Share

BAB 51

Author: Langit Parama
last update Last Updated: 2025-12-13 08:09:58

“Semalam Non Djiwa cantik bangeeettt,” puji Mbok Iyam malam itu, ketika Djiwa berada di paviliun belakang untuk menjemur kebaya dan rok batik miliknya.

Djiwa tersenyum kecil mendengarnya.

Setelah menggantung pakaiannya di jemuran, ia melangkah mendekati kursi santai di mana Mbok Iyam dan Mbok Inem tengah duduk, lalu ikut bergabung bersama mereka.

“Terima kasih banyak, Mbok,” ucapnya tulus.

“Kebaya kamu itu loh, Non,” sahut Mbok Inem sambil menggerakkan tangannya dramatis. “Cakep bener. Pas banget di badan Non Djiwa. Cantiknya nambah, auranya kayak anak ningrat.”

Djiwa kembali tersenyum kecil, jadi teringat akan ucapan Mbah Kinasih yang juga mengatakan kalau dia mirip seperti anak keturunan ningrat karena memakai kebaya itu.

Mbok Iyam mengangguk cepat. “Iyaaa, Non. Badan Non Djiwa itu luwes kalau pake kebaya. Dari jauh aja keliatan paling berkelas. Apalagi badan Non kan pulen banget.”

“Kalau kata anak jaman sekarang Hot. Iya gak, Yam?” tanya Mbok Inem, seolah meminta persetujuan
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Candu Dekapan Kakak Ipar   BAB 78

    “Kalau bisa hamil dua-duanya kenapa tidak?” Radja membuka suara, membuat semua yang di meja makan menoleh ke arahnya. Pria itu dengan tenang meletakkan sendok di tangannya ke atas piring, lalu beralih menatap Sekar. “Belum tentu Fairish hamil anak laki-laki.” “Belum tentu juga, kan, Djiwa yang hamil anak laki-laki, Mas,” Inggrit menimpali, nada bicaranya dingin—begitu pula tatapannya. “Harusnya kamu berdoa aja, semoga laki-laki.” Tatapan Inggrit beralih ke semua anggota keluarga di meja makan. “Sultan, Kaisar, semuanya—doain semoga anak Fairish laki-laki. Karena kalau mau dijadikan pewaris, anak dia lebih pantes.” Radja menyeringai miring mendengar kalimat Inggrit, tatapannya menusuk pada sang istri. “Jelaskan pada saya, dimana letak ketidakpantasannya Djiwa hamil anak laki-laki?” Kedua tangan Radja terlipat di dada, tatapannya lurus pada sang istri. Begitu pula dengan semua yang di meja makan, beralih menatap keduanya secara bergant

  • Candu Dekapan Kakak Ipar   BAB 77

    “Mi, apa itu tadi ciri-ciri dari pengguna obat-obatan terlarang?” tanya Inggrit pelan namun jelas, suaranya terdengar seperti bisikan yang ditarik rasa cemas. Ia bertanya tepat setelah Radja meninggalkan ruang tengah. Djiwa yang masih berdiri di sana refleks menoleh. Namun tatapan Sekar tajam, mengulitinya—membuat Djiwa buru-buru menunduk. “Djiwa permisi dulu, Mi,” ucapnya, hampir seperti melarikan diri. Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik dan melangkah cepat menuju kamarnya. Sekar menghela napas berat, tatapannya kembali pada Inggrit. “Gimana?” Inggrit duduk, tapi perhatiannya teralih pada Anggita yang masih berdiri mematung, wajahnya bingung dengan percakapan orang dewasa yang baru saja ia dengar. “Kamu langsung masuk kamar aja, Gi. Mama masih mau ngobrol sama Nenek kamu,” ujar Inggrit lembut namun tegas, setidaknya di hadapan Sekar. Anggita mengangguk cepat, seperti diberi izin untuk lari dari ketegangan yang bahkan ia sendiri tidak mengerti. Ia bergegas naik ke lantai dua,

  • Candu Dekapan Kakak Ipar   BAB 76

    Sepuluh hari setelah liburan mereka di Rotterdam, private jet keluarga Reinard akhirnya mendarat mulus di landasan Bandara Indonesia. Begitu roda pesawat berhenti sempurna, pramugara membuka pintu kabin. Udara Jakarta yang hangat langsung menyergap masuk, kontras dengan dinginnya musim dingin Belanda yang masih menempel di kulit mereka. Radja bangkit lebih dulu, meraih mantel tipisnya. Ia menoleh ke belakang, menatap Djiwa yang masih melepaskan seatbelt yang melingkari pinggangnya. “Ayo,” ucapnya pelan. “Kita sudah sampai.” Djiwa berdiri, menata rambutnya yang sedikit kusut karena tidur selama perjalanan panjang. Ia mengikuti Radja menuju pintu keluar, dan ketika menjejak lantai tangga pesawat, aroma khas kota Indonesia langsung menyambutnya. Hangat, lembap, dan rumah. Begitu keduanya menuruni tangga, seorang supir keluarga Reinard sudah menunggu di bawah dengan membungkuk hormat. “Selamat datang kembali, Tuan Radja,” sambutnya. Radja mengangguk, kemudian menoleh pada Djiwa.

  • Candu Dekapan Kakak Ipar   BAB 75

    | Inggrit Mas, Anggita mau ngomong sama kamu. Jawab teleponnya. | Inggrit Kalau udah gak sibuk, telepon balik ya, Mas? Radja menatap pesan itu datar tanpa ekspresi, sama sekali tidak tertarik untuk membalas apalagi balik menghubungi Inggrit. Entahlah, dia merasa kalau wanita itu hanya menggunakan nama anaknya agar bisa menghubunginya. Dan selama hasil tes DNA yang Radja minta pada Arga belum keluar, dia tidak bisa tenang dan bersikap seperti biasa pada Anggita. Ia mendengus kasar, lalu memasukkan ponselnya ke dalam long coat miliknya. Kakinya kembali melangkah bersama wanita di sisi kirinya. “Kayaknya, kalau bukan lagi musim dingin—kita bisa jalan-jalan ke pantai ya, Mas?” Djiwa kembali kembali membuka suara saat keduanya terdiam cukup lama setelah Djiwa menyebut nama Inggrit. Ia sungguh tidak menyangka Radja akan semarah itu hanya karena dia menyebut nama istrinya. Padahal dia memang benar-benar bertanya. Jika iya, beruntung sekali Inggrit bisa mendapatkan pria seperti Radj

  • Candu Dekapan Kakak Ipar   BAB 74

    Tangan Radja menahan pergelangan kaki Djiwa agar tetap terbuka. Sementara pinggulnya menghantam masuk lagi dan lagi, cepat, dalam, tanpa ampun. “Ahh ... Mas ... pelan-pelan dulu ....” desah Djiwa yang nyaris terdengar seperti tangisan anak kecil. Tapi bukannya melambat, Radja justru menunduk, menggigit bahunya dan semakin menghentakkan pinggulnya keluar masuk lebih keras lagi. Radja tidak menyangka dirinya bisa terpikat pada Djiwa—bukan hanya pada wajah atau sikapnya, tetapi pada keberadaannya meninggalkan bekas yang tidak bisa hilang. Ada sesuatu yang berbeda sejak pertama kali dia menyentuh Djiwa. Seperti rasa yang belum pernah ia temukan sebelumnya. Bukan sekadar ketertarikan, tapi efek yang menempel lama di kepalanya—seolah tubuhnya mengingat setiap sentuhan yang pernah terjadi. Dalam diam, Radja menyadari satu hal, dia mencicipi sesuatu yang tidak pernah jadi miliknya, namun justru membuatnya ingin memiliki sepenuhnya. Ada ego yang terusik. Ada naluri yang bangkit. Ada ras

  • Candu Dekapan Kakak Ipar   BAB 73

    “Mas udah, ini kebanyakan,” keluh Djiwa sambil menahan tangan Radja yang lagi-lagi meraih pakaian lain yang tergantung rapi di deretan butik mewah. Mereka sudah berpindah dari Markthal ke sebuah mall besar di Rotterdam setelah makan siang, dan Radja seolah benar-benar tidak punya rem. Long coat baru? Diambil. Tas kulit branded? Masuk ke keranjang. Heels berbagai warna? Radja menunjuk dan langsung memanggil pramuniaga. “Kebanyakan?” Radja menoleh sambil menaikkan sebelah alisnya. “Kamu ke sini cuma bawa satu koper kecil. Mana mungkin saya biarkan kamu jalan-jalan pakai itu-itu terus?” “Mas, tapi … ini semua mahal,” gumam Djiwa, pipinya memanas saat melihat tumpukan barang yang jelas bukan levelnya. “Saya yang bayar.” Radja kembali meraih satu set long coat warna krem yang langsung ia tempelkan ke tubuh Djiwa. “Ini cocok.” Tapi tak hanya satu warna, warna-warna lain juga dia ambil. Djiwa mundur setengah langkah. “Mas, serius, jangan semua dibeli.” Radja mendekat, menurunk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status