Andra terdiam mendengar penjelasan sang ibu tentang ayahnya. Ia masih tak menyangka orang yang terakhir ia temui ternyata benar-benar ayah kandungnya. Semua seperti mimpi yang membuka semua tabir rahasia jati diri seorang Andra. Yang paling menyakitkan lawan sebenarnya yang harus ia habisi tak lain adalah sang ayah sendiri. Yang mungkin berpotensi sebagai pelaku ayah angkatnya.
"Kenapa kamu terdiam Nak?" Ibu Andra membuyarkan lamunan sang putra.
"Tidak aku hanya merasa ini seperti mimpi."
"Bagaimana bisa Alexs itu ayah ku?"
Tanya Andra.
"Apa kamu pernah bertemu dengan ayahmu?" Sang ibu balik bertanya pada sang putra.
"Dan kenapa seolah takdir mempermainkanku?" tanya Andra.
"Aku pernah bertemu dengannya."
"Harusnya ibu menemuiku."
"Benci atau tidaknya diriku.. seharusnya ibu tidak membiarkanku dalam kondisi membingungkan."
"Tahukah ibu betapa sulit hari-hari yang harus ku jalani."
"Aku selalu berfikir aku sendiri di dunia ini."
"Aku merasa tak punya siapapun untuk berkeluh kesah atau bertukar cerita."
"Yang aku tahu aku hanyalah anak haram."
"Label yang menghancurkan mentalku hingga aku jadi pembunuh!"
"Aku lampiaskan semua amarah dan rasa kecewaku pada setiap korbanku!"
"Jika anda benar ibuku kenapa anda tidak berusaha mencariku menjelaskan semua bukan malah membiarkan aku berfikir kalian sudah mati!"
"Aku kecewa aku murka aku tak bisa menerima ini semua!"
"Maaf... Aku permisi!" Andra bangkit berdiri dan berjalan cepat keluar dari rumah itu di susul Angkasa yang berlari mengejarnya.
"Andra tunggu!!"
"Saya mohon kendalikan dirimu!"
"Saya tahu ini berat tapi ini bukan sepenuhnya salah ibumu!"
"Coba pahami posisinya!" Angkasa berusaha membujuk Andra yang terlihat sangat emosional.
Tapi sepertinya Andra masih belum bisa menerima semua kondisinya.
"Jika saya harus memahami posisinya lantas siapa yang akan memahami posisi saya?" Andra membalik perkataan Angkasa dan membuat Angkasa terdiam.
"Saya ditinggalkan tanpa alasan tanpa kejelasan siapa orang tua saya."
"Hanya label anak haram yang melekat pada diri saya!"
"Setiap detik saya harus berjuang melewati hari-hari yang sangat berat tanpa seorangpun disisi saya."
"Hingga saya memutuskan menjadi seorang pembunuh di saat usia saya tergolong belia."
"Apa anda fikir itu menyenangkan?'
" Jika saja saya tahu ibu saya masih hidup saya tidak perlu mengotori tangan saya dengan menghilangkan nyawa seseorang Tuan!"
"Saya akan mencoba berdamai dengan semua takdir yang saya punya."
"Tapi ketika semua itu terlambat rasanya sangat sulit menerima semua lelucon ini."
"Seakan semua hanya candaan tanpa perduli hancurnya perasaan saya!"
"Saya tidak bisa menyalahkan wanita itu lalu saya harus salahkan siapa?"
"Dia meninggalkan saya dan memilih saya menganggapnya tiada lalu apa sekarang saya harus memeluknya dan berkata ibu aku rindu ibu, begitukah ingin Tuan!!"
Andra memberondong Angkasa dengan semua ungkapan kekecewaannya.
Angkasa pun sadar ia tidak bisa memaksa Andra untuk menerima ibunya yang lama meninggalkannya. Karena itu pasti akan sangat menyakitkan.
"Baiklah kita pulang sekarang."
"Aku tidak akan memaksamu meneruma wanita itu sebagai ibumu."
"Sampai kamu sendiri yang siap menerimanya."
"Aku tidak akan ikut campur semua keputusanmu."
"Kamu tentu tahu yang terbaik untuk dirimu," Balas Angkasa mencoba meredam dan memahami emosi Andra.
"Ayo kita pulang!" Ajak Angkasa sambil memasuki mobil. Andra pun menyusul masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan Andra hanya diam mematung. Sedangkan Angkasa sibuk memainkan ponsel miliknya.
Tak ada sepatah katapun dari mulut Andra yang keluar. Hingga laju mobil itu terhenti di depan pintu gerbang kediaman Angkasa Raditya.
Ketika pintu gerbang di buka Andra bersiap untuk turun dari mobil yang membawanya.
"Kamu istirahatlah di kamar kamu pasti lelah kan?" Angkasa menyuruh Andra untuk beristirahat agar emosi anak itu lebih stabil.
Andra hanya mengangguk dan melangkah turun di susul Angkasa.
Angkasa berjalan di depan Andra dan berjalan menuju ruang kerjanya. Sedangkan Andra berbelok menuju kamarnya di lantai atas.
Ia berjalan menaiki anak tangga hingga ia sampai di area kamarnya. Segera di raihnya gagang pintu dan membukanya.
Andra merebahkan tubuhnya di atas kasur nan empuk itu.
Ia mulai teringat kejadian yang hampir ia lupakan.
Flash Back...
"Andra itu nama mu kan?"
"Aku membutuhkanmu untuk melenyapkan musuh besarku."
"Ini foto dan upah untukmu," Ucap seoranh lelaki pada Andra sambil menyodorkan foto dan amplop berisi uang.
"Dia siapa dan kenapa anda ingin melenyapkannya?" Tanya Andra.
"Dia orang yang sudah menghancurkan hidup putri saya dan ia tidak mau bertanggung jawab dia CEO di perusahaan Agyawista. Namanya Agha.
"Baik saya akan menjalankan semua seperti keinginan anda." Andra setuju dengan tugas yang ia terima.
Andra langsung mencari orang di foto itu.
Dia sampai melakukan penyamaran agar misinya tercapai dan target ada di tangannya.
Ia menyamar sebagai salah satu driver di perusahaan tersebut. Dan ia berhasil menggiring Agha masuk ke dalam perangkapnya.
"Antarkan saya ke tempat meeting berikutnya nanti saya tunjukkan arahnya!" Agha sama sekali tak menaruh rasa curiga.
Sampai akhirnya ia mulai merasa ada kejanggalan saat laju mobil itu terhenti di sebuah pergudangan yang telah lama kosong dan jauh dari keramaian.
"Kenapa berhenti disini?" Tanya Agha mulai cemas.
"Bisakah anda keluar!" Suruh Andra dengan sopan sambil membuka pintu mobil tersebut.
"Kamu mau apa!"
Bentak Agha mulai panik.
Tiba-tiba Andra menyodorkan pistol ke kepala Agha yang membuat laki-laki itu tak mampu lagi memberontak.
Andra menggiring Agha masuk ke dalam gudang kosong itu.
"Duduk di sana dan lemparkan ponsel milikmu tuan!!" Suruh Andra.
Agha yang ketakutan karena pistol itu masih mengarah pada kepalanya pun terpaksa menurut saja.
"Kenapa kamu membawaku ke sini?"
"Siapa kamu?"
Tanya Agha yang merasa asing dengan orang yang ada di depannya.
"Kita kenalan dulu...!"
"Panggil aku Andra Tuan!"
"Kita memang tidak pernah bertemu sebelumnya tapi sayang aku adalah malaikat mautmu sekarang."
Andra tersenyum. Sambil menatap tajam ke arah Agha yang sudah ingin kabur dari tempat itu.
"Kenapa kamu mau menghabisiku?" Agha mulai bingung padahal ia merasa tak mengenal laki-laki di hadapannya yang memberikan ancaman terhadap dirinya.
"Oh.. itu karena saya diminta untuk menghabisi anda."
"Anda menghancurkan hidup perempuan dan meninggalkannya seperti sampah kan?"
"Anak itu pasti akan jadi anak haram dan saya benci dengan label itu."
"Anda bisa sembunyi sekarang sebelum saya menghabisi anda."
"Akan lebih menyenangkan jika kita bersenang-senang dulu," ucap Andra sambil mendekat dan dengan sigap ia menggores leher Agha dengan pisau tapi ia tidak menggores dengan dalam. Ia hanya ingin mangsanya mati pelan-pelan.
"Lepas!!' teriak Agha.
Agha meringis kesakitan sambil memegang lehernya yang mulai mengeluarkan cairan berwarnah merah segar.
"Lari cepat sembunyi!!" Suruh Andra sambil terkekeh.
Dua pasangan itu pun berlalu meninggalkan pantai dan berjalan menuju mobil untuk mencari rumah makan. Di dalam mobil pun tak ada perbincangan hingga suasana sangat sunyi. Sampai akhirnya Andra membuka suara. "Maaf anda mau makan dimana, Tuan?" tanya Andra sopan. "Ehm dimana ya, sayang menurut kamu, kita enaknya makan apa?" Dion malah balik bertanya pada Diandra yang asyik melamun. "Terserah kamu saja," balas Diandra lembut. "Kalau begitu di rumah makan terdekat saja, dari pada keburu kelaparan," sahut Dion yang masih menggenggam tangan Diandra. "Baik," jawab Andra. Andra melajukan mobilnya menuju tempat sesuai tujuan sang tuan. Tak butuh waktu lama mobil itu pun terhenti. Kedua pasangan itu turun dari mobil. Mereka berjalan masuk ke dalam restoran dan memesan beberapa menu, Dion mengajak Andra bergabung bersama dalam satu meja dengan dia dan Diandra. Tak berapa lama menu pesanan mereka pun tiba, mereka pun bersiap menikmati hidangan. Andra duduk di depan Diandra sedangkan Dio
Andra menatap ke arah Diandra yang masih mengalungkan kedua tangannya di leher Dion, dan pura-pura tak melihat bodyguardnya tersebut. "Apa kalian sedang menggunakan kami untuk memanas-manasi satu sama lain," bisik Lyli. Andra tersenyum frik kembali. Ia seakan tak ambil pusing dengan sikap mantan kekasihnya tersebut. "Apa menurutmu dia cemburu?" Andra menatap Diandra tanpa ekspresi apapun, laki-laki itu kembali menghisap rokok di tangannya tanpa menoleh ke arah Lyli yang sedari tadi duduk di sampingnya. "Ku rasa ia cemburu," balas Lyli. "Dia terlalu bodoh untuk bersandiwara," sahut Andra. "Ya, dia tak sepertimu yang terlalu ahli sampai seperti tak punya hati!" timpal Lyli. "Hatiku sudah lama mati," sahut Andra seakan tanpa dosa. "Kau bahkan menciumku, aku bisa saja salah mengartikan sikapmu itu. Bagaimana bisa kau melakukannya saat kau tak ada perasaan apapun terhadapku," ujar Lyli sambil mengeryitkan keningnya. "Mudah, aku hanya menganggapmu patung yang bisa aku mainkan sesu
"Maaf ini tujuannya kemana?" tanya Andra. "Ke pantai saja," sahut Diandra"Apa kau tak keberatan?"Diandra memalingkan pandangannya kepada Dion yang duduk di sampingnya. "Tentu saja tidak, aku akan menemanimu kemana pun kamu mau," balas Dion. "Baguslah, kalau begitu cari pantai yang paling bagus pemandangannya!" titah Diandra pada Andra yang sedang fokus mengemudikan mobilnya. "Baiklah!" balas Andra. Tiba-tiba tanpa banyak bicara Lyli mengusap keringat di kening Andra dan itu membuat Diandra yang duduk di belakangnya langsung terperangah. "Kau tidurlah, tak usah repot membasuh keringatku!""Aku tak ingin mengotori tanganmu yang lembut," ucap Andra. Perasaan Lyli makin tidak terkontrol, gadis itu dibuat terus berbunga-bunga seakan ada banyak petasan di dalam dirinya yang siap membuatnya meloncat kegirangan. "Astaga.. untuk sejenak aku ingin melupakan jika ini hanya sandiwara. Andai kata-kata itu nyata untukku, aku akan jadi wanita terbahagia saat ini. Sudah lama aku menantikan
Diandra membalas pelukan Dion sambil melirik ke arah Andra. Tampak wajah Andra datar tak berekspresi mematahkan ekspetasi seorang Diandra yang berharap ia dapat melihat kekesalan di wajah Andra. Tapi pada kenyataannya laki-laki itu sama sekali tak menunjukkan kekesalan yang ada ia tampak acuh, meski dalam hati Andra ia sangat kesal. Laki-laki itu sangat pandai menyembunyikan perasaan amarahnya. "Sial.. dia sama sekali tidak perduli!""Jadi selama ini apa?""Aku benar-benar salah menilai dia!" umpat Diandra dalam hati. Perlahan gadis itu menjauhkan kembali tubuhnya dari Dion. "Ehm.. sudah malam apa kamu tidak ingin pulang?" tanya Diandra yang lelah dengan sandiwaranya. "Apa kau tidak suka aku disini?" tanya Dion. "Bukan begitu, hanya saja ini sudah malam. Besok kita kan bisa ketemu lagi," balas Diandra. "Baiklah.. tapi janji ya besok kita jalan!" cetus Dion. "Hm.. iya," balas Diandra. Andra hanya terdiam mematung berdiri di belakang pasangan baru tersebut. Dion mengusap lembu
"Keluarlah dari ruangan ini!" usir Andra. "Kau tak perlu terus menerus mengusirku, itu sama sekali tidak sopan.""Apa kau yakin menyuruhku pergi? Aku rasa kau akan membutuhkan bantuanku lagi," kata Lyli sambil tersenyum. "Aku lelah aku butuh istirahat!" sahut Andra. "Oke, jika butuh bantuan hubungi aku!" Gadis itu akhirnya menyerah dan pergi meninggalkan kamar Andra. Di tempat berbeda Diandra menemui sang ayah. "Yah, Dion datang jam berapa?""Aku akan menemaninya berbincang," ucap Diandra. Sontak sang ayah pun terkejut karena belum lama gadis itu ke ruangannya dan menyatakan ketidak setujuannya. "Nanti jam tujuh, tapi kenapa kamu berubah fikiran?" Angkasa mencoba mengulik alasan dibalik perubahan sikap sang putri."Aku menolak karena ada hati yang harus ku jaga, tapi sekarang hati itu telah berpindah tempat," balas Diandra. "Maksud kamu apa?" Angkasa mengeryitkan keningnya tak mengerti arti kalimat sang putri. "Nanti ayah juga akan tahu sendiri," balas gadis itu. Malam pun
"Andra adalah kekasih Diandra, dan dia sedang terluka. Bagaimana bisa Diandra malah menemani pria lain saat kekasih Diandra dalam kondisi tidak baik-baik saja Yah!""Saat Andra baik-baik saja pun Diandra tak akan mau duduk berbincang dengan pria lain apalagi di saat seperti ini, maaf jika ini yang ayah ingin bicarakan dengan Diandra, ayah tahu betul apa jawabannya. Diandra permisi Yah!" Gadis itu bangkit dan tak memperdulikan reaksi sang ayah sedikit pun. Diandra nampak sangat kesal ia pun memutuskan untuk pergi ke ruangan Andra. Diandra membuka pintu dan langsung masuk ke dalam ruangan Andra. Tapi matanya terbelalak saat melihat Andra yang terbaring sedang ada dalam dekapan seorang wanita. "Ehem..!"Gadis itu berdeham membuyarkan kegiatan di hadapannya. "Ah.. maaf!" ucap Lyli sambil bangkit berdiri menatap sepasang mata yang seakan siap menerkamnya. "Kamu siapa?" tanya Diandra tanpa basa-basi. "Aku Lyli cinta pertama Andra!"Lyli mengulurkan tangan kepada Diandra, tapi gadis