Share

8. Pertemuan

Lorant mengerang menahan sakit di kakinya, dia telah mencoba menghentikan pendarahan dengan mengikat kakinya erat-erat, namun darah masih saja mengucur. Sementara tubuhnya semakin lemah karena haus dan lapar.

"Ya tuhan, sungguh aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku tidak tahu siapa mereka, dan mengapa mereka menyerang kami. Apakah pertempuran di Sisak semakin melebar hingga mencapai Moslavina?" Lorant bergumam sendiri, mencoba menganalisa situasi ditengah rasa sakit yang menderanya.

Bagaimanapun dia adalah seorang prajurit terlatih yang sudah terbiasa menahan sakit akibat serangan dari musuh. Namun ini adalah di tengah hutan, dan dia tidak terlalu mengenal wilayah ini, jadi saat dia lari dari gempuran musuh yang tidak dikenalnya, dia hanya mengikuti insting untuk menyelamatkan diri.

"Semoga keluarga Baron Vladislav bisa diselamatkan oleh para pengawalnya..." saat Lorant sibuk bermonolog dalam hati, dia mendengar senandung kecil dari kejauhan yang semakin mendekat, "...seperti suara seorang wanita..."

Lorant mengernyitkan dahi kebingungan, "apakah itu suara peri hutan? di dalam hutan terpencil ada suara perempuan bersenandung...?"

Lorant merasa aneh, tapi segera menggeser tubuhnya ke balik semak-semak untuk bersembunyi.

Seorang gadis muda berambut pirang bergelombang di kepang dua yang cantik, berlenggang sambil bersenandung.

Mata almondnya yang bulat bersinar memiliki tatapan yang teduh dan dalam, bagaikan danau berwarna hazel lembut. Alisnya yang bagaikan bulan sabit, memayungi keindahan matanya dengan sempurna. Sementara kulitnya yang halus bagaikan pualam, segar bersinar di terpa mentari pagi yang cerah, secerah senyumnya yang membuat siapapun merasa tentram dan bahagia.

Dia adalah Benca, yang telah tumbuh dewasa bagaikan bunga mekar dimusim semi. Benca berjalan dengan gembira karena hari ini telah sukses memasak makanan untuk bekal ayahnya dan mendapat pujian dari ibunya. Ini adalah karya pertama Benca secara keseluruhan tanpa campur tangan ibunya. Benca sangat bangga untuk bisa segera mempersembahkan masakan hasil olahannya kepada sang ayah.

Sulit bagi Benca untuk mendapatkan pujian jika hal itu terkait olahan makanan, karena ibunya bisa dikatakan ratunya dapur dan penguasa berbagai makanan lezat, seolah-olah tangan ibunya memiliki kekuatan magis yang bisa menyulap bahan apapun menjadi makanan yang nikmat tiada tara.

Tiba-tiba telinganya mendengar rintihan dari balik semak-semak, perlahan Benca mendekati arah suara itu. Ketika tangannya menyibak dedaunan yang menutupi arah suara, Benca terkejut saat mulutnya dibekap dari belakang oleh tangan yang kokoh. Benca berusaha memberontak dan berteriak, rumahnya tidak terlalu jauh, namun tersembunyi dari pandangan karena terhalang pepohonan yang besar dan rapat. Kalaupun dia mampu berteriak, tentu sulit mengharapkan ibunya untuk bisa mendengar.

Yang bisa dilakukan hanyalah, berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dengan berbagai cara, dari cengkraman laki-laki yang membekapnya. Namun kekuatannya tidak sebanding, akhirnya Benca diam ketika kaki dan tangannya semakin terkunci dalam pelukan lelaki tersebut.

Benca mencium bau darah bercampur keringat yang membuatnya ingin muntah. Kepalanya pusing akibat tarikan dan pelukan yang mengunci tubuhnya begitu erat dari belakang punggungnya. Benca ingin menangis, namun tidak bisa, hatinya luar biasa gelisah dan ketakutan. Seumur hidupnya belum pernah dirinya berinteraksi dengan manusia lain apalagi bersentuhan selain dengan ayah dan ibunya.

Sungguh Benca merasa hidupnya sangat terancam, dan mulai berfikir bahwa mungkin dirinya tidak akan bertemu lagi dengan ayah dan ibunya. Benca berdoa dalam hati, "ya tuhan, kumohon selamatkan aku, aku akan membaktikan diriku pada orang yang kau kirim untuk melepaskan aku dari situasi ini."

Tiba-tiba dekapan dibelakang punggungnya mengendur, lalu terdengar bisikan lirih, "diamlah, aku tidak akan mencelakaimu." Benca masih terbelalak, bola mata hazelnya seperti ingin keluar dari rongganya, "menurutlah, jika kamu diam, aku akan melepaskanmu, apakah kamu mengerti?"

Benca mengangguk tanda mengerti. Pria itu mengendurkan dekapannya dan perlahan dirinya berbalik, dihadapannya berdiri seorang pria dengan garis wajah tegas bermata elang yang dipayungi alis tebal.

Tubuhnya yang lemah tampak cukup atletis, meski sedikit kuyu. Sementara rambutnya yang hitam lurus sebahu kusut berantakan menutupi sebagian wajahnya. Benca masih diliputi ketakutan, tetapi pria itu tersenyum sambil meringis seperti menahan sakit.

"Maaf jika membuatmu ketakutan, aku pikir dirimu adalah bagian dari mereka yang ingin membunuhku." Pria itu berusaha menjelaskan, lalu menjatuhkan dirinya ke tanah dan bersandar di pohon.

"Mmm... membunuhmu? Memangnya kenapa?" Benca bertanya kebingungan. Sementara pria itu memejamkan matanya sambil memegangi kakinya.

Benca menyentuh bahunya, dan mata pria itu terbuka perlahan "tolong aku... kakiku..." suara lemah pria tersebut mengiringi tatapan redup pada diri Benca yang mencoba menyembunyikan kepanikannya.

"Kamu siapa? apa yang bisa aku bantu? Mengapa ada yang ingin membunuhmu" tanya Benca gugup.

"Ka..ki...ku..." suara pria itu semakin lirih, sambil menatap kakinya dengan lemah.

Benca mengikuti arah pandang pria itu. Ternyata kaki pria itu terluka seperti tersobek benda tajam, darah mengalir cukup deras, sebagian mulai mengering. Benca menutup mulutnya mencoba untuk tidak berteriak. Sepertinya luka tersebut kembali berdarah ketika pria itu melakukan pembekapan terhadap Benca.

"Lukamu cukup parah, aku hawatir akan mengalami infeksi. Aku harus mencari beberapa tanaman obat untuk mengurangi kemungkinan infeksi pada lukamu" pria itu mengangguk lemah, "ini, minumlah dulu, tunggu aku sebentar, aku akan kembali membawa beberapa bahan yang bisa mengobati lukamu."

Benca bergegas pergi, dengan sigap mencari daun berbentuk hati atau yang biasa dia sebut heartleaf.

Seketika melupakan insiden pembekapan yang dilakukan pria tersebut terhadap dirinya. Melihat pria itu tergolek lemah, hanya ada satu hal dalam pikirannya, yaitu menolong pria tersebut.

Ibunya telah mengajari beberapa dasar pengetahuan herbal untuk pengobatan, salah satunya adalah heartleaf, sejenis tanaman menjalar, berbatang lunak, yang berkhasiat untuk menghambat pendarahan pada luka, melancarkan peredaran darah, dan mengembalikan daya tahan tubuh. Benca dan ibunya sering menggunakan daun tersebut untuk mengobati luka. Tidak disangka, bahwa ilmu tersebut sangat bermanfaat dalam situasi ini.

Tidak lama Benca sudah kembali dan mulai menumbuk beberapa jenis tanaman, dia menatap pria itu dengan kasihan, "aku akan mengganti kain yang membebat kakimu dengan selendangku, tetapi sebelumnya aku perlu membersihkan lukamu lalu meletakan ramuan ini di atas lukamu. Akan sedikit sakit, tapi kumohon bertahanlah."

Pria itu mengangguk pasrah, "kamu boleh melakukan apapun padaku, aku percaya padamu, aku sudah menahan sakit sejak beberapa hari, tidak masalah untuk menahannya sedikit lagi."

Benca tersenyum kecil, "kamu boleh menggigit kain ini jika merasakan nyeri." Benca menyerahkan sapu tangan yang biasanya dia gunakan untuk menutupi bekal makanan ketika ayahnya sedang beristirahat, "jangan khawatir ini bersih, ibuku tidak akan mentolelir apapun yang bersentuhan dengan makanan jika tidak higienis" pria itu menurut, meletakan kain di antara giginya.

Dengan cekatan Benca membuka simpul ikatan di kaki pria tersebut, membersihkan lukanya, menorehkan ramuan obat lalu menutupnya dengan kain baru yang disobek dari selendangnya. Proses tersebut bisa dibilang cukup cepat namun ternyata tetap saja menimbulkan efek perih pada luka, karena pria tersebut seperti menggeram menahan sakit, dan keringat berjatuhan dari pelipisnya.

Benca ikut berkeringat karena gugup. Dia menghapus peluh yang menitik dipelipisnya, setelah selesai membebat luka pria itu dengan sisa sobekan selendangnya. Pria itu tersenyum, sendainya saja situasi saat ini berbeda, pasti dialah yang akan menghapus peluh di kening gadis cantik ini.

Pria itu menatap kagum pada Benca, bukan hanya karena kecantikannya, tetapi juga karena pengetahuan pengobatan, cekatan, dan kelembutannya. Pria itu tidak melepaskan sedikitpun pandangannya pada Benca ketika gadis itu mencuci, lalu menumbuk daun berbentuk hati dengan batu, setelah itu dioleskan pada lukanya, semua bayangan itu melintas kembali di kepalanya seperti sebuah film yang bergerak lambat. Yang tampak hanya keindahan dan kecantikan maha sempurna, membuat dirinya seperti tersedot pada lingkaran cahaya yang menyeretnya ke taman surgawi, di mana semuanya tampak sangat mempesona.

"Aku Lorant. Lorant Garai" pria itu menjulurkan tangannya. Benca terpaku, matanya yang indah mengerjap, bola mata berwarna hazel yang dimiliki Benca semakin tampak bersinar saat mengerjap. Membuat Lorant semakin terpesona "boleh aku tahu namamu?" tanya Lorant lembut.

Tangannya masih menggantung tanpa sambutan "apakah Kamu akan membuat tanganku menggantung seharian seperti ini?" Lorant tersenyum menggoda, membuat Benca tersipu.

Benca menyambut uluran tangan Lorant "aku Benca, Benca Kveta Fialova."

"Nama itu cocok buatmu" Benca tersipu "Benca, bisakah Kamu memberiku lagi sedikit air, aku masih haus sekali" Lorant meminta dengan lirih.

Benca segera membuka perbekalan untuk ayahnya, dan memberikannya pada Lorant "ini, minumlah, aku juga ada makanan, silahkan dimakan" Benca menawarkan dengan tulus, dia bisa kembali ke rumah dan memasak lagi untuk ayahnya "ayah pasti mau memaafkanku, karena aku memberikan bekalnya untuk menolong orang yang sekarat" Benca membatin. Meskipun hasil olahan makanan pertama tidak jadi dinikmati oleh ayahnya, namun Benca rela.

Tetapi Lorant menggeleng "tidak sekarang, bisakah Kamu menolongku untuk membawaku ke suatu tempat yang agak tersembunyi?" Benca menatap tidak mengerti. "aku akan ceritakan padamu, segera setelah aku berada ditempat aman. Aku hanya butuh sedikit minum karena terlalu haus. Setelah itu, aku rasa aku masih bisa berjalan dengan bantuanmu" Benca pun langsung memberikan minuman, lalu segera memapah pria tersebut berjalan perlahan menuju rumahnya. Ya, bagi Benca, tempat aman adalah rumahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status