Aroma maskulin dari tubuh Candra membuat Ayana sontak terbangun,bukannya terkejut atau bahkan marah Ayana malah tersenyum bahagia saat menyadari jika kini dirinya tengah memeluk Candra dalam tidurnya.
"Kenapa sih lo, tidur aja harus wangi gini?" gumam Ayana menatap lekat wajah tampan suaminya itu.
Candra yang merasa terganggu dalam tidurnya pun kini mulai terbangun, senyuman hangatnya ia lontarkan kala melihat Ayana yang sudah terjaga memperhatikan dirinya.
"Iya saya ganteng," goda Candra. Sontak Ayana memejamkan matanya dan berbalik membelakangi Candra.
"Gak usah so jual mahal, saya suka kamu seperti ini" bisik Candra lembut dengan memeluk erat tubuh Ayana.
Diperlakukan seperti itu membuat Ayana memejamkan matanya sekuat mungkin sembari berusaha menahan debaran jantung yang teramat keras.
Candra tersenyum geli saat menyadari jika kini Ayana tengah menegang dalam posisinya.
"Ini sudah jam tiga pagi, bangun yuk. Kita shalat tahaj
Ayana mulai membuka mata perlahan, menangkap semburat cahaya matahari yang masuk pada celah-celah ventilasi. Sial, hari ini ia bangun kesiangan setelah tadi subuh ia memutuskan untuk tidur kembali tak peduli akan omelan Candra yang menyuruhnya untuk belajar memasak bersamanya sebelum sang ibu mertua bangun."Astaga!" pekik Ayana saat mengingat ibu mertua. Ia lupa jika saat ini ibunya Candra masih tinggal bersama mereka."Argh, kenapa gue bisa lupa sih" geram Ayana mengacak rambut kasar. Segera ia menyibak selimbut yang menutupi separuh tubuhnya dan beranjak pergi membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.Seusai membersihkan tubuhnya, lagi-lagi ia menggeram saat tak mendapati pakaian yang selalu ia pakai dilemari Candra.Ia lupa, jika saat ini hampir semua pakaiannya masih berada dikamar tamu. Kamar yang sudah lama ia tempati.Kamar yang sekarang dihuni ibu mertuanya."Terus gue pake baju mana" gerutunya menatap malas dua stel pakaian miliknya yang
Mentari mulai bersinar begitu terang seolah memberikan pesan bahwa kehidupan masih akan berlanjut sampai ia meredup digantikan dengan sang puranama yang terang redup seolah memberikan pesan jika kehidupan dunia butuh di istirahatkan.Kali ini, seterik apa pun cahaya matahari tak menyulutkan semangat Candra untuk pergi ke kampus demi memberikan sebuah ilmu yang ia dapat pada anak didiknya.Bibir tipisnya tak pernah lepas melengkungkan senyuman hangat pada siapa pun yang berpapasan dengan dirinya membuat semua orang terheran-heran. Dosen yang terkenal dengan wajah dinginnya kini berbeda, begitu hangat seolah cahaya matahari telah menghangatkan hatinya."Selamat siang," sapa Candra saat memasuki kelas yang akan ia ajari."Siang pak ..." serempak mereka menjawab dengan hangat seakan kehangatan yang Candra berikan telah menular pada mahasiswa/i nya.Netranya memicing saat melihat salah satu siswinya tak menjawab sapaan darinya bahkan terkesan menghindar
"Tumben lo Ya gak bawa motor? Disita bokap ya?" sindir Guntur saat mereka baru saja keluar dari kampus setelah asik nongkrong di kantin sebelah."Gue jual," jujurnya dengan menjitak kepala Guntur."Lah, kenapa dijual?" kaget Marteen.Ayana menggeleng,sebagai jawaban. Tidak mungkinkan jika harus memveverkan alasannya.Asep yang mendengar hal itu nampak tenang mendekat kearah Ayana. "Lo lagi butuh duit? Kenapa gak bilang sama kita?" tanya Asep lembut."Enggak kok, gue bosan aja sama tuh motor" jawab Ayana cepat.Marteen tersenyum jail, sebelah matanya mengerling. "Kode nih, udah bosan bawa motor sendiri" sindir Marteen."Oh neng Aya pengen ya di bonceng sama Aa Guntur" sela Guntur dengan tersenyum puas."Sial! Enggak-enggak," ucap Ayana cepat."Aduh, gak usah malu. Bilang aja, Aa Aya pengen diboncengin gitu" goda Guntur membuat tawa mereka pecah."Apaan lo Tur, gue gak selebay itu!" protes Ayana dengan tangan mengep
Malam kian melarut, kulihat Ayana begitu gelisah dalam tidurnya. Bahkan berkali-kali kurasakan jika ia bolak-balik ke kamar mandi, ada apa dengannya? Apa hanya gara-gara tidak menonton sepak bola, ia tidak bisa tidur?"Bisa gak sih, kamu diam" ucapku merangkulnya erat."Buset, awas gak lo? Berat ini," ucapnya menepis tanganku yang kini merangkulnya erat."Terus kenapa belum tidur? Apa ucapan saya tadi menyinggung perasaanmu?" tanya Candra yang masih kepikiran dengan ucapannya tadi sore.Ayana menggeleng cepat, lalu ia berusaha bangkit dari tidurnya."Mau kemana?" tanya Candra mencegahnya pergi."Boleh gak gue nonton bola, sebentar saja" mohonnya dengan kedua tangan yang ia tangkupkan di dada.Candra berpikir sejenak, lalu ikut bangkit dari pembaringan."Nonton bola dimana? Dirumah Guntur?" tanyanya. Kedua mata Ayana berbinar menatap Candra, detik kemudian ia mengangguk pelan."Ini sudah malam, tidurlah. Saya tidak akan i
"Tik, lo tau gak. Kucing kalau turun, yang duluan apanya?" tanya Leo memberikan tebak-tebakan pada Tika yang tengah asik menyantap cemilan bersama geng Aster.Mulut Tika berhenti mengunyah, matanya menyipit sembari berpikir keras."Alah gampang itu, gue juga tau" seru Marteen."Ya kalau tau diam aja, inikan pertanyaan buat si Tika" ujar Leo cepat membungkam mulut Marteen."Emang apa?" tanya Tika polos."Jawab aja, siapa tau lo dapat hadiah dari Leo" celetuk Asep yang masih saja fokus menatap layar laptop."Oh ya, Leo yakin mau ngasih hadiah sama Tika kalau Tika menjawabnya dengan benar?" tanya Tika kegirangan. Leo tersnyum, ia duduk diseblah Tika dengan memperhatikan wajah cantik nan polos itu sebagai daya tariknya saat ini."Apapun yang Tika inginkan, pasti Leo turuti" ucapnya dengan tak lepas memandang Tika.Dengan semangatnya Tika menghadap kearah Leo menjadikan dua wajah itu nyaris beradu."Beneran?" tanya Tika mengu
Senyum menyeringai tercipta pada wajah Tika saat melihat Ayana begitu akrab dengan dosen yang bernama Candra, yang Ayana sebut dengan musuh.Ia begitu mulai penasaran akan hubungan keduanya saat netranya tak sengaja melihat tangan Candra menggenggam tangan Ayana dengan mesra."Ck, wanita murahan" cacinya.Ya, saat ini Tika tengah berdiri tak jauh dari keberadaan Ayana dan Candra. Niat hati ingin melihat bagaimana Ayana memperlakukan Bisma hingga memvuat Bisma terjatuh dalam pesonanya. Ia malah dikagetkan dengan suguhan pemandangan tak biasa, Ayana begitu akur dengan Candra bahkan keduanya seperti saling melemparkan candaan.Terbukti dengan tawa ringan yang menyelimuti kebersamaan keduanya."Lo, lihat aja bagaimana gue akan membongkar kebusukan lo pada geng Aster" gumamnya dengan senyum sinis.Tika pun berlalu pergi begitu saja, membiarkan kemesraan yang ia lihat hanya untuk hari ini saja. Sementara hari selanjutnya ia akan berusaha men
Ada tiga jenis nafkah yang wajib bagi suami memberikannya pada istri. Yakni nafkah keluarga, nafkah barang pribadi istri serta nafkah batin.Candra sadar tiga jenis nafkah tersebut belum ia penuhi seutuhnya, bahkan uang yang seharusnya Candra berikan untuk kebutuhan Ayana pun malah ia simpan sendiri dikarenakan Ayana yang selalu menolaknya mentah-mentah.Prihal nafkah batin? Candra pun belum sepenuhnya memberikan, bukan apa. Tapi setiap ingin memberikan tawa bahagia, ia selalu saja ingat pada perempuannya dimasalalu. Tapi malam ini, Candra akan menguatkan diri untuk bisa belajar mencintai Ayana sepenuhnya."Ya harus," gumam Candra dengan mengepalkan jari-jari tangannya.Ia pun kini tengah terduduk dimeja kerjanya sembari fokus memainkan keyboard laptopnya agar pekerjaannya cepat selesai.Kret ...Ekor matanya sebilah cahaya masuk kedalam ruangan bersamaan dengan decitan pintu yang terbuka. Ia mendongak, menatap kedepan, gadis yang
Gadis berperangai jahat itu kini tengah tertawa bahagia, menatap dua insan yang tengah bercanda ria saling berpegang tangan penuh mesra, sungguh dirasa tak percaya. Untuk kedua kalinya ia memergoki sahabatnya begitu mesra dengan laki-laki yang ia anggap sebagai musuhnya sendiri, sungguh ia tak percaya.Tapi itulah nyatanya, itulah buktinya yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Tak jarang beberapa momen romantis ia potret dengan mencuri-curi untuk ia menjadikan bukti.Beberapa iblis yang mengelabui hati dan pikirannya membuat sebuah ide buruk terbersit dalam dirinya. Pikiran picik lagi kotor kini mendominasi dirinya. Akankah ia menjadi pengkhianat demi membalas setiap rasa sakit yang ia rasakan saat ini?Usai mengambil beberapa gambar, ia berlalu pulang dengan wajah bersembunyi dibalik kupluk hodie yang ia pakai agar kedua insan yang tengah dimabuk asmara itu tak mengetahui dirinya."Tunggu pembalasanku," gumamnya dengan senyum menyeringai."