibinya-- adalah yang terbaik. Mereka semua akan tetap hidup, meski harus saling terpisah. Namun masih ada harapan untuk bertemu kembali kelak. Dan mereka sepakat untuk menyembunyikan semuanya selama duapuluh tahun.
Gerda datang menghampiri Klara dan Ellie yang masih terbaring lemah karena mulai mendapatkan reaksi ramuannya untuk segera tertidur.
Setelah membersihkan kotoran ditubuh bayi merah --yang kulitnya masih kisut--, lalu membaluri tubuh bayi tersebut dengan ramuan yang membuat bayi merasa nyaman, Gerda membungkusnya dengan selimut tebal dan hangat. Gerda membawa bayi tersebut kepada ibu muda yang baru saja melahirkannya.
"Nona Ellie, dia sudah tenang, kamu bisa menyusuinya sekarang." Awalnya, rencana mereka adalah sesegera mungkin membawa bayi tersebut menjauh dari kastil. Namun tadi Gerda mendengar percakapan antara Ellie dan Klara yang membuatnya terenyuh. Maka dia memutuskan untuk memberikan sedikit kebahagiaan yang masih tersisa, di detik-detik terakhir perpisahan panjang antara ibu dan anaknya yang baru dilahirkan.
Ellie menatap tubuh mungil yang ringkih tersebut dengan takjub, di dekapnya erat, dan dinikmati sensasi saat bayinya meminum air susunya. Mungkin ini adalah satu-satunya hal yang kelak akan bisa membuat ikatan bathin mereka cukup kuat. Ellie berusaha menerimanya dengan tabah.
Akhirnya Ellie tertidur, dan bayi mungil tersebut juga tertidur karena merasa kenyang dan nyaman dalam pelukan hangat ibunya.
Klara dan Gerda segera membereskan segala sesuatunya, lalu menuju istal. Disana Gergely suami Gerda sudah menunggu.
Diperbatasan desa dekat hutan Cachtice, seorang pria yang sudah sejak sepuluh hari sebelumnya selalu berjaga dengan mendirikan tenda darurat, terus berusaha terjaga dari tidurnya. Ini adalah salah satu akses yang paling mungkin untuk dilewati oleh orang yang ingin pergi secara diam-diam. Sebab jalan ini menuju hutan yang akan mengubur setiap aktivitas di dalam rimbunnya dedaunan. Meskipun demikian, hutan tersebut relative aman, hampir bisa dipastikan tidak ada binatang buas yang berbahaya di dalamnya, selain itu, ada banyak tanaman buah dan sayuran yang bisa di makan. Pria itu menatap langit dengan gelisah, "aku sudah berhari-hari menunggu di sini, kumohon, beri aku kesempatan, untuk memperbaiki diri dan bertanggung jawab atas apa yang telah kuperbuat. Biarkan aku menjaganya dengan seluruh jiwa dan ragaku." Itu adalah ucapan dan doa yang selalu dia sampaikan ke langit di setiap malam.
Pesan dari Countess Klara dan Elizabeth Bathory de Ecsed sangat jelas bagi pasangan suami-istri Gerda dan Gergely, "Bawalah bayi ini bersama kalian sejauh-jauhnya, bersembunyilah. Kehidupan kalian tidak akan pernah kesulitan keuangan. Di dalam kereta kuda tersebut, terdapat harta yang cukup untuk menopang kehidupan kalian, selain dari harta yang sudah kami berikan tiga bulan lalu untuk kalian mempersiapkan tempat tinggal rahasia kalian. Setelah dia dewasa, bawalah kembali bersama kotak ini, di dalamnya ada identitas dirinya sebagai keturunan dari keluarga de Ecsed. Gergely dan Gerda mengangguk, "baiklah, kami mengerti." "Segera berangkat, kalian harus berhati-hati, karena kalian tidak akan mendapatkan perlindungan dari pengawal dalam misi rahasia ini. Di dalam kereta ada perbekalan yang cukup dan juga senjata untuk melindungi diri kalian. Sekarang pergilah." bagaimanapun, Klara tidak ingin apa yang sudah mereka rencanakan hancur berantak
Gerda memandang suaminya yang berada di atas atap rumah dengan senyum, sedikit berteriak dia memanggil suaminya "Gery, beristirahatlah, aku membawakan kudapan kesukaanmu." Gergely yang sedang berada di atap untuk menguatkan posisi atap rumah kayu mereka, mengelap peluhnya. Dia tersenyum menatap istrinya yang berada di bawah sambil menggendong Benca."Letakan saja di atas batu, dekat pohon besar itu. Aku akan turun sebentar lagi" matanya menatap gadis kecil dalam gendongan istrinya yang sibuk menata makanan di bawah pohon, tatapan matanya menjadi redup, hatinya berdesir dipenuhi rasa kasih, "apakah gadis cantik kesayangan merindukan ayahnya?" Gergely berteriak dari atap.Gerda berteriak menjawab suaminya, "dia tidak merindukanmu, dia hanya ingin makan bersama ayahnya" balas Gerda, mencoba memaksa suaminya untuk turun dan beristirahat.Menggunakan Benca untuk memaksa Gergely melakukan sesuatu, terbukti selalu sukses. Sedet
Dua orang pria bertarung dengan sangat lihai disaksikan dua orang gadis yang saling memberi semangat."Arpad, kamu yang terbaik, kalahkan dia, jangan beri ampun" seorang wanita dengan semangat memberi dukungan sambil terus bertepuk tangan setiap pedang Arpad mengayun memberikan serangan telak pada lawan.Wajah wanita itu bulat bagaikan bulan, dia selalu mampu membuat orang-orang disekelilingnya merasa bahagia, senyumnya menampilkan barisan gigi yang rapih berjajar bagaikan deretan mutiara. Rambutnya yang pirang bergelombang digelung ke atas, diberi hiasan manik-manik dan topi kecil yang mempermanis penampilannya."Tenang Erza, kakakmu yang tampan ini pasti bisa menumbangkannya." Pria yang dipanggil Arpad menyahuti sambil mengedipkan matanya yang teduh berwarna biru samudera kepada satu-satunya adik perempuan yang sangat disayanginya."Kamu tidak mendukungku, Erza? awas ya, jangan menangis dan mengadu padaku jika G
Lorant mengerang menahan sakit di kakinya, dia telah mencoba menghentikan pendarahan dengan mengikat kakinya erat-erat, namun darah masih saja mengucur. Sementara tubuhnya semakin lemah karena haus dan lapar."Ya tuhan, sungguh aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku tidak tahu siapa mereka, dan mengapa mereka menyerang kami. Apakah pertempuran di Sisak semakin melebar hingga mencapai Moslavina?" Lorant bergumam sendiri, mencoba menganalisa situasi ditengah rasa sakit yang menderanya.Bagaimanapun dia adalah seorang prajurit terlatih yang sudah terbiasa menahan sakit akibat serangan dari musuh. Namun ini adalah di tengah hutan, dan dia tidak terlalu mengenal wilayah ini, jadi saat dia lari dari gempuran musuh yang tidak dikenalnya, dia hanya mengikuti insting untuk menyelamatkan diri."Semoga keluarga Baron Vladislav bisa diselamatkan oleh para pengawalnya..."saat Lorant sibuk bermonolog dalam hati
Tiba di rumah, Benca membuka pintu kayu dengan hati-hati, "bu, ibu... ibu di mana?" Benca memanggil ibunya sambil memapah Lorant untuk duduk di pembaringan. Dengan telaten Benca membantu Lorant untuk mendapatkan posisi rebahan yang cukup nyaman. Setelah itu, dia ke dapur mencari ibunya, tetapi Benca tidak menemukan ibunya. Lewat pintu belakang Benca ke luar. Di sana ibunya tampak sedang menjemur gandum. Cahaya matahari di bulan Oktober tidak terlalu bagus untuk menjemur, tetapi setidaknya, gandum-gandum tersebut tidak akan busuk karena lembab saat musim dingin nanti. Benca menghampiri ibunya "ibu..." Benca memanggil dengan suara lirih. Ibunya menoleh, sedikit terkejut "hey, Kamu sudah pulang, sayang. Cepat sekali. Apakah ayahmu sangat lapar, sehingga menghabiskan makanannya dengan kilat?" Benca menggeleng, lalu duduk dihadapan ibunya. Benca memegang tangan ibunya, lalu menceritakan tentang Lorant. Gerda terbelalak,
Para pengawal menunduk dihadapan seseorang yang sedang duduk sambil mengetukkan jarinya di tangan kursi. Wajahnya yang tenang, namun tegas, memancarkan kharisma yang kuat. Gurat-gurat di keningnya menandakan usia yang semakin menua, namun sesungguhnya dia tidak terlalu tua, hanya saja dia sering tampak murung dan sedih. Meskipun sisa-sisa ketampanan yang dimilikinya masih terlihat, namun terkubur oleh ekspresi datar di wajahnya. Padahal jika diteliti cukup dalam, hidung kokoh diantara alis tebal seperti parang yang menaungi bola mata hazel dalam bingkai berbentuk almond itu memiliki sorot mata setajam elang. Semua bagaikan pahatan sempurna mahakarya sang pencipta. Bibirnya yang tipis dan hampir tidak pernah tersenyum, masih memerah segar karena tidak pernah tersentuh tembakau. Ya, meskipun dia tidak terlalu mengurusi penampilan, namun dia selalu berusaha untuk menjaga kesehatan serta kebugaran tubuhnya, sebab dia bertekad untuk bisa terus hidup sampai bertemu dengan putri satu-satun
Ellie menatap nanar ke luar jendela dari dalam ruangan pribadinya, tubuh polosnya masih berada di dalam selimut tebal, sementara Klara sedang sibuk merapihkan diri. Bertahun-tahun mereka melakukan hubungan yang intim lebih dari sekedar sebagai keponakan dan bibi tanpa dicurigai, karena mereka tinggal dalam satu atap di kastil Cachtice ini. Klara yang lembut penuh perhatian telah menjadi tempat bersandar bagi Ellie yang rapuh dan penuh dengan kekhawatiran. Moment disaat dia harus melepas bayi perempuannya --hasil hubungannya bersama Gustav-- merupakan skenario yang dilakukan oleh Klara dengan sangat rapih. Kenyataannya, delapan belas tahun berlalu, semuanya seolah-olah berjalan sebagaimana mestinya, seakan-akan memang tidak pernah ada seorang anak yang pernah terlahir dari rahimnya. "Klara, apakah ada kemungkinan aku bisa bertemu dengan Sweety --begitu Ellie menyebut anaknya dihadapan Klara--?" Ellie bertanya dengan nada sedih kepada bibinya. Sesungguhnya Klara bosan dengan rengekan