Home / Romansa / Candu Cinta Dokter Muda / 32. Hidup Seorang Rai

Share

32. Hidup Seorang Rai

Author: Sayap Ikarus
last update Last Updated: 2025-04-07 16:36:44

Masih berbaring di ranjang berdua, sama-sama hanya berbalut selimut tebal membungkusnya, Rai dan Gendhis larut dalam pikiran masing-masing. Napas keduanya sudah kembali normal, mereka tak bicara apapun tapi Gendhis nyaman tenggelam dalam pelukan Rai yang hangat.

"Sejak terakhir kali kamu tidur sama aku, berapa orang yang kamu layani setelahnya?" tanya Rai sengaja berbicara sambil menempelkan bibirnya di telinga Gendhis.

"Aku dipake dua orang, tapi aku minta mereka pake pengaman," ungkap Gendhis jujur.

"Tarifnya jadi jauh lebih murah?" ekspresi Rai tampak takjub.

"Iya, aku takut harus berakhir di meja operasimu lagi," jawab Gendhis klise. Meski sebenarnya ia hanya menjaga diri agar andai ia harus hamil suatu saat, adalah anak Rai yang ada di dalam rahimnya.

"Kerugianmu bakalan kuganti," ucap Rai. "Berapa?" tanyanya.

Gendhis menggeleng lemah, "Aku nolak 6 pelanggan, padahal aku butuh makan," gumamnya.

"Bikin rekening baru, kutransfer yang kamu butuh ke rekening itu, jangan sampe M
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Candu Cinta Dokter Muda   138. Sama-Sama Berjuang

    "Akhir pekan aku harus ke Makau, pas nggak ada jadwal praktik juga," ucap Rai setelah menyelesaikan makan malamnya bersama Gendhis. "Ngurus kerjaan klan ya?" tebak Gendhis langsung nyambung. "Iya," balas Rai. "Kami pegang pusat kasino terbesar di sana, mau coba liat perputaran uangnya dulu, biar nanti bisa ngembangin yang dipegang sama Danisha di sini," terangnya. "Oke," ucap Gendhis manggut-manggut. "Kamu mau ikut?" tawar Rai tiba-tiba. "Hem?" kedua alis Gendhis terangkat. "Mau ngapain aku di sana? Nggak ah," tolaknya cepat. Selain ia memang enggan bepergian ke luar negeri, di akhir pekan, ia sudah ada janji untuk memenuhi hutangnya pada Mario. "Ya sekalian liburan, biar badan kamu bener-bener pulih," tandas Rai. "Mau ikut? Nanti biar diurus sama Bang Ardi," katanya sedikit memaksa. "Enggak ah Rai, lagian kamu juga cuma bentar doang kan di Makau. Biar aku di Indo aja, takutnya kalau ada kabar soal perusahaannya Papa," ujar Gendhis menemukan alasan yang lebih masuk akal. "Oke,

  • Candu Cinta Dokter Muda   137. Rahasia Antara Kita

    "Dari mana?" Saat Gendhis tiba di rumahnya, Rai sudah menunggu di teras, wajahnya tampak panik. Ia berdiri spontan begitu mobil Axel terparkir di halaman, diamatinya tubuh Gendhis dari atas hingga bawah. "Ada apa Rai?" Gendhis balik bertanya, mengulur waktu untuk mencari jawaban, tak mungkin jujur mengenai tempat yang ia kunjungi sebelumnya."Kutelepon nggak aktif, di WA nggak ada balasan," ucap Rai, sedikit ngambek. "Ah, tadi dianter Bang Axel ke bank, ngurus uang," balas Gendhis sengaja menoleh Axel yang baru akan turun dari mobil, membungkuk hormat pada Rai. "Iya kan Bang?" katanya memberi kode dengan kedipan mata. "Iya, Ketua," ucap Axel membenarkan jawaban Gendhis. "Kenapa nggak aktif nomor hapemu?" cecar Rai masih belum puas dengan jawaban Gendhis."Nggak tau, eror kali sinyalnya di bank. Ini nyala kok hapeku juga," jawab Gendhis mengangkat ponselnya yang memang menyala normal, lebih tepatnya sudah ia nyalakan di perjalanan pulang. "Aku khawatir, Ndhis," ujar Rai jujur. "X

  • Candu Cinta Dokter Muda   136. Play A Game

    "Kamu tunggu di sini aja, Bang," pinta Gendhis pada Axel yang mengantarnya ke sebuah bar. Tadi malam, datang pesan dari Doni, asisten Mario. Gendhis sudah menebak, saat-saat seperti ini pasti akan tiba. Saat di mana Mario meminta balas atas bantuan yang diberinya pada Gendhis demi menekan pihak keluarga Wildan Suharjo. Maka, saat hampir tengah malam undangan untuk datang ke bar eksklusif itu masuk ke dalam ponselnya, Gendhis tidak bisa mengelak. Lalu, di sinilah kini ia, diantar oleh Axel yang tahu segala seluk-beluk bar dan bagaimana Mario sengaja membantu Gendhis mengekspos tindakan money laundry yang Wildan lakukan. "Bos udah di dalam?" tanya Gendhis saat Doni menjemputnya di pintu masuk. "Udah," sahut Doni singkat. Tanpa sepengetahuan Rai dan keluarga besar Takahashi yang lainnya, Gendhis datang tak berbekal apa-apa. Ia hanya yakin bahwa Mario tak mungkin meminta langsung imbalannya saat itu juga. Menguak sebuah pintu besar di bagian ujung bar yang sepi, Doni mempersilakan Gen

  • Candu Cinta Dokter Muda   135. Pacaran Ulang

    "Terakhir kali aku ke sini adalah pas pemakaman Papa, itu pun aku nggak ngedeket," desis Gendhis menyusut air matanya. "Percaya atau nggak, kematian Papa jadi hal yang cukup membahagiakan buatku waktu itu, aku serasa lepas dari beban hidup meski aku sadar aku udah terlanjur terjerumus dan berkubang di dunia pelacuran," lirihnya mengenang. Langit mendung seperti sore biasanya, membuat suasana di sekitar pemakaman makin syahdu dan pilu oleh air mata Gendhis. Tak ada yang bisa menolong hati seorang anak perempuan tunggal, ia tersiksa lahir dan batinnya sejak muda, hidup sebagai jaminan hutang orang tuanya dan berakhir menderita sebagai pelacur. Kini, di saat semua tabir itu terungkap, rasa sakit Gendhis kembali membayang. "Papa kamu pasti udah senyum lega sekarang, kamu tau kenyataan soal sikap abussive-nya beliau dulu," ucap Rai meremas kedua pundak Gendhis, menguatkannya. "Tapi aku tetep nggak bisa maafin sikap Papa yang ngejual aku ke rumah bordil. Itu jahanam banget Rai," desis Ge

  • Candu Cinta Dokter Muda   134. Dukungan Tambahan

    Gendhis menoleh penolongnya dan Rai sudah berdiri sangat angker di sebelahnya. Tangan Rai yang masih menggenggam pergelangan tangan Wildan itu bergetar hebat, ia meremas pergelangan tangan itu sekuat tenaga, menyakiti lawannya. "Brengsek!" umpat Wildan baru sadar dari rasa terkejutnya. "Jadi kalian bawa gengster ke sini," desisnya melirik, meremehkan Rai. "Dia perlu perlindungan dari pengkhianat sampah kayak Om," balas Rai sengit. "Hampir 10 tahun perusahaan ini dipimpin oleh orang korup dan bangsat kayak Wildan Suharjo, saya bawa laporan korupnya beserta semua aset yang dia gelapkan termasuk semua perbuatan jahatnya pada keluarga Robby Januar!" serunya lantang. Terdengar gumaman riuh seisi ruangan. Kini, Wildan yang menjadi pusat perhatian, beberapa pemilik saham lainnya membenarkan ucapan Rai, sifat Wildan memang tak sebaik pamor yang terbangun. "Ini hanya sebagian yang diselundupkan melalui bank luar negeri, lainnya banyak dilakukan money laundry pada tanah dan properti atas n

  • Candu Cinta Dokter Muda   133. Bergerak Melawan

    Gendhis menyesap teh hangatnya beberapa kali. Tatapannya lurus ke arah pohon tabebuya yang tegar berdiri di atas kolam ikan koi nan tenang di kejauhan. Sudah dua hari sejak kematian Taka-Sama, Gendhis bertahan di rumah besar, hanya menjadi teman mengobrol Rai dan tidak melakukan apa-apa. Hari ini, di saat Rai sudah mulai berangkat bekerja lagi, Gendhis ditinggal sendirian di rumah besar, hanya bersama beberapa orang anak buah yang memang ditugaskan untuk berjaga di sana. "Ngalamun?" tegur sebuah suara, Axel sengaja datang karena diminta oleh Gendhis. "Mau ngapain lagi coba kalau di sini, Bang? Nggak ada kerjaan juga," balas Gendhis tertawa. "Gimana? Udah siap ke kantor hari ini? Ketua udah tau?" "Aku belom ngomong sih, tapi beberapa hari sebelumnya aku udah pernah bilang kalau bakalan dateng ke rapat direksi. Nanti biar ku-WA di perjalanan," terang Gendhis. "Langsung aja? Mbak Mala-nya?" "Mala dan tim langsung ke kantor, kita ketemu di sana," kata Axel. "Ah, nggak minum dulu, Ba

  • Candu Cinta Dokter Muda   132. Setia di Sisi

    Terbangun dalam pelukan Rai yang hangat, Gendhis menggeliat kecil. Masih pagi buta, suasana di luar kamar juga belum terdengar ada aktivitas. Perlahan, Gendhis turun dari ranjang, melebarkan pandangan matanya. Sebelum masuk ke dalam kamar mandi, ia sempatkan menoleh Rai yang masih terlelap. Mereka berciuman mesra semalam, tapi tidak sampai berhubungan badan. Lelah dan duka yang masih mendalam dirasakan Rai membuat ciuman rindu itu benar-benar terasa sebagai pelampiasan perasaan mereka yang sebenarnya. Mereka dua dewasa yang sudah paham konsekuensi dari setiap tindakan yang diambil, dan berciuman adalah satu hal wajar. "Sama-sama butuh, wajar lo begitu Ndhis," desis Gendhis bermonolog sambil bercermin. "Dia lagi butuh dukungan banget sekarang," tandasnya menghibur diri sendiri. Saat Gendhis keluar dari kamar mandi, Rai sudah bangun. Dokter tampan ini sedang melepas kemeja hitam yang dikenakannya. Ia bertelanjang dada, menampilkan tubuh seksi berhias tatonya, bersiap untuk membersihk

  • Candu Cinta Dokter Muda   131. Ada Bersamamu

    "Kuambilin makan ya Rai?" tawar Gendhis sabar, tengah malam, saat ia melongok ke pintu kamar utama, Rai masih duduk tercenung di sisi ranjangnya, tak melakukan apa-apa. "Hem?" Rai menoleh, ia lantas menggeleng. "Nanti aja, masih belum laper," tolaknya. "Kamu nggak capek? Nggak istirahat? Orang-orang udah pada istirahat, siap-siap buat acara pemakaman besok," ungkap Gendhis. "Kalau nggak makan, tidur aja ya," bujuknya. "Kamu duluan aja. Atau kamu mau tidur di sini? Aku keluar," ujar Rai buru-buru berdiri. "Hei," sigap, Gendhis menahan lengan Rai. "Kutemenin ngalamun deh di sini," katanya. Rai tak menolak kali ini. Berdampingan, keduanya duduk diam di ranjang, tak ada yang dikerjakan. Gendhis juga tidak mengintervensi lamunan Rai, ia sesekali memainkan ponselnya, menguap sesaat, tapi bertahan untuk tidak berbaring tidur. Lama-lama, tak kuasa menahan kantuk, Gendhis berbaring di ranjang, tapi tangannya masih sibuk memainkan ponsel. "Kamu kan yang capek," tebak Rai berdiri sigap, ia

  • Candu Cinta Dokter Muda   130. Kekosongan Belaka

    Tiba di rumah besar, Rai langsung disambut oleh Ardi. Ia diberi baju ganti, begitu pula dengan Gendhis. Bersama-sama, keduanya masuk ke kamar utama di mana dulunya kamar itu juga sempat dihuni oleh Rai beberapa bulan. "Yang kuat ya," kata Gendhis sengaja meremas kedua sisi lengan Rai, memberinya dukungan. "Sini, kamu nggak fokus sampe pake dasi aja compang-camping gini," katanya dengan telaten membantu memperbaiki ikatan dasi yang Rai kenakan. "Aku harus mimpin upacara penghormatan, dan ini upacara penghormatan terakhir buat Kakek," desis Rai lirih. "Apa aku bisa?""Bisa!" sambar Gendhis, "kamu bisa," ucapnya yakin. Tak ada waktu untuk bersantai dan mengobrol lebih lama, Ardi sudah mengetuk pintu kamar, meminta Rai segera bersiap menerima tamu yang datang untuk memberi penghormatan terakhir. Saat itulah Gendhis baru menyadari betapa luasnya jaringan keluarga Takahashi. Semua orang yang datang untuk memberikan penghormatan terakhir kompak mengenakan jas hitam, mereka tampak sangat e

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status