G
Jam dinding sudah menunjukan pukul setengah sebelas malam, kaki jenjang milik Ayana pun kini berjalan dengan sangat hati-hati berharap tak mengganggu istirahatnya Candra malam ini.
Dengan sangat hati-hatinya ia membuka pintu untuk keluar malam ini, meski terlambat ia harap perayaan syukuran ulang tahun Marteen masih berlangsung.
Buru-burulah ia keluar rumah, mendorong sepeda motor dengan pelan-pelan hingga keluar gerbang.
Senyum penuh kemenangan pun kini terpancar dari raut wajahnya ketika dirinya telah menjauh dari rumah yang sederhana itu.
Ada rasa bangga tersendiri dalam dirinya kala ia berhasil keluar malam dari rumah Candra, pasalnya semenjak ia tinggal disana ia tidak pernah lagi ikut tongkrongan malam bersama para sahabatnya. Aturan yang Candra buat, mau tidak mau harus ia turuti jika tidak? Hukumannya akan lebih berat dari yang ayahnya kasih. Ya, sesuai surat perjanjian yang mereka tulis masing-masing dulu.
Hembusan napas lega pun
Tok ... Tok ... Tok ...Suara dibalik pintu mengalihkan perhatian Candra yang tengah fokus menatap layar laptopnya.Penasaran, akhirnya ia membiarkan laptop tersebut dan berjalan mendekati pintu, lalu membukanya."Pagi," sapa seseorang di ambang pintu dengan kegirangan.Dengan malas Candra menutup pintunya kembali, tak memberi celah pada seseorang yang tengah berdiri menyapanya barusan."Hey! pak saya datang membawa bekal untuk bapak. Cobalah, buka dulu sebentar!" teriak kembali seseorang yang masih berdiri di depan pintu ruangan Candra dengan penuh bahagia."Siapa?" kata pertama yang Candra lontarkan kala membukakan pintu kembali."Saya boleh masukkan? Nih pagi ini saya bawa bekal spesial untuk bapak," ujar Adinda melenggang masuk keruangan Candra tanpa dipersilahkan terlebih dulu."Saya bawa nasi goreng spesial dan salad sehat buat bapak," ucap Adinda meletakan bekal yang ia bawa di meja Candra."Kamu yang
Sejak kejadian kesalah pahaman itu, beberapa hari ini Ayana tak berani bertemu Candra barang sedetik saja pun. Ia sungguh merasa malu akan pemikirannya sendiri kala itu yang menganggap jika Candra telah merenggut mahkotanya dan berhasil membuatnya hamil, tapi nyatanya? Candra tidak pernah berbuat apa pun padanya, hanya tidur memeluk. Itu juga Ayana yang minta saat mengigau. Memalukan!Seperti hari ini, Ayana bangun begitu pagi bahkan mendahului ayam berkokok. Dari mulai bersih-bersih hingga mencuci Ayana kerjakan begitu terburu-buru sebelum Candra bangun.Beruntung, rumah yang mereka tempati tak begitu luas, cucian tak begitu banyak hingga membuat Ayana bisa lebih cepat mengerjakannya."Akhirnya beres juga," ujar Ayana setelah memeras pakaian terakhirnya yang ia bersihkan tepat saat jarum jam menunjukkan pukul empat pagi."Jir, rasa malu yang membawa hikmah ini. Tumben-tumbenan gue rajin gini, jam empat udah beres semuanya" gumamnya membawa seember pakaia
"Assalamualaikum!" sengajanya Candra mengucap salam dengan teriakan, berharap Ayana terganggu dengan kedatangannya pagi ini.Derap langkahnya, sengaja ia hentakan. Mencuri-curi perhatian sepagi ini ialah salah satu misinya agar Ayana dapat kembali menemui dan mengomelinya seperti biasa."Assalamuaikum!" Candra kembali berteriak. Kedua bola matanya menelisik setiap sudut rumah, mencari keberadaan Ayana yang tak kunjung ia temukan sepagi ini.Sengaja ia pulang lebih lambat dari mesjid demi membeli bubur ayam untuk mereka sarapan pagi ini."Ck. Dosa banget tuh cewek, orang ada yang ucap salam tuh dijawab kek bukan didiemin kaya gini" gerutu Candra meletakan kantong plastik yang berisi dua bungkus bubur ayam masih panas yang ia beli bela-belain kerumah tukang bubur tersebutnya langsung."Aya!" teriak Candra ketika tak menemukan Ayana disudut mana pun."Tidur lagi kali ya?" tebaknya sembari berjalan menuju kamar Ayana.Tok ... Tok ..
Kini keduanya saling duduk berhadapan dengan tatapan sama-sama tak kalah tajam."Mau kamu apa sih? Ngehindar terus dari saya sampai rela gak dapat nilai?" tanya Candra mulai mengintrogasi Ayana dihadapannya."Mau gue gampang! Tak lagi berurusan dengan lo!" jawab Ayana simpel.Candra mendengus sebal, "Itu tidak mungkin Aya, kita ini suami istri. Hidup kamu urusan saya!""Kenapa gitu? Bukankah kita telah sepakat untuk tidak mengurusi kehidupan satu sama lain?" Ayana bertanya dengan kesal."Itu kamu yang mau, tapi saya tidak! Sudah kewajiban saya sebagai suami mengurus urusan hidup kamu, membawa kamu kejalan yang benar" ucap Candra.Ayana mendelik sebal saat mendengar perkataan Candra, beruntung ruangan Candra cukup tertutup menjadikan keduanya leluasa membicarakan hal pribadi tanpa takut satu orang pun yang mengetahuinya."Lalu kenapa akhir-akhir ini kamu menghindar dari saya? Sudah hampir seminggu kamu bersikap aneh dan men
Malam ini, tepat pukul delapan kediaman Herlan tengah sibuk menyiapkan hidangan makan malam yang begitu spesial demi menyambut kedatangan putra satu-satunya yang mereka banggakan.Asa Aditya Pratama Handoko, anak pertama yang mengikuti jejak dirinya di dunia militer. Keberhasilannya mendidik Asa dengan begitu keras nan tegas membuat kebanggaan tersendiri bagi Herlan."Bi, makanan kesukaannya jangan lupa ya" ucap Herlan saat mengecek keadaan ruang makan bahkan beberapa makanan pun telah siap dihidangkan di meja makan."Baik tuan,""Semangat banget yang mau nyambut kedatangan putra kesayangan," sindir Heni. Senyum merekah Herlan lontarkan, ia pun kini menarik kursi untuk di dudukinya."Ayah mana yang tidak akan bersemangat menyambut kedatangan putranya yang berhasil dalam tugas?" tanya Herlan dengan kekehan."Tidak adalah, pasti semua ayah akan bersemangat dan merasa bangga" jawab Heni."Nah itu, ayah juga begitu. Oh iya bund, makanan k
"Aduh kita kapan makannya sih pah, udahlah bang gak usah tungguin Ayana. Siapa tau dia gak kesini," keluh Heni saat Asa dan Herlan masih bersikukuh untuk tetap menunggu kedatangan Ayana dan suaminya yang masih belum Asa ketahui siapa."Sebentar lagi dong, Mah. Siapa tau macet dijalan" ucap Herlan yang diangguki Asa."Palingan Ayana lupa atau sengaja gak datang. Kan biasanya gitu, kalau ada acara keluarga suka sengaja ditelat-telatin" kekeh Adinda saat mengingat sikap adiknya yang selalu saja seperti itu sedari dulu."Kali ini gak mungkin, Ayah udah mewanti-wanti kesuaminya biar bisa ngebujuk Ayana datang kesini. Sekalian ayah mau kenalin suaminya itu pada kalian berdua, kalian belum taukan?""Gak mau tau," jawab Adinda mengedikkan bahunya. Ia tak peduli bagaimana dan siapa yang telah menjadi suami dari adiknya kini yang dulu dijodoh-jodohkan dengan dirinya hingga ia nekat untuk melakukan percobaan bunuh diri demi menggagalkannya, beruntungnya Ayana
"Halah. Yakin kamu Cand, Ulahnya dia semakin membuatmu jatuh cinta?" tanya Heni mulai kembali sinis.Candra mengangguk cepat,"Inshaallah Candra yakin,""Mamah sih gak percaya, paling nanti kamu juga gak tahan dengan berbagai macam ulahnya Ayana. Secara dia kan beda dari kedua anak mamah ini, dia bandelnya gak ketulungan. Pintar juga kagak, cinta apanya kamu?" cerocos Heni.Nafsu makan Ayana seketika turun drastis. Ia cepat-cepat meneguk segelas air untuk menetralisir rasa sakit hatinya mendengar ucapan sang ibu."Saya mencintainya karena Allah, saya menerima dia apa adanya sejak akad pernikahan kita. Saya suaminya yang akan merubah sikap buruknya, mamah tenang saja, karena saya mencintainya setulus dan sepenuh hati saya karena Allah" jawab Candra dengan tenang. Seketika suasana berubah seketika, kecanggungan tercipta diantara mereka."Ah, rupanya ayah gak salah memilih kamu sebagai pendamping putri saya" ucap Herlan lega."Yakin kamu C
"Nanti gue turun sekitar sepuluh langkah dari acara itu, lo boleh pulang" ujar Ayana ditengah-tengah perjalanan mereka."Kenapa?" tanya Candra heran. Untuk apa ia pulang jika tak bersamanya? Bukankah ini kali pertamanya kembali bisa berdua dengan Ayana setelah beberapa hari lalu ia menghindar tanpa alasan padanya."Eh lo gila! Gue kan gak mau semua teman-teman gue tau kalau lo sama gue itu suami istri. Kitakan musuh, apa kata mereka coba" jawab Ayana nada tinggi. Tangannya mengetuk keras helm Candra."Iya deh, yang penting kamu gak jauhin saya lagi" gumam Candra pasrah.Ia pun menurunkan Ayana tepat di tempat yang Ayana mau, sepuluh langkah dari keramaian."Thanks, lo boleh pulang gih. Gue juga paling sampai jam sepuluh," ujar Ayana mengembalikan helm yang ia pakai pada Candra."Enggak, kita pulang bareng. Saya tunggu kamu, tenang saja saya akan menjauh dari siapa pun yang kamu kenal. Saya akan memperhatikan kamu dari kejauhan," Candra menol